KETAHUAN

Di sisi lain di kantor Adhiaksa, Moura menghubungi si wanita yang sudah bersedia membantunya. “Terima kasih Mba, saya sudah mentransfer uangnya seperti kesepakatan kita.”

Moura mengembangkan senyuman saat mendengar penjelasan si wanita di balik sambungan. “Kalau begitu saya tutup dulu ya, kapan-kapan saya mampir ke rumah Mba.”

Moura menutup sambungan telepon dengan wanita asing yang barusan membuat heboh satu kantornya. Wanita itu merupakan tetangga di kompleks dimana Moura tinggal. Moura sungguh nekat memang membuat kegaduhan di tempat ia bekerja. Dengan resiko yang bisa saja membuat dia dipecat dari perusahaannya dia tidak peduli, toh jika benar dia akan mencari lagi perusahaan lain, pikirnya.

Moura keluar dari kamar mandi dan kembali ke ruangannya dengan senyuman yang terbit semakin bersinar dari sebelumnya. Dia tidak menyangka keahliannya sangat berguna saat ini. Moura berpikir pasti Margareth kebingungan mengapa kejahatannya terbongkar dengan mudahnya.

“Kamu dari mana?” tanya Keysha menatap Moura yang sumringah.

“Eh, ehm— a-nu, dari toilet," jawab Moura terbata, dia takut aksinya pagi tadi di ketahui orang-orang.

“Owh... Pak Noegha bilang kamu ke ruangannya bawa data mentah laporan kemarin.”

“Huh?” Moura mendengus kesal. “Kenapa sih dia selalu aja bikin rusuh sama kerjaan aku?!” umpat Moura meletakan tas kerjanya. Kesenangannya sirna sudah saat atasannya kembali mempersulit hidupnya. “Seneng bener nyiksa aku, punya dendam apa doi ama aku?”

Moura berjalan gontai menuju ruang arsip dan kembali mempersiapkan data yang di inginkan tuannya.

“Hahaha... Btw emang bener sih... Selama ini ga ada staf di bawah level Manager yang boleh menghadap dia langsung, cuma kamu doang!” goda Keysha memprovokasi Moura yang sudah sangat kesal.

“Ini sebuah prestasi, Moura!”

Plaaak!

“Hahaha!”

“Shut up!!”

Moura menepuk bahu Keysha dengan wajah yang memerah. Dia tidak boleh baper disaat dia tidak ingin lagi berurusan dengan seorang pria manapun.

“Prestasi apaan… Kenal beliau aja kagak!” rutuk Moura menggebu. “Cuma karena sempet ngatain dia belum beristri dua aja jadi kek gini ke aku!”

Moura sempat mengeluarkan candaan saat makan bersama kala itu, dia pikir bosnya sudah beristri, taunya dia dicemooh dan berakhir dipersulit sampai detik ini.

“Lagian, Lu mah anak kemaren sore isengin Bos Arogan satu itu…” Keysha kembali mendekat, dia dalam mode menggosip. “Btw, Pak Noegha emang single, lu aja yang gak percaya… Di kantor ini, banyak banget yang rela jadi staf walaupun dia dari latar belakang keluarga yang berada. Semua karena demi memikat hati bos kita, noh!”

Moura terdiam sejenak, dia jadi berpikir kembali tentang Margareth.

***

Tok… Tok… Tok…

“Masuk!”

Moura telah berada di ruang bosnya, dia memasukinya dengan cemas. Untuk pertama kalinya dia memasuki ruangan BOD (Board of Directors) atau ruang kasta tertinggi di kantor. Moura merasakan wangi ruangan ini berbeda dari ruangan yang lain, wangi kekayaan tentu saja.

“Duduk!”

