Plak...
"Aduh, banyak nyamuk." Surya yang dari tadi ketiduran, baru terbangun karena nyamuk-nyamuk baru terasa menggigitnya. Padahal separuh tubuhnya sudah banyak bentol bentol. Ia menampar pipinya sendiri demi membunuh hewan penyedot darah tersebut.
"Hais, sudah malam!" Surya terkejut saat menyadari dirinya dan Cahaya masih di pemakaman. Dia pun bergegas untuk membangunkan Cahaya yang entah berapa lama mereka tidur di tanah keramat itu?
"Kita sudah mati ya, Sur?" racau Cahaya yang masih linglung karena baru sadar dari alam tidur. Pasalnya, suasana malam begitu gelap. "Pasti karena kita nakal maka kuburan kita di buat gelap sama Tuhan. Itulah hukuman anak nakal macam kita ini ya, Sur?" Cahaya masih meracau seraya bangkit dari tanah dengan tangannya itu berpegangan di batu nisan kuburan.
"Jangan cerewet. Ayo pulang! Aku yakin kalau Bunda pasti sudah cemas." Surya malas menyadarkan Cahaya dengan cara mengabaikan racauan adik kembarnya.
Dia lebih memilih mengandeng tangan Cahaya agar tidak terjatuh saat berjalan di tengah kegelapan.
"Sur, lihat ke arah jam tiga! ada cahaya seperti lampu atau itu jangan jangan setan lampu berjalan?" kata Cahaya. Padahal itu adalah Bunda mereka yang sedang mencari cari.
Surya pun akhirnya menurut. Dari kejauhan, itu memang cahaya yang sedang terbang.
"Kita kesana aja yuk! Mana tau kenal Ayah kita yang bernama Kurcil." ajak Surya yang berpikir itu adalah hantu.
"Ayo. Kita suruh cari Ayah di alam arwah, untuk menyampaikan salam rindu dan salam sayang perkenalan kita." Cahaya pun setuju akan ide konyol Surya.
Bukannya takut, Kedua bocah nakal pemberani ini malah menghampiri lampu terbang tersebut.
"Hai, setan lampu!" sapa Surya sok ramah.
"Kita kenalan, yuk!" sambung Cahaya pun tak kalah ramah. Supaya setannya tidak lari, maksudnya itu.
Embun yang malah terkejut hebat. Sampai-sampai jantungnya mau lompat keluar, di kala mendengar suara Surya dan Cahaya yang tiba tiba muncul dari jarak dua meter.
Embun memang sudah tidak meneriaki nama anak anaknya dalam pencariannya, karena berpikir ini adalah tempat keramat. Takut takut ada arwah yang terganggu, makanya dia mencari tanpa berteriak lagi seperti awal masuk ke TPU itu. Lagian, setiap ia berteriak, adanya burung hantu yang menyahut.
Oleh karena itu pula, si kembar tidak tahu kalau di belakang dari silaunya lampu hape itu adalah sang Bunda.
"Khikikik, aku adalah ghost pemakan jantung anak-anak nakal seperti kalian. Kemarilah! aku lapar!" Embun sengaja menirukan suara setan seseram mungkin, untuk menghukum anak anak nakalnya agar kapok dan jera, pikirnya.
Perasaan Embun saat ini antara, lega melihat anaknya tidak kenapa kenapa dan juga dongkol kesal mengubun, berbaur jadi satu karena tingkah badung anaknya yang naudzubillah, membuat Embun ingin melambaikan tangannya saja ke kamera.
Ck, mana ada anak kecil yang mau kenalan sama hantu, coba? hanya si duo badung itu. Embun sampai speechless.
"Yeah, setan! Sayangnya jantung kami cuma satu doang. Tidak cukup untuk berbagi. Bagaimana, kalau besok aku datang ke sini bawakan jantung pisang, jantung ayam dan lain lain. Itu sama sama jantung, jadi pasti kamu suka." Surya bernegosiasi. Cahaya lebih memilih diam menunggu si ghost lampu terbang itu bersuara.
Namun, Embun yang di negoin, di buat kesal tidak tertolong. Bukannya si anak takut malah ngaur pakai mau nawarin jantung pisang segala. Hadeeh, awas saja kuping kalian!
