Bab. 2. Mas Azam Kecelakaan

"Lika, setelah menyuapi anakmu, ke warung bantu Ibu!" pesannya. Aku hanya mengangguk untuk menjawab perintah Ibu. Sementara, Mas Azam hanya bisa diam dan bengong mendapat omelan dari ibunya. Selama menikah dengannya, tak sekalipun mas Azam menjawab atau melawan pada kedua orang tuanya. Dia hanya bisa diam dan menurut.

Akhirnya, kedua anakku sudah tenang, kebetulan juga hari ini Heru libur sekolahnya. Putra pertama kami itu baru masuk PAUD sebulan ini, setidaknya dia sudah tau bagaimana mengajak main Lulu, adiknya. Sebenarnya, Ibu sempat melarang kami menyekolahkan Heru. Katanya masih terlalu kecil dan hanya membuang- buang uang saja.

Tapi tidak menurutku, di sekolah Heru bisa belajar bersosialisasi meskipun kebanyakan nyanyi. Bukankah mengajar anak balita memang dengan cara seperti itu. Sebab, dengan menari dan bernyanyi mereka sekaligus dapat mempelajari beberapa hal. Sebab itulah, aku tetap menyekolahkan Heru. Meskipun di awal Mas Azam sempat ikut apa kata ibunya. Katanya, dulu dia pun tidak sekolah di taman kanak-kanak. Akhirnya aku dapat membuka pikiran suamiku tentang manfaat menyekolahkan anak sejak dini.

Aku meletakkan Lulu di dalam baby Walker. Hati tenang jika kedua anakku sudah makan dan mandi. Heru duduk di sofa sambil menyusu, tatapannya fokus ke depan televisi. Biasa, kalau pagi memang suka banyak acara kartun.

Aku menghampiri mas Azam meminta izin ke warung membantu ibu. " Mas, aku ke rumah sebelah dulu ya. Tolong, di tengok-tengok anaknya. Kamu, ikut nonton gih biar gak terlalu bosan diatas kasur," ucap ku lembut. Mas Azam hanya mengangguk pelan, ku lihat ia masih termenung ketika aku meninggalkannya ke rumah sebelah. Kebetulan Ibu mempunyai warung kelontong dan nasi uduk di sebelah rumah.

Di warung ibu.

"Bu, Mirna. Bungkusan nasi uduk komplitnya dua bungkus ya!" pinta salah satu pelanggan yang tak lain adalah tetangga kami. Sekilas ia melirik dan tersenyum ke arahku.

"Ngapain, Lik?" kuliknya.

"Lagi, buat adonan bakwan, Bu. Soalnya habis," jawab ku sopan. Meskipun aku tidak menyukai caranya memandangku.

"Perasaan makin gede aja. Padahal anak baru dua," ucapnya lagi, memulai kerusuhan di warung ibu. Biasanya, mertuaku itu akan langsung terpancing. Dan benar saja ...

"Lika juga gak ngerti, padahal capek. Tiap malam juga begadangin si Lulu," jawabku. Jujur, memang aku tidak faham kenapa bobot tubuhku tidak mau turun semenjak melahirkan. Padahal, Lulu itu ASI ekslusif.

"Di atur dong, Lika pola makannya. Jangan apa aja di masukin. Tuh, anak ibuk mah anak dua masih muat aja baju-baju pas lagi remaja. Mertua kamu juga tuh, masih aja langsing. Masa kamu yang masih muda kalah. Iya gak Bu Mirna," ucap tetangga kami lagi rusuh dan usil. Apa sih untungnya bagi dia, selalu saja meributkan bentuk tubuhku yang memang sangat berubah seratus delapan puluh derajat semenjak aku hamil anak pertama.

"Ya gitulah, Bu. Anak sekarang kan kebanyakan ngelawan gak mau dengerin apa kata orang tua. Gak mau pake angkin selepas lahiran. Makan juga gak mau pantang. Beda lah sama kita dulu yang emang nurut apa kata orang tua," jawab mertua ku sambil tertawa ke arahku. Entah apa maksudnya, tapi hatiku memanas karena ini.

Aku diam saja, iya diam. Buat apa meladeni mereka. Toh, aku tidak akan pernah benar dan menang. Biar saja mereka berdua terus menyindir ku. Meskipun telinga ini panas, aku mencoba untuk bersabar.

Selepas subuh keesokan harinya, ku lihat mas Azam sudah berpakaian rapi dengan seragam berwarna biru Dongker. Mas Azam bahkan sedang menggosok sepatu pantofel miliknya dengan semir.

"Mas, kamu mau kerja?" tanyaku heran. Bukannya mas Azam masih lemas dan pusing. Pikirku.

"Iya, Dek. Ibu benar, kebutuhan kita kan banyak. Sementara, Mas udah dua hari gak kerja."