Moura menatap lekat tampilan bos mudanya yang begitu tampan. Usia Noegha hanya terpaut tiga tahun saja dengan dirinya. Tahun ini Noegha memasuki usia dua puluh enam sedangkan Moura sendiri baru menginjak usia Dua puluh tiga. Moura menelan saliva, dia menarik kursi dan duduk di hadapan bosnya yang tengah terlihat sibuk dengan tumpukan kertas penting. Moura berdebar tidak karuan, harum musk dan sedikit mint yang tercampur sempurna menjadi wangi maskulin yang membuat tubuh Moura meremang rasanya. Moura terus mengambil kesempatan memindai tampilan bosnya. Pria itu ternyata memiliki tindik di cuping telinga dengan anting simple yang memberikan kesan bad boy disana. ‘Ya Tuhan, mimpi apa gue bisa punya bos kek begini modelnya!’

Noegha menyunggingkan senyuman penuh maknanya, dia menyadari bahwa Moura tengah memperhatikan dirinya. Pria itu berpura-pura terlihat cool di depan wanita incarannya. Sungguh pria narsis bukan main.

“Ehmm!!”

Seketika fantasi liar Moura terhenti oleh suara keras Noegha barusan. “M-maaf—”

“Kenapa? Kamu baru sadar kalau aku tampan?” tanya Noegha percaya diri.

Moura membuka lebar sekilas mulutnya, ternyata bosnya memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi membuat nilai plus Noegha berkurang beberapa persen di mata Moura sekarang.

“Ya— Bapak adalah Bos paling muda dan paling tampan sealam semesta!” sahut Moura melebih-lebihkan.

“Haha!” Mendengar candaan wanita di depannya, membuat Noegha tertawa lepas. “Kamu blak-blakan sekali!”

“Di banding ketahuan mengumpat, tar potong gaji pula, rugi dong!” seloroh Moura tanpa pikir panjang atas kalimat candaannya.

“Hahaha!!” Noegha kembali tertawa lepas, entah bagaimana, rasa nyaman itu mendadak membuat mereka mengenyampingkan status atasan dan bawahan saat ini.

“Jangan panggil Bapak lah, aku kan katanya masih muda…” Noegha melengkungkan senyuman membuat Moura semakin terpanah asmara.

“Panggilan Bapak bukan berarti anda tua, panggilan itu karena saya menghormati anda sebagai atasan saya. Lagian anda mikirnya gimana? Kalau bukan panggil Bapak, emang mau dipanggil apa?”

Noegha bangkit mendekat, Moura semakin tahu dirinya banyak berbicara sekarang. ‘Aduuuh, kadang kalau udah dikasih kesempatan suka gak bisa ngerem ni mulut!’

“Panggil apa ya bagusnya?” Noegha memilih mendaratkan tubuhnya di samping Moura yang duduk di kursinya. Dia bersedekap tangan menunduk mendekati Moura. “Bagaimana jika panggil aku Sa—”

Tok… Tok… Tok…

Suara ketukan pintu menahan kalimat Noegha yang sempat membuat jantung Moura gagal memompakan darah keseluruh tubuhnya.

“Ck!”

“Pagi, Pak!” Tanpa menunggu persetujuan Noegha seperti biasanya, seorang wanita cantik mendekati Noegha. “Saya bawakan beberapa berkas yang harus anda verifikasi sekarang juga!” sambungnya datar. “Saya ingatkan juga satu jam lagi anda akan bertemu dengan Koh Bastian, dia sudah dalam perjalanan dari Bandara.”

“Hm—” Wajah Noegha mengisyaratkan ketidaksukaannya.

Wanita yang tengah berbicara itu adalah sekretaris direktur, namanya Shaveera. Moura menatap tidak berkedip pada si wanita yang ternyata tengah berbadan dua dan sangat cantik walau dia tengah berbadan dua tubuhnya tidak sebongsor seperti dirinya saat ia mengandung Qilla, putri semata wayangnya.

Spontan Maura tersadar, dia melirik Noegha sekilas kemudian kembali melirik Shaveera. Noegha yang memperhatikan tingkah konyol Moura merasa mengerti apa isi otak Moura saat ini. Noegha mengeraskan rahangnya dan mengusapnya perlahan.