"Hah! Bunda menyerah!" Embun membuang nafas kasar. Lalu kembali berkata, "Ayo pulang! Dan di rumah, siapakan kuping kalian untuk di jadikan sop segar buat makan malam kalian." Embun mendengus kesal.
Adu mak Jang... Suara marah sang Bunda lebih seram dari ghost manapun. Surya dan Cahaya lebih takut dengan Embun dari apapun itu di dunia ini.
"Hehehe, Bun."
Si kembar kompak tercengir cengir bodoh seraya mengelus telinga mereka yang katanya akan dibuat sayur sop.
"Ayo buruan!" Embun berjalan cepat ke arah pintu TPU. Dua bocah di belakangnya saling menyalahkan dan pukul pukulan lengan. Tepat Embun berbalik, keduanya berakting saling rangkul. Kemudian tersenyum manis.
Embun yang tahu kalau itu adalah senyum Iblis, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mau merutuk, namun itu adalah anak-anaknya sendiri. Serba salah jadinya.
"Aku di belakang! Kamu di depan."
"Ck... Kamu itu cewek, harusnya di depan. Aku yang di belakang."
Tolong beri obat pada Embun, kepalanya pening di buat dua bocahnya yang sekarang rebutan tempat duduk di sepeda.
"Apa kalian mau Bunda ikat di pohon beringin sana?" ancam Embun bersuara tegas nan dingin. Si kembar langsung diam dengan mata saling pandang tajam, seakan-akan menyalahkan satu sama lain, kamu sih!
"Surya di belakang, dan kamu sini!"
Cahaya menurut paksa, ia pasrah bokongnya ke sakitan karena di paksa masuk ke dalam keranjang kecil itu. Sedang Surya sudah mesem mesem jumawa di belakang sana dengan tangan mungilnya itu berpelukan di pinggang ramping sang Bunda.
***
Sampai rumah, Embun langsung marah ke Surya dan Cahaya, karena kelakuan badung mereka.
"Jangan ada yang mengajak Bunda berbicara!" rajuk Embun ingin membisu seribu kata. Dari pada marah-marah, percuma saja pikirnya, karena itu sering dilakukannya kemarin-kemarin. Tapi apa? Terus saja anaknya ini berbuat ulah.
"Kenapa, Bun? Apakah Bunda sariawan?" Tanya Cahaya tidak peka suasana hati Embun.
"Astaga! Apakah Bunda benar benar harus memotong telinga kalian agar tidak nakal lagi? Atau__"
"Maafkan kami, Bunda. Kami tadi ketiduran, dan tepat kami terbangun ternyata sudah malam," terang Surya menjeda Embun yang berucap menahan amarah. Dia sedikit peka akan wajah Bundanya yang sudah memerah karena dongkol.
"Hah..." Embun mendengus kesal. Lalu berjalan menuju kamarnya. Kalau lama lama di hadapan duo nakal itu, bisa bisa Embun benar benar mencubit-cubit kesal anaknya sendiri.
"Sabar! Inilah ujian punya anak-anak badung dan menjadi Ibu tunggal." Embun mengelus elus dadanya setelah kamarnya ditutup rapat-rapat.
Surya dan Cahaya yang di tinggal di ruang tengah itu, tidak ada keberani untuk menyusul Embun yang sudah ketahuan sedang marah kepadanya. Takut-takut, kalau kuping mereka akan berakhir di atas tungku bersama sayuran sayuran bahan sop.
"Ihh, ngeri..." lirih Surya yang ternyata membayangkan betapa sakit dan jeleknya manusia tanpa cuping telinga.
"Kamu sih, Sur. Pakai ketiduran segala di kuburan. Jadinya 'kan kita telat pulang dan berakhir Bunda marah karena mencemaskan kita." Cahaya menyalahkan Surya seorang diri.
"Kamu juga tidur! Ck," sungut Surya sedikit ngegas. Ia berdecak lidah seraya mendelik horor.
Lantas, Cahaya yang punya sifat jelek yakni enteng tangan, seketika menoyor kepala Surya. Mereka malah saling salah menyalahkan.