"Tapi, kan Mas--" Aku tidak meneruskan kata-kataku karena Mas Azam bangkit dan meraih tas serta kunci motor.

"Mas, udah mendingan kok. Lagian gak enak kerjaan ku, di gantikan oleh Sahrul terus. Kamu doakan ya, biar Mas selamat," ucapnya sambil menyodorkan telapak tangan kearah ku. Aku meraih dan langsung mencium punggung tangannya. Lalu, mas Azam melabuhkan kecupan hangat di kening ku. Hal yang tak pernah absen ia lakukan padaku setiap kali berangkat bekerja.

Aku memeluknya sebentar. "Hati-hati ya, Mas," ucapku. Meskipun aku juga bingung kalau Mas Azam kelamaan libur, tapi aku juga gak tega suamiku ini memaksakan dirinya.

"Nah, gitu dong! Laki-laki itu harus strong!" Tiba-tiba, ibu mertuaku muncul di pintu kamar kami. Bukankah itu kurang sopan ya. Bagaimana jika saat ini aku dan mas Azam masih berpelukan?

"Sakit itu emang gak boleh dimanja. Lihat, kan Bapak dan Ibu. Sudah setua ini saja masih bekerja keras. Karena apa? Karena kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri, bukan orang lain," ucap Ibu yang mengembangkan senyumnya mengantar kepergian mas Azam bekerja.

Aku melepas mas Azam dengan berat, sebab kulihat wajahnya masih pucat. Benar saja, kerisauanku pun terjawab. Dua jam kemudian kami mendapatkan kabar melalui telepon. Kabar itu datang dari rumah sakit unit daerah tak jauh dari perusahaan tempat abang

"Astagfirullah!"

Polisi, dan jasa Raharja yang datang ke rumah mengatakan bahwa mas Azam oleng dari motornya sendiri lalu terjatuh dan tanpa sengaja tertabrak mobil yang tengah melaju dari arah depan.

Sekarang, mas Azam bukan hanya sakit biasa. Melainkan cacat untuk sementara. Satu kakinya di balut gips kurang lebih untuk enam bulan ke depan.

Sekarang suami kamu cacat, seharusnya kamu yang menggantikannya bekerja!" seru ibu mertuaku, padahal kami masih berada di rumah sakit.

"Mas Azam gak cacat, Bu. Mas Azam pasti akan sembuh!" pekik ku tak tega karena ibu terus mengatakan kalau mas Azam cacat.

"Kamu sih, gak bisa urus suami. Lagi sakit juga terpaksa kerja. Coba kalo kamu itu jadi istri yang produktif kayak aku!" sindir Nela, seenaknya menyalahkan aku. Padahal, ibunya yang terus memaksa mas Azam agar masuk kerja. Nela itu adalah adik perempuan satu-satunya dari mas Azam. Memang, Nela itu punya usaha online dengan menjual pakaian dan juga sepatu. Di rumah juga buka usaha konter pulsa dan fotokopi. Sehingga Nela tidak hanya mengandalkan gaji dari suaminya yang pulang tiga bukan sekali. Suami dari Nela kerja di luar kota sebagai kontraktor pembangunan jalan.

Lagi-lagi, aku yang di salahkan atas kejadian yang menimpa keluarga kecil kami. Padahal jelas ku ingat, ibu lah yang telah memaksa mas Azam untuk bekerja. Tapi, mertuaku itu sama sekali tidak membelaku ataupun mengakui jika dirinyalah yang memaksa putranya itu agar berangkat kerja.

Dengan keadaan mas Azam yang seperti ini, membuat kami menjadi begitu bergantung dengan keluarga suamiku. Nela dengan mulut ketusnya yang akan selalu menghinaku dulu sebelum ia memberikan sekarung beras ukuran sekitar sepuluh kilo. Lumayan, bisa cukup untuk dua Minggu. Karenanya, terpaksa ku telan kata-katanya yang pedas.

"Kayak aku, dong! Mandiri!" ketua Nela, setelah meletakkan diaper satu bal isi dua puluh lembar untuk Lulu.

...Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Mel Rezki

Mel Rezki

mertua oh mertua 😣

2023-05-18

0

Yunia Afida

Yunia Afida

kata nela ya

2022-11-29

1

Riskejully

Riskejully

istri yang produktif, maksudnya bikin anak banyak?

