Jam istirahat sekolah. Bukan anak kecil namanya kalau kelas damai sentosa. Contohnya saat ini, kelas si Kembar terlihat gaduh. Ada yang lempar pesawat terbang yang terbuat dari sobekan buku. Ada pula yang berlari-larian mengelilingi dalam canda bersama.
Si kembar sendiri duduk santai bersama sama dengan kotak bekal di atas meja.
Ada juga bocah lainnya yang bergerombolan di meja lain. Entah sedang main apa? Si kembar tidak peduli, yang penting makan hasil tangan Ibunda tercinta terlebih dahulu.
"Saya bekalnya burger king." Satu bocah laki-laki memamerkan isi kotak makannya ke Surya dengan nada sombong. "Kalian bekalnya kue tradisional murahan mulu! Kampungan!" Sambungnya menghina.
Surya dan Cahaya saling pandang dengan binar penuh arti. Nyari mati tuh bocah! Begitulah makna mata mereka, kenakalan. Keduanya hanya membeli apa yang diinginkan Barli.
"Kue tradisional ini bikinan Bunda kami. Sekali lagi kamu menghinanya, saya tabok kamu!" ancam Surya seraya memamerkan kepalan tinjunya itu ke hadapan wajah teman kelasnya.
Para siswa yang tadinya sibuk bermain canda tawa, pada diam seketika. Menatap iba ke Barli yang pasti akan diapa-apain oleh si kembar-biang nakal itu.
"Kue jelek," hina Barli. Tangannya menepis bekal Surya sampai jatuh kotor ke lantai. Setelahnya, Barli ingin melangkah pergi tanpa dosa dan tanpa ingin bertanggung jawab.
Surya yang ditantang segera memasang kakinya di sela langkah Barli.
Bugh...
Terjatuh dan jidat itu kejedot ujung kursi!
"Hahahaha ... rasakan!" Surya tertawa puas seraya bertos ria bersama Cahaya.
"Hiks hiks hiks, awas kalian! Saya adukan!" Barli menangis. Jidatnya itu langsung benjol dan sedikit kulitnya terkelupas. Bahkan, mengeluarkan darah meski sedikit.
Semua murid yang ada di kelas tersebut tidak ada yang berani menolong Barli, karena tidak mau menjadi sasaran empuk kenakalan dan kesadisan si kembar.
"Nggak takut!" Santai Cahaya yang masih duduk di kursinya.
Barli pun pergi untuk mengadu, bukan ke guru melainkan ke orang tuanya langsung yang memang rumahnya dekat dari sekolahannya.
Beberapa menit, Barli datang ke kelas membawa Papanya. Guru tidak ada yang tahu karena sedang istirahat di kantor.
"Surya dan Cahaya!" Bentak Papa Barli. Sang empu nama yang tadinya tiduran bosan di meja. Seketika menoleh ke asal suara gelegar Bapak-bapak yang bertubuh gaban itu.
"Kami!" Kompak si kembar. Wajah mereka tidak ada ketakutan, adanya sikap santai yang sedang berjalan ke arah papan tulis. Menuju ke arah orang tua Barli.
"Hiks hiks,.." Barli masih menangis, agar papanya kian tersulut emosi kepada Surya dan Cahaya.
"Kamu apakan anak saya, hah?"
"Terjatuh karena kesandung kaki saya, Pak!" Jawab Surya apa adanya.
"Pasti sengaja 'kan?" Bentaknya.
"Iya, karena Barli pun sengaja membuang makanan Surya!" Cahaya membela kembarannya. Tanpa takut, si anak Embun itu menatap berani ke-dua mata tajam Papa Barli yang sinis karena kemarahannya dilawan.
Hei, walaupun masih bocah, kedua anak ini tidak ada takutnya, bilamana memang tidak salah.
"Anak kurang ajar! Dasar nakal! tidak tahu arti sopan santun kepada orang tua. Tidak pernah di ajarkah, sama Papa kalian, hah?"
Deg...
Si kembar tersentak. Dalam hatinya berkata, kami tidak pernah tahu sosok Ayah.
"Sini kamu!"
Plak....
Surya yang tadinya tertegun akan sosok seperti apa Ayahnya itu, tidak tahu kalau akan mendapat tamparan dari tangan kasar Papa Barli.
Bocah itu tidak menangis, melainkan tetap terdiam dengan pipi dipegangnya seraya menatap dingin Papa Barli.
"Woi..." Cahaya yang murka karena tidak terima kembarannya di pukul. Dengan berani, Cahaya menarik tangan Papa Barli dan menggigit kuat jari telunjuk orang tua itu tanpa ampun.
"Aaargh... sakit!" Lolong Papa Barli. Para siswa entah harus berbuat apa melihat kegaduhan si kembar yang tidak ada takutnya.
"Cahaya!!!" Sang guru membentak yang kebetulan lewat dan melihat tingkah kurang sopan Cahaya.