"Ini juga karena kamu yang mengusulkan untuk istirahat sejenak." Cahaya kembali memukul Surya menggunakan kemoceng.
"Itu kotor, Ca!" Surya berlari kecil untuk menghindari pukulan Cahaya.
"Biarin!" Cahaya terus mengejar, hingga kursi ruang tamu acak acakan. Buku-buku pun terlempar kesana kemari ulah dou bocah ini.
Embun yang mendengar keributan itu dari dalam kamar, merasa kesal. Rasa rasanya, kepalanya itu mau pecah beribu ribu.
Embun pun memutuskan keluar berniat melerai anak anaknya yang sedang berisik. Entah apa yang di ributkan lagi oleh mereka?
Tepat pintu kamar Embun terbuka....
Bugh...
Wajah Embun terkena buku majalah yang di lempar oleh Surya ke arah Cahaya. Tetapi karena Cahaya mengelak dengan cara menunduk. Alhasil, Embun sang singa betina itulah yang menjadi korban lemparan Surya.
"SURYA!!!"
"CAHAYA!!!"
Embun berteriak kencang.
Sang empu nama seketika ngeberit, pontang-panting seraya dorong-dorongan untuk menggapai kamar duluan. Takut pantat mereka memerah, karena sang Bunda segera saja menarik sapu dengan gagangnya itu sudah mengacung ke mereka.
"Kunci, Sur!" titah Cahaya saat keduanya sudah berada di dalam bilik. Kamar sederhana itu memang milik mereka berdua dengan fasilitas tempat tidur anak yang bertingkat.
"Tidur sekarang! atau Bunda benar benar tidak mengampuni telinga serta rambut kalian akan Bunda cukur sampai botak!!!" pekik Embun dengan tiga oktaf saking marahnya hari ini. Rasanya, tensi darah Embun naik lonjat lebih tinggi dari hari kemarin kemarin.
"Tidak ada suara lagi, mungkin mereka sudah kapok untuk hari ini..." lirih Embun. Menatap kesal ke arah daun pintu si kembar, seakan akan pintu itu adalah musuhnya.
"Nakal sekali!" dumelnya seraya memijit pangkal hidungnya, prustasi.
Sedang dua bocah yang ada di dalam sana, masih menguping di dekat pintu.
"Aman Sur..." bisik Cahaya diangguki kakaknya yang masih memegang telinganya tanpa sadar, karena takut diiris oleh Embun.
"Hahahaha... telinga mu hilang, Sur."
"Shut up...!" Surya menarik rambut Cahaya dengan mata membulat memarahi adiknya yang mulai bertingkah lagi. Bagaimana kalau singa betina mendobrak pintu? Matilah mereka digantung.
"Oke, mari kita tidur. Menyambut hari esok untuk mencari Ayah," ujar Cahaya menyudahi candaanya tanpa memikirkan kemarahan Embun barusan. Pikir mereka, yang lalu biarlah berlalu. Hari tanpa ada kejahilan itu rasanya hambar bagi mereka.
"Semoga besok hari cerah untuk kita, seperti wajah ku yang tampan!"
Proott...
Cahaya menghadiahi angin kentutnya akan suara kepedean Surya.
"Gila... Hueekk.. Bau sekali!" Surya melempar bantal ke Cahaya yang sudah bersembunyi di dalam selimut. Gadis kecil itu menahan tawanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
yaelah nih twins pdhl emak nya sendiri tuh🤣🤣🤣
2024-02-18
0
Sulaiman Efendy
MNA GK NAKAL, LO & BADAI BUAT NYA GK PAKE DO'A, BLM KONDISI HALAL & SAH, DAN DALAM KONDISI SAMA2 MABUK, DN YG PASTI SETAN IKUT ANDIL DLM SETOR BENIH KE RAHIM LOO,, WAJAR ANAK2 LO NAKAL😁😁😁😁😁😁
2023-03-06
0
ᵉˡ̳𝐀𝐘𝐃𝐀⸙ᵍᵏ
astaga duo bocil 😂😂 kenalan ma setan lampu lagi.
2022-11-06
1