“Siapa dia?” tanya Shaveera dingin.

“Clerk Project!” sahut Noegha cepat kembali ke tempat duduknya. “Sudah kamu kembali lagi sana, siapin data yang dibutuhkan dan jamuan buat Koh Bastian. Aku tidak ingin diganggu lagi!” tukas Noegha tegas mengusir sekretarisnya.

Shaveera menatap tajam ke arah Moura, ditatap dengan tatapan mengintimidasi dirinya Moura berkeringat dingin saat ini. ‘Aku tahu, aku banyak dosa... Tapi, sehari di kasih kejutan kayak hari ini ya aku bengek juga lama-lama!!’

Moura menundukan wajahnya, dia telah salah mengartikan. Dia berpikir mungkin bosnya ada affair atau bisa jadi memang kenyataan jika sekretaris itu ternyata wanita bosnya. Buktinya saat Shaveera menatapnya, dia menatap dengan sangat dingin dan terlihat begitu angkuh seolah cemburu.

Shaveera telah berlalu, Noegha terkekeh lirih. “Kamu mikir apa?”

“Hah?” Moura mendongak bodoh.

“Dia sekretarisku, Shaveera.” ucap Noegha menjelaskan lembut. “Kamu jangan mikir dia istriku!” berang Noegha saat berpikir Moura tengah berpikiran negatif tentangnya. “Dari matamu jelas terbaca, kamu pikir aku yang menghamili dia?”

Moura menelan ludah serat, entah bagaimana atasannya itu tiba-tiba terdengar menumpahkan kekesalan padanya.

“Dia punya suami sendiri, suaminya adalah asistenku!”

Sungguh Moura tidak peduli, mengapa atasannya menjabarkannya untuknya. Moura menunjukkan senyuman canggungnya. “Jadi— apa ada masalah anda memanggil saya kemari?”

“Pertama!” Noegha kembali mendekat dan menunduk menekan. “Panggil aku, Noegha…”

Deg!

Harum aroma mahal dari bosnya membuat ginjal Moura bergetar dengan sendirinya.

“Kedua, jangan pake panggilan saya dan anda, cukup aku dan kamu saja!”

“S-saya, mana berani, Pak!” sahut Moura cepat.

“Kenapa?” tanya Noegha berang.

“Karena—”

Baru Moura sadari, keberadaan wajah Noegha begitu dekat dengan wajahnya.

“Karena apa?” bisik Noegha sudah tidak bisa menahan hasrat liarnya. Harum Moura sungguh membangkitkan hal yang tidak pernah bangkit jika tidak tersulutkan selama ini.

“S-aya dan a-nda adalah atasan dan bawahan,” jawab Moura terbata.

“Baiklah, aku mau lakukan hal itu jika hanya ada kamu dan aku saja, oke?”

Moura kembali terbelalak, Noegha semakin mendekat, Moura tahu hal bahaya apa yang mungkin bisa diterimanya sekarang. Dengan cepat dan berani gadis itu mendorong kasar tubuh atasannya sebelum dia menerima pele-cehan seperti sebelumnya.

“Jika tidak ada hal lain, aku pamit undur diri!” tekan Moura tegas.

Noegha menaikan sudut bibirnya, dia kembali berdiri tegak di tempatnya. “Apa yang kamu lakukan pada Margareth? Apa kamu tahu konsekuensinya jika bagian HRD mengetahui kasusmu itu?” Noegha kembali terasa dingin dan arogan seperti sebelumnya. “Kamu membuat keonaran di depan kantor sepagi itu, membuat beberapa karyawan bukannya langsung bekerja malah asik menonton pertunjukan yang kamu suguhkan!”

“Apa kamu tidak berpikir kamu bisa lolos dari hukuman?”

Deg…

Bersambung…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!