Ketika Karina masuk ke kamar, dia mendapati sang suami, sudah tertidur. Dari jarak dua meter, dia memandangi sang suami dengan penuh tanya karena sejak mereka resmi menjadi pasangan, Arfan belum sekalipun bicara kepadanya.
"Mungkin Mas Arfan lelah. Sebaiknya aku juga bersih-bersih dan beristirahat malam ini." Karina melangkah, menuju kamar mandi. Seharusnya malam ini menjadi malam pertama mereka tetapi dia malah diacuhkan.
***
Cahaya matahari yang menelusup masuk dari celah jendela membuat Karina mengerjap perlahan. Saat matanya mulai terbuka, dia tidak mendapati sang suami disisinya tetapi samar-samar dia mendengar suara seseorang dari arah balkon.
Tanpa pikir panjang, dia beranjak lalu melangkah ke arah balkon. Langkahnya terhenti saat mendengar Arfan tengah menelpon seseorang dengan panggilan sayang, dia juga mendengar Arfan mengatakan jika pernikahan mereka tak berarti apa-apa.
Karina merasa sangat kecewa, tetapi dia ingin memperjelas semuanya. "Mas Arfan." Dia mendekat dan langsung menepuk pelan pundak sang suami.
Terlihat kaget, Arfan mematikan panggilan telepon itu dan segera berbalik melihat Karina. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Dia mencengkram dagu Karina dengan jari-jemarinya. "Apa kamu mendengar semua yang aku bicarakan?"
Karina tak kuasa menahan air mata. Dia tidak pernah berpikir bahwa pria yang ia nikahi adalah orang yang kasar seperti ini. "Aku merasa cukup mendengar semua dengan jelas, Mas. Katakan, apa kamu mempunyai kekasih?"
Arfan menghempaskan tangannya dari dagu Karina. "Aku akan jujur sekarang. Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Aku menikahi kamu hanya karena permintaan Ibuku, yang mendesak agar aku cepat menikah. Jika kamu masih ingin perusahaan Ayahmu, kunci mulut dan tutup telingamu."
Arfan melangkah masuk kembali kedalam kamar, Karina segera menyusul sang suami. Dia merasa memerlukan alasan yang lebih logis untuk diterima. "Mas, jangan menghindar. Kita harus bicara." Dia menarik tangan Arfan agar berhenti berjalan.
"Apalagi sih!" Arfan menghempaskan tangannya, hingga Karina jatuh terduduk di lantai. Raut wajahnya terlihat semakin kesal. Sejak kemarin dia sudah ingin mengatakan semua ini tetapi waktu tidak tepat. "Kamu jangan munafik, aku tahu kamu menerima perjodohan ini hanya untuk menyelamatkan perusahaan Ayahmu 'kan? Jadi sekarang, kamu hanya perlu menjadi menantu yang baik di hadapan Ibuku, tapi jangan pernah mencoba mengurusi hidupku, paham?"
Karina tidak bisa berkata apapun lagi. Dia menunduk, menangis pilu atas semua kenyataan hidup yang baru saja dihadapi. Dia pikir setelah menikah, tugasnya hanya menjadi seorang istri yang baik, tetapi nyatanya, tidak semudah itu.
***
Pukul dua belas siang. Karina mengikuti langkah Arfan menuju restoran hotel. Ya, malam tadi semua keluarga inti menginap di hotel dan siang ini makan siang bersama sebelum kembali ke rumah.
"Wah pengantin baru sudah datang," ucap Miska. Miska adalah Ibu tinggal untuk kedua putranya. Semenjak suaminya meninggal, putra pertamanya Argantara adalah seorang Chef yang mempunyai restoran sendiri sementara Arfan memilih menjadi seorang arsitek.
Miska menikahkan anak keduanya terlebih dahulu bukan tanpa alasan. Dia tahu Arfan terlibat pergaulan bebas, dia sangat khawatir jika putranya terus bermain dengan wanita sembarangan. Miska pikir dengan cara ini, Arfan akan berubah menjadi pria yang lebih bertanggungjawab.
Pandangan Argantara pun langsung tertuju kepada Karina yang berjalan di belakang sang adik. Wajah cantik yang sudah tidak dia lihat selama delapan tahun, semakin indah dan membuat dia mengingat kembali memori lama yang tak bisa diungkapkan lagi.
"Selamat pagi, semuanya," ucap Karina, dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Sebelum ke restoran hotel, Arfan sudah mengancamnya sekali lagi agar tutup mulut dan bersikap baik di hadapan keluarga.
