Tiga orang laki-laki lewat di depan Kristal. "Wah ada mangsa empuk nih, Bro."
"Jangan buang waktu! Ambil barang-barangnya!" Perintah teman pria asing itu.
Kemudian mereka mengambil tas Kristal secara diam-diam. Kristal tak menyadari berapa lama dia tertidur di bangku itu. Ketika dia bangun beberapa orang yang berusaha mengambil tas miliknya. "Siapa kalian?" Bentak Kristal.
"Wah rupanya kita membangunkan macan cantik, Bro."
"Cantik tapi kere. Lihat isi tasnya tidak ada apa-apa." Laki-laki asing itu membuang tas Kristal.
"Mungkin handphonenya disimpan di dalam sakunya." Laki-laki asing itu hendak meraba tubuh Kristal. Namun, Kristal tak tinggal diam. Dia menangkap tangan laki-laki itu kemudian dia menekuk pergelangan tangannya hingga berbunyi.
"Aw, tanganku," rintih laki-laki yang kesakitan itu.
"Berani melawan dia, Bro."
"Bagaimana kalau kita per*ko*za saja?" Teman penjahat itu meminta pendapat pada temannya yang lain.
"Hah, cobalah kalau kalian bisa," tantang Kristal.
Ketika ketiganya maju ke arah Kristal tiba-tiba suara sirine mobil polisi terdengar semakin mendekat. "Polisi, polisi," ucap salah seorang mengingatkan agar mereka segera lari.
"Huu, dasar semprul," umpat Kristal.
Kemudian seorang laki-laki yang memakai masker mendekati Kristal. "Kamu tidak apa-apa?" Tanya laki-laki itu.
Kristal tidak menjawabnya. Dia lebih fokus memperhatikan wajah di balik masker yang pria itu pakai. "Sepertinya wajahmu tidak asing," tebak Kristal.
Laki-laki itu menjadi gugup. Kemudian pria itu berjalan menuju ke mobilnya. Namun, siapa sangka Kristal berjalan lebih dulu lalu memasuki mobil tanpa izin.
"Siapa yang suruh kamu masuk?" Bentak laki-laki yang tak lain adalah Ruli itu.
"Antar aku pulang!" Perintah Kristal dengan entengnya.
"Turun dari mobilku!"
"Tidak mau," tolak Kristal mentah-mentah.
"Apa kamu tidak akan takut kalau aku menculikmu?" Tantang si pria.
"Jangan melakukan perbuatan sia-sia. Aku ini hanya gadis miskin. Kamu tidak akan mendapatkan uang tebusan seperti yang kamu mau."
Ruli mengulas senyum tipis di balik masker yang dia pakai. Lalu dia masuk ke dalam mobil dan mengantar Kristal sampai ke tempat kos Meilani. Kristal menunjukkan jalan menuju ke tempat tinggalnya.
"Nah, aku tidak bohong 'kan? Ini tempat tinggalku. Jadi jangan berpikir akan menculikku." Kristal turun begitu saja setelah tanpa mengucapkan terima kasih.
"Gadis itu, kenapa dia tidak bilang terima kasih?" Gerutu Ruli.
"Kristal kamu dari mana saja?" Tanya Meilani yang khawatir.
"Aku ketiduran di jalan."
"Ya ampun, terus pulangnya naik apa?" Tanya Meilani lagi.
"Aku diantar sama seseorang."
"Siapa?" Kristal menggedikkan bahu ketika menjawab pertanyaan Meilani. Dia tidak tahu siapa laki-laki yang memakai masker itu.
"Kristal di luar sana tuh banyak laki-laki hidung belang. Kamu jangan asal mau kalau ditawari pulang bareng." Meilani benar-benar cemas memikirkan Kristal.
"Iya, iya, bawel."
"Sekarang kamu mandi gih. Badan kamu bau asem," ledek Meilani sambil menutup hidungnya.
"Mana ada. Aku tu pakai parfum Paris. Wanginya awet tahan lama meski seharian beraktivitas."
Meilani terkekeh mendengarnya. "Kamu pantesnya ngelamar jadi bintang iklan."
Di tempat lain, Berlian sedang bersedih memikirkan putrinya yang tidak pulang-pulang. "Ma, sudahlah! Biarkan Kristal menjalani kehidupan yang dia mau," ucap Jaden pada istrinya.
"Papa ini nggak ada khawatir-khawatirnya sama anak," protes Berlian.
"Tentu saja papa khawatir. Tapi siapa tahu setelah dia menjalani kehidupan di luar, anak itu bisa berubah. Bukankah mama tahu kalau anak kita itu terlalu kita manjakan."
"Tapi tetap saja mama tidak terbiasa hidup tanpa anak mama yang satu itu. Dia sudah makan apa belum, dia tinggal di mana sekarang?" Berlian meneteskan air matanya.
