Bab.2

Perlahan mata Milda terbuka, dia menggedarkan pandangan ke segala arah. Semua terlihat begitu asing dalam penglihatannya. Terakhir kali dia ingat sedang berdebat hebat dengan suaminya dan setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi.

Setelah beberapa saat pintu ruangan itu terbuka. Seorang wanita berjas putih datang dan langsung menghampiri Milda. "Syukurlah kamu sudah sadar Mil?"

Melihat kedatangan sahabatnya Rania, Milda sadar jika sekarang dirinya berada di rumah sakit di mana Rania bekerja sebagai dokter spesialis kandungan. "Ran, kenapa aku bisa di sini?"

Rania tersenyum lalu menepuk pelan punggung tangan sang sahabat. "Tadi kamu pingsan dan Devan langsung membawa Kamu ke sini. Selamat ya, Mil, sekarang kamu sedang hamil."

"Ha-hamil?" Tanya Milda terbata.

Saat Milda ingin mengakhiri pernikahannya, dia malah hamil. Dirinya bahkan tidak tahu harus senang atau sedih karena hamil di saat yang tidak tepat.

"Iya, Mil. Kok kamu malah murung? Sudah dua tahun loh kamu menunggu, sekarang kamu hamil, apa ada masalah?" Tanya Rania penasaran. Tadinya dia berpikir sahabatnya itu akan berteriak kesenangan tetapi ternyata, tidak.

Milda menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia menangis sesenggukan, hal itu membuat Rania menjadi bingung sekaligus khawatir.

"Mil, kamu kenapa sih, apa ada masalah, tadi juga saat aku memberi tahu Devan, dia langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Apa kalian sedang bertengkar?" Selidik Rania.

Dengan mata yang masih basah karena air mata, Milda menatap sang sahabat. Dia benar-benar sudah tidak sanggup tapi kenyataan malah memaksanya untuk tetap tinggal. Haruskah dia menceritakan semua masalahnya kepada Rania?

Sepertinya Milda ragu untuk menceritakan apa yang sedang dialaminya. Tetapi jika bukan kepada Rania, siapa lagi? Dia hanyalah seorang anak yatim piatu, sebatang kara. Mertuanya pun di luar kota. "Ran, bagaimana bisa aku hamil di saat rumah tanggaku hancur, aku ingin bercerai."

Rania tampak terkejut, sudah dia duga pasti ada masalah tatapi dia tidak menyangka jika masalahnya sampai mengarah ke perceraian.

"Mil, kamu serius? Minggu lalu kita bertemu dan hubungan kalian baik-baik saja."

"Apa aku pernah bercanda dengan wajah serius seperti ini? Ran, ternyata dugaanku benar, beberapa bulan ini dia sibuk bukan karena pekerjaan tapi karena dia ... dia punya wanita lain."

"Apa!"

Rania sampai berdiri dari posisi duduknya saat mendengar penuturan Milda. Ternyata hubungan yang terlihat begitu harmonis tidak menjadi jaminan sebuah kesetiaan. "Jadi si Devan selingkuh?" Tanya Rania.

Perlahan Milda menganggukkan kepalanya. "Aku mengikutinya kemarin pagi dan aku memergokinya sedang memeluk wanita lain di sebuah rumah. Yang paling membuat sakit, Devan ingin menikahi wanita itu, Ran. Aku mau bercerai tapi dengan kondisiku sekarang, pasti tidak mungkin."

Perceraian adalah jalan akhir ketika masalah rumah tangga tidak lagi bisa diperbaiki. Apalagi Millda yang sejatinya hanya wanita biasa, tentu saja tidak mau berbagi suami dengan wanita lain.

Namun jika sudah seperti ini, apa yang bisa dia lakukan kecuali bertahan dalam hubungan pernikahan yang sudah tidak utuh lagi. Milda mulai berpikir setelah hari itu, bagaimana caranya dia melalui setiap harinya bersama Devan dan juga wanita itu.

Rania kembali terduduk lemas di samping brankar rumah sakit, menatap sang sahabat yang sedang dirundung kesedihan. "Astaga Mil. Kenapa rumah tangga kamu menjadi seperti ini. Kenapa kamu baru memberitahu aku? Tahu seperti ini sudah kucaci-maki suami buayamu itu."

"Aku terlalu kacau kemarin, apalagi malam tadi kami bertengkar hebat. Jika memang aku tidak bisa bercerai dengannya, setidaknya selama sembilan bulan aku harus bertahan dan setelah itu aku akan bercerai."

"Mil, apa kamu tidak mencintainya lagi?"

Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Rania. Dia tahu bagaimana cintanya Milda kepada Devan selama ini.

Milda terdiam sejenak. Jika ditanya cinta tentu saja masih, walau bagaimanapun mereka sudah bersama selama dua tahun. Namun jika untuk diduakan Milda memilih mundur sebelum mati karena rasa sakit hatinya sendiri.

"Cinta juga tidak ada gunanya lagi, Ran. Dia lebih memilih seorang wanita dari masalalunya ketimbang aku yang mendampingi dia dari awal hingga mempunyai perusahaan sebesar sekarang."

"Sudahlah, kamu istirahat dulu, keadaan mu belum stabil. Kalau sampai nanti sore Devan tidak datang, aku yang akan menemani kamu malam ini."

****

Sekitar pukul tujuh malam, Devan sampai di rumah selingkuhannya. Entah mengapa setelah mengetahui kehamilan Milda, tiba-tiba kepalanya merasa pusing dan pikirannya kacau.

Pandangan Devan kembali tertuju kepada wanita yang saat itu sedang melangkah ke arahnya sambil membawa secangkir kopi. Wanita itu bernama Soraya, seorang manager personalia di perusahaan Devan. Karena sering bertemu akhirnya mereka saling jatuh cinta.

Soraya meletakkan cangkir kopi itu lalu duduk di samping Devan. "Sayang kamu kenapa sih, sejak datang tadi mukanya di tekuk terus. Sudahlah, ceraikan saja Milda dan menikah denganku."

Devan menoleh menatap sang kekasih yang selalu saja berpenampilan menggoda di hadapannya. "Soraya, aku tidak bisa menceraikannya, karena dia adalah wanita yang sudah menemani aku dari nol dan saat ini ... dia sedang hamil," ucap Devan lirih.

Sontak Soraya langsung berdiri dari posisi duduknya. Dia berpikir sebentar lagi akan menjadi nyonya besar namun ternyata khayalannya terlalu tinggi. "Apa! Kenapa bisa dia hamil? Kamu sudah janji tidak akan tidur dengannya sejak lima bulan yang lalu."

Devan berdiri dan meraih tangan Soraya. "Raya sayang, Aku juga laki-laki biasa. Dia adalah istriku, tidak mungkin selama lima bulan aku tidak berhubungan dengannya. Aku harap kamu mengerti."

"Terus aku bagaimana? Kamu sudah berjanji akan menikah denganku jika suatu saat Milda mengetahui hubungan kita. Sekarang dia sudah tau, kamu tinggal menceraikan dia saja, tapi apa? kamu malah membuat dia hamil," omel Soraya.

Soraya berbalik, melangkah menaiki tangga menuju lantai dua. Cinta memang bukan sebuah kesalahan, tetapi tidak dengan cinta yang hadir di atas pernikahan orang lain. Sikap Soraya begitu egois karena tidak menyadari posisinya sebagai perusak rumah tangga orang lain.

Devan bergerak cepat, menyusul Soraya yang sudah masuk kedalam kamar. Seolah dilanda dilema, Devan terus berpikir apa yang harus dia lakukan agar bisa mempertahankan keduanya. Devan menghampiri Soraya dan langsung memeluknya dari belakang.

"Soraya kita akan tetap menikah, dengan atau tanpa restu dari Milda dan keluargaku," bisik Devan sambil memeluk Soraya.

Akhirnya kata itu terucap juga. Soraya berbalik menatap Devan dengan raut wajah sumringah.

"Benar ya, kamu tidak bohong lagi? Kita sudah melewati banyak hal bersama, dan jika aku menjadi istrimu aku akan membuat kamu lebih puas lagi."

Sekujur tubuh Devan meremang saat Soraya menyentuh bagian dadanya. "Soraya, kamu memang paling bisa membuatku betah berlama-lama disini. Bolehkah kita bermain sebentar?"

Bersambung 💕

Terpopuler

Comments

Dewa Dewi

Dewa Dewi

dasar laki ga tau diri 🤬🤬🤬🤬

2023-03-21

0

Putri Minwa

Putri Minwa

jahat banget ya

2023-03-10

0

Patrish

Patrish

lha wong edan....

2023-03-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!