KEPUTUSAN BERAT

Asna pun yang melihat raut wajah suaminya dari pantulan kaca, langsung memutar kursinya untuk saling berhadapan.

“Hmm, pantas meminta pulang cepat.”

Arkan terkekeh, habisnya wanita itu jika tidak diberitahu pasti akan kembali pulang larut dan tak ingat dengan waktu yang tersisa jika di rumah pun rindu padanya.

“Cup! Cup! Cup!” Arkan mengecup wajah Asna yang sudah menjadi candu untuknya. Ia sangat gemas dan begitu mencintainya. Rasanya tidak ingin melewatkan momen berdua bersamanya.

“Bundaa,” teriak Imel tak sengaja melihat kedua orang tuanya sedang berdekatan.

Seketika Asna langsung mendorong tubuh Arkan dan melirik ke arah Imel.

Lagi-lagi Arkan tak selalu melihat tempat. Untung saja bukan adegan dewasa dan pria itu hanya menghabisi wajahnya, tetapi Asna khawatir mata Imel telah terkontaminasi dengan apa yang dilihatnya.

“Ups, maaf, Bunda, Imel nggak tahu kalo ada Abi juga.” Imel menggigit bibir bawahnya ragu. Ia kikuk menatap kedua orang tuanya yang saling melirik karena kedatangan Imel.

“Nggak apa, Sayang. Ada apa cari Bunda?”

Kini Asna sudah menghampiri Imel yang tak mau bergerak. Ia memberi rengkuhan juga sentuhan agar tidak merasa bersalah.

“Imel mau nagih pesanan Imel,” kekeh Imel sebagaimana usianya yang polos nan manja.

Asna memukul keningnya pelan. Ia hampir lupa jika ingin memberikan pesanan Imel, tetapi karena mendapat sambutan hangat dari Arkan membuatnya sedikit lupa dan entah disimpan di mana oleh Arkan tadi.

“Ini, Nak, maaf, ya.” Arkan sudah lebih dulu memberikannya dengan senyum yang merekah.

“Oh iya, setelah Isya nanti kamu bersiap, ya. Abi mau ajak kamu dan Bunda keluar.”

Mata Imel sumringah mendengar penuturan Abinya. Mimik wajah yang awalnya ragu kini kedua sudut bibirnya merekah lebar dan langsung menerima bingkisan yang berada di tangan abinya.

Saat itu pula, Imel berlari dan Asna menggeleng melihat sikap putrinya yang menggemaskan, lalu melirik wajah Arkan seolah membalas senyumannya.

“Sudah ah, aku mau bebersih. Bahaya dekat kamu, Mas!” Asna melenggang pergi tanpa memedulikan suaminya.

Begitulah kebiasaan Arkan jika sudah bertemu Asna seolah pria itu lupa, akan masalahnya dan tak pernah menunjukkan kemarahannya selain diam.

Waktu semakin berjalan dan Arkan menepati janjinya membawa kedua wanita yang ia jaga selama ini. Asna dan Imel sudah tampil cantik memukau membuat pandangan Arkan tak ingin lepas darinya.

Imel yang begitu antusias, berceloteh sedari tadi dan Arkan tak ada bosannya untuk menjawab. Asna pun ikut senang merasakan kebahagiaan yang belum sirna dan ia hanya mengikuti langkah suaminya pergi.

Sesampainya pun Asna belum mampu berkata. Entah di mana dia sekarang, tetapi tampaknya sepi tidak ada kendaraan yang parkir menemani mobil Arkan yang baru saja datang.

“Abi ko sepi banget?”

Perkataan Imel cukup mewakili rasa penasaran Asna dan Arkan hanya memberi senyum sembari menggandeng lengan Asna dan Imel di tangan kanan kirinya.

Asna tertegun. Setelah memiliki Imel, memang rasa sayang Arkan tak pernah berubah bahkan pria itu bisa membagi rasa sayangnya sesuai porsi. Dia juga sangat menyayangi Imel tanpa lagi harus mengingat siapa Imel sesungguhnya.

Saat hendak memasuki, keadaan ruangan begitu gelap, tetapi saat kaki melangkah seketika lilin yang berada di sekitar langsung menyala seolah menyambut kedatangannya dengan romantis.

Asna terharu. Netranya mengedar ke seluruh ruangan dan terlihat banyak bunga mawar serta lilin yang menyala di meja makannya.

“Silakan duduk bidadari-bidadarinya Abi.” Kini Arkan sudah menaiki Imel ke atas kursinya.

