Stefan terus mengendong Briel menuju tempat permainan tapi saat ada di pertengahan jalan Briel menghentikan langkahnya.
"Papi papi." pangil Briel yang berada di gendongannya.
"Iya sayang, ada apa hmm?" tanya Stefan.
"Katanya kita mau cari singa."
"Iya ini kita lagi cari singa. Sebelum dapat singanya Briel mau gak beli mainan yang lain?" tanya Stefan berusaha untuk mengalihkan kemauan anaknya.
Bukannya tidak mau membelikan apa yang Briel mau, tapi Vano bingung dengan kemauan Briel yang sekarang.
"Gak mau papi, Bliel maunya singa titik gak pakai koma." jawab Briel tanpa mau di bantah.
"Iya nanti kita cari boneka singa yang kamu maksud ya."
"Kok boneka lagi sih. Biel itu maunya singa, SINGA." Briel menegaskan apa yang dia mau.
Stefan pusing dengan apa yang anaknya mau. Kalau Briel bukan putrinya sudah pasti Stefan tidak akan mau capek capek keliling mall hanya untuk mencari apa yang Briel inginkan.
"Iya iya singa. Ya udah sekarang gini Briel kasih tau papi gimana bentuk singa yang Briel mau?" tanya Stefan, dia berdoa dalam hati semoga saja Briel bisa menjelaskan apa kemauannya.
"Eeemmm..." Briel berfikir dan melihat lihat keadaan sekitar, pandangannya tertuju pada sebuah televisi yang ada di sebuah toko mainan yang tengah menampilkan film berbagai macam hewan.
"Itu pi itu." Teriak Briel sambil menunjuk ke arah televisi.
Stefan mengikuti ke arah mana telunjuk jari Briel menunjuk. Vano bingung, Briel menunjuk sebuah televisi sedangkan di rumahnya saja sudah ada beberapa buah televisi baik yang berukuran besar sampai yang ada di kamar pembantu di rumahnya tersedia televisi. Tapi ini kenapa anaknya mau membeli televisi yang kecil begitu, di dalam kamarnya saja sudah ada televisi.
"Briel mau beli televisi?" tanya Vano.
"Kok televisi sih, bukan televisi papi tapi itu yang ada di dalam televisi yang lali lali itu." tunjuk Briel lagi.
"Oooh singa." jawab Vano santai.
"Iya papi kan dali tadi Bliel juga udah bilang, Briel mau singa."
Tunggu apa tadi singa, jangan bilang kalau...
"Briel mau boneka singa kan." tanya Stefan lagi memastikan kalau yang di mau anaknya itu adalah boneka tiruan singa.
"PAPI Bliel mau nya singa, SINGA.. ARRRWW.... ARRRWWW." Kesal Briel sambil memeragakan tingkah sinyal yang meraum.
"Jangan bilang singa yang kamu maksud itu singa hewan yang masih hidup."
Mendengar ucapan papinya Briel menganggukkan kepalanya dengan tersenyum yang amat mengemaskan.
Stefan melongo di buatnya, dia menatap kearah anak buahnya yang sedari tadi mengikutinya di belakang, orang yang di lihatnya hanya menampilkan wajah datar.
Stefan heran kenapa sifat anaknya bisa kayak gini.
"Briel kenapa kamu nurunin sifat papi sih, kenapa gak nurunin sifat mami kamu aja yang lemah lembut dan manja." keluh Stefan dalam hati.
"Tapi kan kamu masih kecil sayang." Stefan berusaha bernegosiasi dengan anaknya.
"Aku udah besal papi, aku udah sekolah."
"Tapi tetap saja papi khawatir kalau kamu peliharaan singa."
"Singa itu baik loh Pi." jawab Briel.
"Dari mana kamu tahu?" tanya Stefan saat mendengar ucapan anaknya.
"Aku pernah lihat kartun ada anak yang main sama singa telus singanya di peluk peluk."
Astaga.
Stefan tidak habis pikir dengan perkataan anaknya, bagaimana bisa kartun di samakan dengan manusia.pikirnya.
"Kan itu kartu sayang, mana sama dengan manusia." ucap Stefan.
"Sama Pi..."
"Pokoknya Bliel mau Singa, kalau gak di beliin Bliel ngambek sama papi titik." ucap Briel sambil mengerucutkan bibirnya dan tangan yang bersindekap di dadanya.