2022-11-19

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Perkara Meminjam Uang
2 Bab. 2. Mas Azam Kecelakaan
3 Bab. 3. Mulai Dibandingkan
4 Bab. 4. Suami Yang Pasif.
5 Bab. 5. Aku Ingin Dibela, Mas!
6 Bab. 6. Sebuah Tuduhan Tanpa Dasar
7 Bab. 7. Memulai Usaha Dari Rumah
8 Bab. 8. Omongan Dibelakang
9 Bab. 9. Omongan Dibelakang part 2
10 Bab. 10. Kau Anggap Aku Apa, Mas?
11 Bab. 11. Prasangka Bisa Jadi Fitnah
12 Bab. 12. Musibah Dalam Keluarga Mas Azam
13 Bab. 13. Imbas Dari Kecerobohan
14 Bab. 14. Kunci Pintu Dulu!
15 Bab. 15. Isi Hati Azam
16 Bab. 16. Kedatangan Kawan Kantor Mas Azam
17 Bab. 17. Berhutang Pada Suami Sendiri.
18 Bab. 18. Tragedi Tengah Malam.
19 Bab. 19. Balada Bolen Lumer
20 Bab. 20. Niat Terselubung Jelita.
21 Bab. 21. Keputusan Ibu Mertuaku
22 Bab. 22. Rubah Betina
23 Bab. 23. Kelakuan Diam-diam, Bapak Mertuaku.
24 Bab. 24. Serasa Disambar Petir
25 Bab. 25. Suami Yang Semakin Menjauh, Pertanda Apa?
26 Bab. 26. Haruskah, Mengemis Cintamu?
27 Bab. 27. Kena Kau, Mas!
28 Bab. 28. Siapa yang menggoda, Mas?
29 Bab. 29. Paksaan Suami Bagian 1
30 Bab. 30. Paksaan Suami Bagian 2
31 Bab. 31. Perkara Dalam Kamar
32 Bab. 32. Menanti Sebuah Jawaban, Tuk Memiliki Janda.
33 Bab. 33. Tersenyum Di Atas Luka Itu Lebih Terhormat.
34 Bab. 34. Pilihan Lika
35 Bab. 35. Talak Aku Mas!
36 Bab 36. Awal Kesuksesan Lika
37 Bab. 37. Komentar Netizen
38 Bab. 38. Lika Yang Mulai Sibuk ( Single Parent )
39 Bab. 39. Awal Kesuksesan Ku.
40 Bab. 40. Hidayah Sebuah Hikmah Kejadian
41 Bab. 41. Akhir Kisah Sedihku. ( Selamat Tinggal Masa Lalu )
Episodes

Updated 41 Episodes

1
Bab 1. Perkara Meminjam Uang
2
Bab. 2. Mas Azam Kecelakaan
3
Bab. 3. Mulai Dibandingkan
4
Bab. 4. Suami Yang Pasif.
5
Bab. 5. Aku Ingin Dibela, Mas!
6
Bab. 6. Sebuah Tuduhan Tanpa Dasar
7
Bab. 7. Memulai Usaha Dari Rumah
8
Bab. 8. Omongan Dibelakang
9
Bab. 9. Omongan Dibelakang part 2
10
Bab. 10. Kau Anggap Aku Apa, Mas?
11
Bab. 11. Prasangka Bisa Jadi Fitnah
12
Bab. 12. Musibah Dalam Keluarga Mas Azam
13
Bab. 13. Imbas Dari Kecerobohan
14
Bab. 14. Kunci Pintu Dulu!
15
Bab. 15. Isi Hati Azam
16
Bab. 16. Kedatangan Kawan Kantor Mas Azam
17
Bab. 17. Berhutang Pada Suami Sendiri.
18
Bab. 18. Tragedi Tengah Malam.
19
Bab. 19. Balada Bolen Lumer
20
Bab. 20. Niat Terselubung Jelita.
21
Bab. 21. Keputusan Ibu Mertuaku
22
Bab. 22. Rubah Betina
23
Bab. 23. Kelakuan Diam-diam, Bapak Mertuaku.
24
Bab. 24. Serasa Disambar Petir
25
Bab. 25. Suami Yang Semakin Menjauh, Pertanda Apa?
26
Bab. 26. Haruskah, Mengemis Cintamu?
27
Bab. 27. Kena Kau, Mas!
28
Bab. 28. Siapa yang menggoda, Mas?
29
Bab. 29. Paksaan Suami Bagian 1
30
Bab. 30. Paksaan Suami Bagian 2
31
Bab. 31. Perkara Dalam Kamar
32
Bab. 32. Menanti Sebuah Jawaban, Tuk Memiliki Janda.
33
Bab. 33. Tersenyum Di Atas Luka Itu Lebih Terhormat.
34
Bab. 34. Pilihan Lika
35
Bab. 35. Talak Aku Mas!
36
Bab 36. Awal Kesuksesan Lika
37
Bab. 37. Komentar Netizen
38
Bab. 38. Lika Yang Mulai Sibuk ( Single Parent )
39
Bab. 39. Awal Kesuksesan Ku.
40
Bab. 40. Hidayah Sebuah Hikmah Kejadian
41
Bab. 41. Akhir Kisah Sedihku. ( Selamat Tinggal Masa Lalu )

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!