"Sayang… Sayang… agak ke sana dikit, aku mau tidur," ucap Velicia sambil menggeser-geser tubuh suaminya.
Ferdi tak sedikitpun menggeser tubuhnya. Dia malah melebarkan kaki dan tangannya ke samping, sehingga tidak ada ruang bagi Velicia untuk tidur di ranjang yang sama dengan suaminya.
"Huffftttt… lalu aku harus tidur di mana?" tanya Velicia lirih.
Beberapa menit dia berusaha membangunkan suaminya lagi, tapi tak ada hasil. Akhirnya dia keluar dari kamar tersebut dengan berbekal bantal dan selimut.
Ditatanya bantal dan selimut di atas sofa, kemudian dia duduk di sofa tersebut.
"Kenapa aku jadi seperti yang diusir dari kamarku? Harusnya aku yang marah sama dia karena dia sudah makan terlebih dahulu di luar bersama dengan teman-temannya tanpa memikirkan aku yang sedang kelaparan di rumah menunggunya untuk makan bersama. Hufffttt… sudahlah, percuma mengeluh, toh orangnya juga tidak merasa bersalah," ucap Velicia sambil merebahkan tubuhnya dan memakai selimut tebal yang dia bawa bersama bantal tadi dari kamarnya.
Hingga pagi menjelang, Velicia tertidur di atas sofa yang berada di depan televisi. Sedangkan Ferdi yang baru keluar dari kamarnya menggelengkan kepalanya melihat Velicia tertidur di sofa.
"Istri apa yang lebih memilih tidur di sofa daripada tidur di kamar bersama suaminya?" gerutu Ferdi sambil berlalu mengambil air minum.
"Bunda, Bunda… Bundanya Lili, cepat bangun, siapkan pakaianku dan sarapan untukku," ucap Ferdi sambil menggoyang-goyangkan badan Velicia.
"Hmmm…," Velicia bergumam dan menguap.
"Banguuuuun… sudah waktunya menyiapkan semuanya untuk suamimu," ucap Ferdi dengan suara yang tinggi di sebelah telinga Velicia.
Seketika mata Velicia terbuka. Tangannya mengucek-ucek matanya yang masih sedikit melekat karena rasa kantuk yang tersisa.
"Ngapain kamu tidur di sini? Sudah gak mau tidur bersama suamimu? Sekarang cepat kamu siapkan pakaian dan sarapanku," tegur Ferdi sambil beranjak pergi masuk ke dalam kamar mandi.
Velicia beranjak dengan malas dari sofa itu. Dia merasa sangat tidak bersemangat menghadapi hari ini.
"Dia pikir aku mau tidur di sofa? Harusnya dia itu mengangkat tubuhku dan dibawa ke atas ranjang. Lah ini malah aku dimaki-maki. Dikira gak capek tidur di sofa?" Velicia menggerutu di setiap langkahnya.
Velicia segera menyiapkan pakaian lengkap dengan dasinya. Setelah itu dia siapkan sarapan untuk suaminya itu.
"Sarapannya sudah siap. Tunggu aku sebentar, aku akan mandi dengan cepat," ujar Velicia sambil berjalan cepat menuju kamar mandi.
Ferdi yang sedang berjalan berpapasan dengannya menggelengkan kepalanya.
"Istri kok bangun siang. Biasanya kamu gak seperti itu. Sekarang kamu jadi pemalas," oceh Ferdi meskipun Velicia sudah tidak mendengarnya karena berada di dalam kamar mandi.
Ferdi makan terlebih dahulu dan meminum kopinya hingga habis sambil sesekali melihat ponselnya.
Velicia duduk di kursi makan yang biasanya dia duduki.
"Loh, kok udah habis Mas?" tanya Velicia yang terlihat sedih dan kecewa.
"Kamu kelamaan. Ngapain aja sih kamu di kamar mandi? Lagian kamu gak biasanya kesiangan. Ngapain aja kamu semalam?" tanya Ferdi beruntun seolah mencari pembelaan atas dirinya sendiri.
"Aku semalam membersihkan lemari es. Dan aku juga membangunkan Mas Ferdi, sayangnya aku malah kamu singkirkan dari ranjang," jawab Velicia mencoba membela dirinya agar tidak terus-terusam disalahkan oleh suaminya.
"Halah… kamu kebiasaan kalau salah selalu mencari pembelaan. Sudah, aku akan berangkat terlebih dahulu," ucap Ferdi sambil beranjak dari duduknya.
Ferdi berjalan menuju lemari es untuk mengambil minuman isotonik yang akan dia bawa untuk bekerja.