"Iya iya nanti papi beliin." putus Stefan.
Stefan gak bakal bisa menang bisa bersaing dengan anaknya. Pasti ada saja alasan yang anaknya buat agar semua kemauannya di turuti.
"Horlee.. Papi Bliel baik." Teriak senang Briel.
Cup
Briel mengecup pipi Stefan yang sebelah kanan.
"Kok cuma satu, yang sebelah kiri iri loh."
Cup
Briel mengecup pipi yang sebelah kiri.
Cup cup cup cup
Stefan sudah tidak tahan lagi agar tidak menciumi pipi Briel yang tembem ini.
"Ya udah sekarang kita cari makan ya, kamu belum makan siang."
"Iya papi ganteng."
Stefan yang mendengar itu hanya tersenyum manis.
Sampai di sebuah cafe yang ada di mall Stefan mendudukkan Briel di sampingnya dan segera memesankan makanan untuknya dan Briel.
"Halo king!" sapa orang yang Stefan telefon.
"Bawa anak singa yang di kandang ke masion dan siapkan tempatnya juga." ucap Stefan dan segera mematikan sambungan telefon tanpa menunggu jawaban orang yang di sebrang.
"Nanti kita pulang singanya udah ada di lumah kan Pi?" tanya Briel tidak sabar.
"Besok ya sayang kan rumah singanya belum buat, nanti selesai dari sini Briel harus bobo kalau gak bobo gak jadi papi beliin singa nanti." ucap Vano dengan lembut.
"Baik papi." jawab Briel patuh.
Makanan mereka datang, dengan telaten Stefan memotongkan stik daging punya Briel agar memudahkan Briel saat memakannya.
...**...
Becca tengah tiduran di atas kasur yang berukuran sedang di kamarnya sambil memainkan handphone.
Ting
Ada pesan masuk, Becca segera membuka dan membaca isi dari pesan itu.
"Demi apa, demi apa, gw di terima kerja dan jadi sekertaris di Cassano company." ucap Becca senang dan segera bangun dari posisi tidurannya.
"Yes, akhirnya dapat kerjaan juga." senang Becca.
"Gw harus siapin baju yang bagus nih buat besok." beranjak menuju lemari dan memilih pakaian yang akan dia kenakan besok saat bekerja.
"Eemmm... terlalu terbuka."
"Ini kebesaran."
"Warnanya terlalu mencolok."
Dan lain sebagainya, Becca terus mencoba semua pakaian yang ada di lemari nya dan melemparkannya ke ranjang jika itu gak cocok.
"Masak dari sekian pakaian yang gw punya cuma segini yang cocok." ucap Becca memegangi beberapa stel pakaian.
"Masak iya gw harus beli dulu sih." pikir Becca.
"Besok aja lah pulang kerja langsung ke mall."
Ceklek
"Astaga." Teriak orang yang membuka pintu.
"Lo bisa gak sih kalau mau masuk kamar orang itu ketuk pintu dulu, bikin orang jantung aja."omel Becca pada Pricilla.
"Ya maap, habis udah kebiasaan main nyelonong jadi ya gini."
"Lagian ini lo ngapain sih, pakaian sampai di keluarin kayak gini." ucap Pricilla sambil mengambil pakaian Becca yang jatuh ke lantai.
"Gw itu lagi pilih baju buat kerja besok."
"Lo udah dapat kerjaan?"
"Ya udah lah, perusahaan mana sih yang bisa menolak Rebecca Carolline wanita cantik, pintar, baik hati dan tidak sombong ini." pede Becca.
"Iya dah seterah Lo."
"Terserah keles." Becca membenarkan ucapan Pricilla.
"Serah gw lah, mulut mulut gw napa lo yang sewot." ucap Pricilla dan berlalu pergi keluar dari kamar Becca.
"Ehh lo mau kemana?" teriak Becca.
"Kembali ke kamar lah."
"Gak mau bantuin gw beres beres apa?"
"Ogah."
"Iisss .."
Becca pun membereskan pakaian yang berhamburan di kamarnya setelah itu dia gosok gigi dan pergi tidur.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 268 Episodes
Comments
🎤🎶 Erick Erlangga 🎶🎧
lanjut 👍
2022-12-30
3