Jaden memeluk istrinya. "Bukankah dia membawa dompet. Papa yakin dia tidak akan kelaparan."
Berlian mengurai pelukan suaminya lalu berjalan untuk mengambil sesuatu di dalam laci. "Dia meninggalkan dompet dan handphonenya." Berlian menunjukkan dompet dan handphone milik putrinya.
Jaden memeriksa isi dompet Kristal. Dia melihat ATM milik putrinya itu tidak dibawa. Namun, isi dompet itu kosong. Artinya dia hanya mengambil uang cash dalam dompetnya.
"Papa yakin dia bisa menemukan solusi di setiap kesulitan yang dia alami."
"Mama harap begitu." Sebagai seorang ibu, Berlian hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya.
Keesokan harinya Kristal kembali bekerja di restoran. Namun, sebelum bekerja Meilani mengajak Kristal membeli makanan di warung makan yang buka pagi itu.
"Terima kasih, Lani. Aku akan membalas semua kebaikan kamu suatu hari nanti," kata Kristal dengan sungguh-sungguh.
"Santai aja kali. Harga makanan ini juga nggak seberapa. Yang penting kamu nggak pingsan lagi saat bekerja," jawab Meilani.
Setelah itu, kedua gadis itu berjalan menuju ke restoran tempat mereka bekerja.
"Selamat pagi, Pak," sapa Kristal pada Gilang yang barusan lewat di depannya.
"Pagi, Nara. Kamu tidak bersama Meilani?" Tanya Gilang.
"Bapak ini yang ditanya Meilani Mulu. Padahal saya yang berdiri di sini," gurau Kristal membuat Gilang terkekeh. Seseorang tidak suka melihat kedekatan mereka.
"Pagi," sapa Ruli yang baru datang.
"Saya ke belakang dulu, Pak," pamit Kristal pada Gilang. Namun, Ruli memanggilnya.
"Eh, mau ke mana kamu?" Ruli menunjuk Kristal.
"Saya punya nama, Pak," protes gadis itu.
"Saya tidak biasa memanggil nama gadis kampungan seperti kamu," bantahnya.
Kristal berjalan mendekat ke arah Ruli. "Mulai sekarang anda harus terbiasa memanggil nama saya. NARA." Kristal menegaskan nama panggilannya.
"Menjauhlah dariku! Bau badanmu akan membuatku mual." Ruli menutup hidungnya karena merasa jijik saat Kristal mendekat padanya.
"Sialan laki-laki ini. Biar aku kasih tahu kamu, aku ini pakai parfum mahal, bren*gsek," umpat Kristal dalam hatinya.
"Kalau begitu saya permisi, Pak." Kristal berjalan berlawanan arah dan sengaja menabrakkan diri agar Ruli mencium wangi parfum yang dia pakai. "Maaf." Kristal berjalan dengan angkuh meninggalkan Ruli.
"Wangi parfumnya tidak biasa," batin Ruli.
"Gilang, kamu ajari pegawai baru itu mengenai sopan santun pada atasannya."
"Baik, Pak."
Setelah itu, Gilang berjalan mengikuti Ruli ke ruangannya. "Bagaimana penjualan restoran kita Minggu ini?" Tanya Ruli pada bawahannya itu.
"Minggu ini agak menurun, Pak," lapor Gilang.
"Bagaimana bisa?" Tanya Ruli.
"Menurut pantauan kami, banyak restoran pesaing kita yang membuka delivery order, Pak."
"Ikuti cara mereka. Bukankah ada bagusnya jika kita berinovasi?"
"Apa kita harus merekrut pegawai baru lagi, Pak? Untuk menjadi tukang delivery order." Tanya Gilang.
"Tidak perlu. Jika pelanggan yang masuk ke restoran sedikit bukankah kita kelebihan pelayan? Suruh saja pegawai baru itu menjadi driver delivery order di restoran kita!"
"Apa bapak tidak salah? Tidakkah sebaiknya kita memakai jasa karyawan laki-laki, Pak?" Tolak Gilang.
"Jangan meremehkan kemampuan perempuan, Gilang. Bukankah sebaiknya kita mencoba dulu? Perintahkan sekarang juga gadis itu untuk menghadap saya!"
"Baik, Pak."
Gilang pun berjalan untuk memanggil Kristal. "Nara, Pak Ruli ingin bertemu denganmu."
"Saya, Pak?" Gilang menganggukkan kepalanya.
"Ada apa ya, Pak? Sepertinya saya tidak melakukan kesalahan hari ini." Kristal mencoba memutar ingatannya kembali.
"Temui saja dulu!" Perintah Gilang dengan nada bicara yang sangat lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Mazree Gati
jgn sampai berjodoh sama ruli,,klo ya langsung end
2024-06-30
0
Iing Panru
lanjut thor
2023-06-19
0
Heru Dwiyantono
ok
rehat dulu ngantuk
2022-12-10
1