Beruntungnya, ia menjadi paling tampan di antara kedua wanita di hadapannya. Tidak merasa tersaingi dan jelas tampannya hanya Arkan seorang.

“Abi siapkan ini semua untuk kalian.” Arkan memberitahu dengan bibir yang mengembang.

“Dan ini untuk istri salihahnya Abi.”

Pria itu memberikan bunga segar kepada Asna di hadapan Imel. Anak usia itu ikut tersenyum dan merasakan bagaimana sikap romantis abinya pada sang bunda.

Sudah jelas jika Asna pun pasti akan merasakan hal yang sama, begitu ketara saat ini wanita itu sedang ternganga melihat bunga, di hadapan yang belum juga diambil dari tangannya.

“Hmm, spechless aku, Mas. Terima kasih.”

Asna mengambil bunga itu dan langsung mendapat kecupan dari suaminya, lalu bergantian Imel yang mengecupnya.

Ah, keduanya begitu kompak seolah saling bekerjasama melakukan hal ini. Namun, ia tak peduli dan malam ini cukup berkesan untuknya.

Makan malam pun tercipta sangat indah, menambah kenangan dalam memori Asna. Canda dan tawa tak mengurangi kebahagiaan mereka, Arkan begitu memerhatikan dirinya juga Imel, memastikan semua perutnya terisi dengan kenyang.

Malam semakin larut, ketiganya pulang dan terlihat Imel sudah tergeletak di jok belakang dengan terbaring. Kelakuan anak kecil jika sudah kenyang, akan mudah sekali untuk tertidur.

Kini hanya dua insan yang menjaga Imel di tengah keheningan juga jalanan yang sepi, seolah semakin menambah rasa kikuk pasangan tersebut.

“Mas, bagaimana dengan tawaran Asna kemarin. Mas nggak mencoba untuk melupakannya, kan?” Asna langsung bertanya tanpa basa-basi.

Sejak tadi ia hendak bertanya dan mencari momen yang pas dan dilihatnya Imel sudah tertidur sehingga memberanikan diri untuk berbicara. Ia tidak ingin adanya acara tadi justru membuat hati Asna berubah pikiran.

Arkan tersentak mendengar kalimat istrinya yang baru saja merasakan momen bahagia bersama. Padahal belum sampai rumah dan dia sudah kembali bertanya yang menjadi masalah besar dalam rumah tangganya.

“Dik, kamu yakin ingin melakukan itu sama Mas?” Kini, Arkan tak emosi. Ia menimpali ucapan Asna penuh kelembutan.

“Asna ‘kan sudah mengatakan berulang kali jika Asna ikhlas, Mas. Bahkan, Asna sendiri yang meminta.” Asna membenarkan posisi duduknya untuk menghadap Arkan.

“Betulkah rasa ikhlasmu itu dari hati, Dik? Bukan dari mulut semata. Pasalnya, tidak ada wanita yang ingin dimadu begitu saja.” Arkan kembali meyakinkan.

Ia tidak ingin Asna salah niat dan menyakiti dirinya sendiri. Terlebih air mata membendung di mata pria itu, merasa takut menyakiti batin istri yang ia cintai kelak.

Apalagi rasa sayang Arka begitu besar dan tahu betul bagaimana sikap Asna yang selalu melayani, merawat suaminya sepenuh hati. Tidak mengenal lelah dan hormat padanya. Namun, rasa ikhlas yang dilontarkan Asna tak percaya jika datang dari hatinya.

Asna terdiam, tenggorokannya tercekat mendengar kalimat Arkan yang mencolos dalam detak jantungnya. Entah harus bersikap apa lagi agar suaminya itu percaya. Memang kenyataannya tidak ada wanita yang ingin dimadu. Tapi keputusan Asna sudah bulat, ia tak lagi ragu meminta pada suaminya itu untuk kebahagiaannya setelah Asna pergi nanti.

“Lihat mataku, Mas! Apa keyakinanku tak cukup membuatmu percaya. Aku ikhlas lillahi ta’ala,” tegas Asna tanpa air mata dan begitu tegas mengucapkan satu kali napas tanpa bergetar.

“Berarti kamu siap menerima keputusan Mas, Dik?” Arkan menoleh melirik istrinya di samping, mengusap air yang sudah jatuh di pipinya entah dari kapan, sementara Asna sendiri seolah tegar sedikitpun, tak mengeluarkan air mata.

TBC.

Terpopuler

Comments

Marleta

Marleta

sama aku juga beray kalau baca ini😑

2022-11-20

0

Syabla

Syabla

duh udah harmonis nya ngena kok mau cari madu. imel bukan anak aslinya kah

2022-11-20

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!