"Loh… minuman herbal yang dibelikan oleh Ibu ke mana? Gak mungkin banget kan kamu minum langsung semuanya?" tanya Ferdi yang sedang memperhatikan ke dalam lemari es, kini dia beralih memandang Velicia yang masih duduk di kursi meja makan.
"Uhuuk!"
Tenggorokan Velicia rasanya sakit. Dia tersedak nasi goreng yang super pedas miliknya. Dia kaget mendengar pertanyaan dari suaminya.
"Kalau gak mau minum, bilang ke Ibu agar tidak lagi membawakan setiap minggunya. Kasihan Ibu setiap satu minggu sekali datang ke sini hanya untuk mengirimi obat herbal agar menantunya bisa cepat hamil. Dan ternyata minuman itu dibuang oleh menantunya tanpa memikirkan niat baik Ibu mertuanya ," tutur Ferdi dengan sangat kesal.
Velicia mendengus kesal. Setelah itu dia menghela nafasnya berkali-kali agar kekesalannya bisa hilang. Bagaimanapun Ferdi adalah suaminya. Dan sepagi ini tidak seharusnya jika mereka memulai harinya dengan pertengkaran.
"Harusnya kamu juga meminum obat herbal itu. Jadi bukan hanya aku saja yang membutuhkan obat itu. Kita berjuang bersama, jadi sudah seharusnya kita juga sama-sama meminum obat herbal itu. Mungkin saja masalahnya bukan ada padaku, tapi ada pada Mas Ferdi. Bagaimana coba?"
Tanpa sadar Velicia mengatakannya dan tanpa berpikir panjang lagi, dia mengeluarkan semua yang ada dalam pikirannya.
Blam!
Pintu lemari es itu ditutup dengan kencang, kemudian minuman yang dia ambil dari lemari es itu dimasukkannya ke dalam tas yang dibawanya.
Velicia memegang dadanya dan mengelusnya perlahan. Sungguh dia tidak mengira jika sepagi itu dia sudah harus mendapatkan syok terapi.
"Aku berangkat!" ucap Ferdi tanpa menoleh pada istrinya.
Hati Velicia semakin bertambah kesal. Sedari tadi dia berusaha untuk menahan kekesalannya meskipun suaminya itu terus saja memojokkannya dan menyalahkannya. Kini Ferdi kembali membuat Velicia bertambah kesal.
"Dipikir obat herbal itu rasanya enak apa? Coba aja minum obat herbal itu dan buktikan bahwa kamu benar-benar bisa mempunyai anak!"
Setelah mengucapkan hal itu, Velicia pergi meninggalkan Ferdi yang sedang memakai kaos kaki di sofa depan televisi, sehingga dia bisa mendengarkan secara gamblang apa yang dikatakan oleh istrinya itu.
Beberapa saat kemudian, Ferdi yang masih berusaha merapikan dasinya, kini dia harus menelan pil pahit yang sempat dikunyahnya.
Velicia menatap tajam pada Ferdi yang sedang merapikan dasinya.
Dalam hatinya dia tidak berani dan merasa tidak pantas melawan ataupun membentak suaminya. Hanya saja dia berharap untuk sekali ini saja dia bisa meluapkan kekesalannya. Karena selama ini dia tidak berani melawan setiap suaminya mengatakan hal yang selalu semena-mena dan menyudutkannya.
Tanpa berpamitan pada suaminya, Velicia bergegas memakai sepatu high heels nya.
Ferdi terperangah melihat sikap Velicia yang tidak seperti biasanya. Istrinya yang lemah lembut serta penurut itu, kini berubah menjadi pembangkang meskipun pada suaminya sendiri.
Braak!
Pintu rumah tersebut dibanting dengan keras oleh tangan Velicia seolah memberitahukan kekesalannya melalui tindakan.
"Makan apa dia kemarin malam hingga tiba-tiba dia bersikap seperti itu. Apa dia kesambet ya?" ucap Ferdi sambil melihat punggung istrinya yang sudah tidak ada dari dalam mobilnya.
Lain halnya dengan Ferdi yang sama sekali tidak menyadari semua kesalahannya. Velicia, dia seorang wanita yang tanpa sadar hatinya dilukai oleh suaminya dan ibu mertuanya.
Tentang suami yang selalu menyalahkan istrinya dan tentang ibu mertua yang selalu menekannya dengan masalah keturunan. Betapa stresnya dia tanpa dukungan dari suaminya yang membantu agar dia tidak merasakan tertekan dan stres. Bukankah tidak bisa memiliki keturunan bisa dari segala faktor yang ada?
"Bagaimana bisa hamil jika aku terus-terusan dibuat stres oleh mereka. Ibu dan anak sama aja. Hufffttt…," Velicia berkeluh kesah seiring langkah kakinya menuju tempat kerjanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments