Bab.4

"Ternyata Kak Dewa masih peduli dengan wanita yang dulu menjadi cinta pertama Kakak, benarkan?"

Langkah Dewa terhenti seketika saat mendengar ucapan sang adik. Padahal dia tidak pernah mengatakan hal itu kepada siapapun termaksud Rania. "Hey bocah, kamu tau dari mana, Milda cerita kalau aku pernah menyatakan perasaan kepadanya?" Selidik Dewa.

"Oh, jadi sudah pernah dinyatakan? bukan Milda yang memberitahuku, tapi buku harian Kakak. Kakak Dewa ternyata memperhatikan secara diam-diam ya, dasar sok kalem." Rania segera melangkah cepat meninggalkan sang Kakak yang masih berdiri di tempatnya.

"Rania, awas saja kamu!" Teriak Dewa, namun tidak di gubris oleh sang adik.

Dia terdiam sebentar, memikirkan satu nama yang sempat membuatnya trauma karena ditolak.

"Huuft, itu hanya masa lalu, sekarang dia sudah punya hidup sendiri." Dewa bergumam.

Tak ingin terus bergelut dengan pikirannya sendiri, Dewa melanjutkan langkahnya menghampiri sang adik yang sudah menunggu di dalam mobil.

****

Sesampainya di lobi kantor, Devan terkejut karena tiba-tiba saja Soraya menghambur dan memeluknya. Tentu saja semua padangan orang-orang tertuju kepada mereka. Devan pun bergerak cepat melepaskan pelukan itu dan menarik Soraya pergi.

Di dalam ruang kerjanya, Devan melepaskan genggaman tangannya lalu menatap sang kekasih tajam. "Soraya, kenapa kamu memelukku di depan mereka, apa kamu tidak takut mereka tahu tentang hubungan kita?" Oceh Devan marah.

Dengan santai, Soraya duduk lalu tersenyum kepada Devan. "Untuk apa aku takut, kita sebentar lagi akan menikah. Lagi pula gosip tentang hubungan kita sudah lama tersebar. Sudah santai saja, biarkan mereka tahu."

"Imageku sebagai pemimpin perusahaan bisa hancur, jangan kamu ulangi lagi. Kita akan segera menikah, dan setelah itu kamu tidak perlu bekerja lagi, aku akan membiayai hidupmu sepenuhnya."

Devan menjawab, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa seraya memijat kening yang tiba-tiba terasa pening.

Soraya mendekat dan langsung bersandar di pundak Devan. "Maaf, ya, sayang, aku hanya terlalu bahagia karena sebentar lagi kita akan menikah. Mulai hari ini aku akan menuruti semua ucapanmu, aku juga akan segera resign," kata Soraya dengan suara manja.

Tanpa mengatakan apapun Devan langsung memeluk Soraya. Begitu jauh dia terjatuh hingga kehilangan arah, dia tidak lagi ingat apa yang telah di ucapkan saat pertama kali mengucapkan janji suci untuk menghalalkan Milda waktu itu.

Kini di hati dan pikirannya, hanya ada Soraya. Wanita cantik dan seksi yang selalu berhasil memuaskan hasratnya sebagai seorang pria. Bukan berarti Milda tidak bisa melakukan hal tersebut tetapi di dunia ini, ada saja pria yang tidak cukup dengan satu wanita.

Istilah pelakor pun kini bukan lagi hal yang tabu. Begitu banyak wanita seperti Soraya yang bukannya mencari pria single tetapi malam menggoda Pria beristri. Mungkin bagi wanita seperti Soraya hal semacam itu adalah sebuah tantangan tersendiri.

****

Mobil yang kendarai Rania sampai di halaman rumah mewah milik keluarganya. Terlihat sang Ayah yang duduk di kursi roda sudah menunggu di teras rumah. Tanpa membuang waktu, Dewa pun segera turun dan menghambur memeluk sang Ayah.

"Aku pulang, Ayah," ucap Dewa sambil memeluk ayahnya.

"Selamat datang kembali, ayah akan pastikan kali ini kamu tidak pergi lagi. Kamu harus meneruskan perusahaan keluarga." Ayah terlihat begitu terharu, karena putra semata wayangnya sudah kembali ke tanah air.

Dewa pergi begitu lama untuk mengejar pendidikan sampai S2, saat beberapa perusahaan besar di London menawarinya pekerjaan, dia memilih pulang untuk mengabdikan diri sebagai penerus keluarga.

"Puas-puasin deh, kangen-kangenannya. Rania mau balik ke rumah sakit lagi ya, Yah, Kak." Rania mecium tangan sang ayah lalu beralih ke sang kakak.

Ayah menengadah menatap sang putri yang selalu saja sibuk akhir-akhir ini.

"Kamu tidak mau tinggal makan siang dulu, Bibi sudah masak banyak hari ini," ucap ayahnya.

"Rania ada jadwal operasi satu jam lagi, Yah. Besok hari minggu aku akan datang lagi," jawab Rania, lali dia segera berbalik dan melangkah masuk ke dalam mobil.

Ayah dan Dewa hanya bisa memandangi kepergian Rania. Terkadang mereka tidak menyangka gadis kecil yang dulu begitu manja dan tidak bisa apa-apa gini seorang dokter yang hebat dan sangat sibuk.

***

Di sebuah unit apartemen, Milda duduk di balkon utama sambil memandangi gedung-gedung pencakar langit di hadapannya. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, hidupnya terasa begitu kosong, hampa, semu seolah tak bernyawa.

Perlahan dia mengusap perutnya yang masih nampak rata. Tetesan air mata kembali membasahi wajah putih pucat itu.

"Nak, kamu harus kuat di dalam sana, meski tanpa Papa, Mama akan berjuang untuk membesarkan kamu." Milda berkata lirih.

Seumpama kain putih yang sudah terkena noda tentu saja akan meninggalkan bekas yang tidak bisa dibersihkan. Begitu juga dengan perselingkuhan yang dilakukan Devan, membuat Milda berpikir tidak ada lagi jalan lain selain perceraian.

Pernikahan yang sudah diwarnai penghianatan, tentu saja bukan lagi pernikahan yang sehat. Ya, rumah tangga mereka sekarang sudah dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, bahkan terlalu hancur untuk diperbaiki.

Setelah larut dalam kesedihan beberapa saat, tiba-tiba saja Milda mengingat wanita bernama Soraya, dia telah merebut suaminya dia merasa harus bicara dengan wanita itu. Tanpa pikir panjang Milda segera melangkah ke kamar untuk mengambil tas dan sweaternya.

Karena sekarang sudah pukul lima sore, dia yakin wanita itu pasti sudah pulang ke rumah dan berharap ketika sampai di sana suaminya tidak ada.

Entah apa yang akan Milda bicarakan nanti, yang pasti saat itu, dia benar-benar ingin kembali menemui wanita itu karena beberapa hari yang lalu, dia bahkan tidak sempat bertanya apapun karena terlalu sakit hati.

***

Taksi yang membawa Milda berhenti di depan rumah Soraya. Setelah membayar ongkos taksi, Milda segera turun dan langsung melangkah menuju teras rumah dengan desain minimalis tersebut.

Sebelum memencet bel, Milda mencoba untuk mengatur nafas agar bisa mengendalikan emosinya. Di saat seperti itu, dia harus bersikap lebih tenang, meskipun ingin sekali menampar dan juga berteriak kepada wanita itu.

Setelah beberapa kali memencet bel, akhirnya pintu itu terbuka. Soraya tampak terkejut karena kedatangan tamu yang tidak disangka-sangka.

"Untuk apa kami kesini?" Tanya Soraya setenang mungkin. Namun Milda langsung menerobos masuk sebelum Soraya mempersilahkannya masuk.

"Wah, rumah ini sangat bagus, furniturnya juga sangat mewah," kata Milda sambil memerhatikan seluruh ruangan.

"Apa semua ini adalah hasil kerja kerasmu menggoda suamiku?" Tanya Milda, suaranya datar meski hatinya bergemuruh.

Tangan Soraya terkepal, dia terlihat tidak suka dengan cara Milda memandang dan menatap dirinya.

"Aku tidak pernah menggoda suamimu, tapi kami saling jatuh cinta begitu saja," jawab Soraya, yang tidak kalah menghujam.

"Munafik, cinta macam apa yang hadir di dalam pernikahan orang lain, hah?" Tanya Milda sambil menahan air mata yang hampir lirih dari kedua matanya.

***

Terpopuler

Comments

Yunia Afida

Yunia Afida

aku tinggal nunggu si devan bangkrut terus nyesel udah nyia-nyiain milda

2022-11-04

1

manda_

manda_

lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu ayo imelda kamu wanita kuat pasti bisa hidup tampa suami macem devan semoga aja nanti devan bangrut mana ada ulet bulu yg mau kl devan udah gak punya apa2

2022-11-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!