Tapi ada syukurnya, karena Papa Barli terhenti yang ingin menghempaskan tubuh mungil Cahaya.
"Kami tidak salah!!!" Surya membelah diri. Lalu menarik tangan Cahaya untuk bolos. Gurunya pun mereka abaikan yang menyuruhnya untuk tetap tinggal.
"Anda lihat sendiri kelakuan mereka, Pak Guru! Jadi saya minta agar mereka dikeluarkan dari sekolah ini. Titik!" telak Papa Barli tak mau dibantah.
Sang Guru hanya mengehela nafasnya." Nanti kami akan membicarakan ini kepada wali Surya dan Cahaya, Pak. Maaf atas tingkah si kembar."
****
"Dikeluarkan lagi!!!"
Embun menaruh kasar amplop laporan sekolahan ke hadapan Surya dan Cahaya yang sedang belajar bersama di meja ruang tamu.
Bagaimana tidak pusing, ini adalah empat kalinya si kembar dikeluarkan dari sekolahan. Padahal tahun ini adalah tahun pertama masuk ke sekolah dasar, namun sudah beberapa pindah sekolahan karena kelakuan tak lazim anak anaknya.
"Hehehe, santai saja, Bun!"
Hah... Embun melongo akan seruan santai Surya.
"Ya ampun...Ah, kalian...!"
Embun speechless, menelan kembali ocehannya. Tapi ekspresinya itu amat geram dengan tangan menjambak-jambak prustasi rambutnya.
Bagaimana bisa dia melahirkan anak kembar yang nakalnya naudzubillah. Tapi anehnya, anak kembarnya itu mempunyai IQ tinggi.
"Apa kalian tahu, Bunda tadi di marahin oleh orang tua Barli. Dan guru guru pun tidak bisa membelah Bunda, karena kalian salah! Tolonglah, Nak.... kasihanilah Bunda." Embun memelas.
Cahaya dan Surya seketika menundukkan kepalanya. Benar! Mereka memang nakal. Namun, itu hanya pembelaan semata.
"Barli yang lebih dulu nyari masalah, Bun." Terang Cahaya. Dia pun menceritakan insiden itu tanpa ada yang dilebih-lebihkan.
Mendengar itu, Embun menghela nafas beratnya, hatinya pun terenyuh sakit saat mendengar Surya dapat gamparan keras.
"Kami hanya membela diri, Bun." Lirih Surya. Tidak berani menatap mata Sang Bunda. Dia dan Cahaya amat menghargai wonder woman-nya itu.
"Apa itu salah?" Imbuh Cahaya.
Perlahan-lahan, Embun mendekati bocah kesayangannya. Duduk di lantai tepat hadapan ke-dua malaikat kecilnya.
"Tidak, Nak! Membela diri memang tidaklah salah. Tetapi, kalau bisa... imbangi diri kalian. Kenali siapa lawan mu! Kenali, apakah kalian akan menang dengan otot kalian yang masih kecil ini." Embun mengelus pipi Surya yang memang masih merah. Dia baru sadar akan kekerasan Papa Barli. Andai dia tahu sebelumnya, Embun tidak akan tinggal diam di kantor kapsek tadi.
"Tak selamanya, membela diri itu mengunakan kekerasaan. Adakalanya, kita harus bermain cantik menggunakan otak. Apakah kalian paham dengan penjelasan Bunda?" Embun menjelaskan pelan pelan agar anaknya dapat menyerapnya dengan baik. Matanya pun tak lepas dari iris mata polos Cahaya dan Surya.
"Paham, Bun." Jawab Cahaya. Entah benar atau tidak.
Lantas, Embun ingin mengetesnya. "Paham, apa hayo?"
"Ya pahamlah. Kalau Papa Barli itu ototnya besar. Jadi yang bisa melawan badan gaban Papa Barli ya... hanya Ayah kami. Iya 'kan, Bunda?"
Mampus! Embun terjebak lagi. Pasti....
"Lantas, di mana Ayah kami?" Tembak Surya cepat.
"Iya, Bun. Di mana Ayah kami?" Cahaya pun bertanya serius.
Tuh 'kan. Embun sudah menebaknya kalau ke-dua anak anaknya pasti mempertanyakan sosok Pria yang dibencinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
mgkn kematian erlan adik nya embun gak sengaja ato peluru nyasar jadi embun salah paham.apa bapak nya twins mafia ya
2024-02-18
0
Ida Lailamajenun
tapi gak wajar la ortu barli marah lgsg gampar Surya trus pihak Skull nya malah bela barli hingga twins dikeluarkan dari Skull nya.pdhl barli yg salah..kepsek nya nih gak beres bukan sekolah tempat mendidik nama nya jika salah satu murid berseteru bukan didamaikan malah dikeluarkan
2024-02-18
0
Jumiri Juliah
semangat aku suka baca cerita begini pasal anak2 kembar
2022-12-09
0