"Karina, duduklah disamping suamimu," sahut Melinda kepada sang putri saat melihat Karina hanya berdiri disana.
"Namanya juga masih pengantin baru, Bu. Pasti masih malu-malu. Sama seperti kita dulu," ucap Hendri lalu tetawa bersama sang istri dan juga besannya.
Sementara Karina segera duduk, tidak ada senyum yang mewarnai wajahnya. Meski diam, tetapi pikirannya di penuhi dengan banyak pertanyaan tentang, seperti apa nasib pernikahannya nanti.
"Arfan, nanti kamu dan Karina tinggal di rumah kan?" tanya Miska.
"Tidak, Ma. Kami langsung tinggal di apartemenku saja," jawab Arfan lalu melahap makanannya.
"Sebaiknya kamu tinggal di rumah sementara waktu. Kasihan Karina jika langsung kamu bawa ke apartemen, di sana sepi. Kalau di rumah bisa mengobrol sama Mama," sahut Argantara.
"Benar kata Arga, mama sepi di rumah. Kalian semua sibuk," sambung Miska.
Arfan menghentikan aktivitas makannya sebentar. "Aku sudah membicarakan ini dengan Karina, dia setuju saja." Ia meraih tangan Karina dan langsung digenggam erat. "Kamu setuju 'kan?"
Karina tahu jika pertanyaan Arfan itu adalah sebuah ancaman yang harus dia patuhi. "I-iya, saya setuju saja. Lagi pula, mulai besok, saya harus kembali ke butik, Ma. Kami sama-sama sibuk untuk sementara waktu, nanti kalau libur, saya pasti berkunjung."
"Baiklah kalau begitu. Kalau kalian libur, sebaiknya pergilah berbulan madu juga. Kami ini sudah ingin sekali menimamg cucu," ujar Miska lalu kembali meneguk teh hangatnya.
Melihat Karina hanya tersenyum tipis lalu menunduk, Argantara tiba-tiba merasa khawatir sekaligus curiga. Dia merasa ada sesuatu yang Karina tutupi.
***
Sore harinya, Arfan langsung membawa Karina ke apartemen. Saat keluar dari dalam mobil dia langsung melangkah begitu saja, tanpa membantu sang istri membawa koper.
Karina terlihat tidak habis pikir namun lagi-lagi dia mencoba untuk bertahan demi kedua orangtua yang bergantung kepadanya. Perlahan dia melangkah mengikuti Arfan sambil menyeret koper.
~
Sesampainya di sebuah unit apartemen. Karina melangkah masuk sambil menggedarkan pandangannya melihat ke sekeliling ruangan apartemen yang nampak sangat mewah dan modern.
"Sekarang kamu tinggal disini bersamaku. Kamarmu disebelah sana. "Arfan menunjuk sebuah kamar di sudut ruangan. "Jangan pernah berharap kita tidur satu kamar, aku jijik dengan wanita sepertimu. Sekarang aku mau bersenang-senang dengan wanita-wanitaku, jangan mencoba untuk menghubungiku jika bukan situasi darurat."
"Pria macam apa yang meninggalkan istrinya demi bersenang-senang dengan wanita lain?"
Arfan menghentikan langkahnya lalu kembali berbalik melihat Karina. "Kamu bilang apa barusan?"
"Apa masih kurang jelas? Disini, bukan hanya kamu saja Mas yang tidak terima dengan pernikahan ini, tapi aku juga. Tapi aku mau berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu, seharusnya kamu melakukannya hal yang sama, jika tidak suka lepaskan saja aku!"
Paak!
Satu tamparan Arfan berikan kepada sang istri, bukan hanya itu Dia mencengkram erat pergelangan tangan Karina dengan keras. "Asal kamu tahu, aku mempertahankan pernikahan ini demi warisan. Aku peringatkan satu kali lagi, jangan sampai mamaku mengetahui tentang ini. Jika kamu buka mulut maka aku akan pastikan keluargamu hancur."
Bersambung 💕
Jangan lupa berikan dukungan untuk Author ya gaess
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Dara Muhtar
Kejam banget jadi Suami...belum apa² udah main tampar 👎
2023-01-25
0
ian machmud
Dasar suami arogan belum apa-apa uda KDRT di kira cuma dia yang terpaksa menerima perjodohan 🙄
2022-12-31
0
Rinnie Erawaty
belum apa2 udah maen tampar huh😠 tar nyesel lu yak...
2022-12-25
0