Velicia mendongak melihat orang yang sedang berbicara padanya. Dia melihat secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah.
"Apa Mas baru di daerah ini?" tanya Velicia sambil melihat tulisan yang ada pada kertas tersebut.
Laki-laki tersebut tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berkata,
"Baru hari ini saya pindah di daerah sini Mbak," jawab laki-laki tersebut.
Velicia mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan dia membaca kembali alamat yang ada pada kertas tersebut.
"Ini masih kurang sekitar seratus meter Mas dari sini. Nanti Mas lurus saja ke arah jalan itu, terus belok kiri. Setelah itu Mas cari deh alamat yang ada di kertas ini," tutur Velicia sambil menunjukkan ke arah yang dijelaskannya tadi menggunakan tangannya.
Laki-laki tersebut menerima kembali kertas alamatnya yang tadi diberikannya pada Velicia untuk melihatnya. Dia tersenyum manis pada Velicia dan mengulurkan tangannya di depan Velicia. Sepertinya dia ingin mengajak Velicia berkenalan.
"Perkenalkan, nama saya Raymond, panggil saja Ray," ucap Raymond sambil mengulurkan tangannya bermaksud untuk berjabat tangan dengan Velicia.
"Nama saya Velicia. Panggil saja Ve," ucap Velicia sambil menyambut uluran tangan Raymond untuk berjabat tangan dengannya.
Mereka saling bertukar senyum. Dan tanpa sadar mereka berjabat tangan selama beberapa menit.
Klakson mobil yang kebetulan lewat menyadarkan mereka. Keduanya saling salah tingkah.
"Maaf," ucap Raymond sambil menggaruk tengkuknya dengan salah tingkah.
"Saya juga minta maaf," ucap Velicia dengan tersenyum kikuk karena salah tingkah.
Sejenak mereka terdiam karena salah tingkah dan saling memandang serta memberikan senyuman kikuk mereka.
"Mmm… maaf, saya harus segera pergi bekerja," ucap Velicia sambil menganggukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan sebelum dia pergi.
Raymond pun menganggukkan kepalanya untuk membalas anggukan kepala Velicia. Kemudian dia berjalan ke arah di mana dia telah ditunjukkan oleh Velicia tadi.
Hari berlalu begitu cepat. Velicia yang bekerja sebagai guru TK, kini pulang dengan membawa lelahnya.
Dibukanya pintu rumah yang telah dihuninya selama lima tahun itu, kosong, hampa dan tidak berpenghuni.
Masuklah dia dengan merasakan lelahnya, tapi ada rasa syukur ketika melihat rumah itu tidak berpenghuni.
Syukurlah… pasti ibu sudah pulang, Velicia berkata dalam hatinya dengan memegang dadanya.
Langkah kakinya ringan memasuki rumahnya dengan harapan tidak akan ada yang berubah dari apa yang ada dalam rumahnya.
"Hufffttt…."
Velicia menghembuskan nafasnya setelah memasuki ruang tamu. Tatanan dalam rumahnya berubah. Hampir semua yang ditatanya bersama suaminya telah diubah kembali oleh ibu mertuanya.
"Ah… mi instant ku," ucap Velicia ketika teringat mi instant yang tadi disembunyikannya ketika ibu mertuanya akan membuangnya.
Velicia berlari menuju tempat persembunyian untuk menyimpan mi instant yang ada dalam trash bag warna hitam tadi.
"Aaah… syukurlah…," ucap Velicia dengan lega melihat isi dalam trash bag yang dipegangnya masih utuh.
Segera dibawanya trash bag yang berisi beberapa bungkus mi instant itu ke dalam rumahnya.
Segera diletakkannya dalam lemari tempat bahan-bahan makanan yang terdapat di kitchen set biasanya.
"Kenapa isinya jadi berubah? Apa semuanya telah dibersihkan oleh Ibu?" Velicia bertanya-tanya sambil membuka dan melihat-lihat dalam kitchen set tersebut.
"Huffftt… Apakah aku harus bersyukur? Atau aku harus mengeluh mempunyai ibu mertua seperti beliau?" tanya Velicia kembali pada dirinya sendiri.
Dulu sebelum menikah dengan Ferdi, Velicia sangat bersyukur karena Bu Anisa, ibu dari Ferdi sangat sayang padanya. Hingga Ferdi merasakan seperti dialah yang bukan anak kandung dari ibunya karena kasih sayang ibunya pada Velicia melebihi kasih sayangnya pada Ferdi yang notabene nya adalah anak kandungnya sendiri.
Kini semakin lama Bu Anisa terlihat seperti menyesal mempunyai menantu Velicia. Itu semua dikarenakan Ferdi dan Velicia yang belum mendapatkan keturunan hingga lima tahun pernikahan mereka.
Ceklek!
"Sayang… apa kamu sudah pulang?"
Terdengar suara teriakan dari arah pintu yang baru saja dibuka.
Velicia segera berjalan cepat menuju arah pintu untuk menyambut kedatangan suaminya.
"Apa itu?" tanya Velicia sambil menunjuk barang yang dijinjing oleh Ferdi.
"Oh ini, dia kucing yang baru saja aku adopsi dari pet shop," jawab Ferdi sambil menunjukkan cargo pet yang ada di tangannya.
"Kucing? Sejak kapan Mas Ferdi suka sama kucing?" tanya Velicia dengan tatapan heran.
"Tadi saat aku bertemu dengan teman, dia menyarankan aku untuk mengadopsi kucing sebagai bahan latihan kita jika mempunyai anak," jawab Ferdi sambil mengeluarkan kucing jenis Persia berwarna putih bersih.
"Jadi, kita menganggapnya sebagai anak kita?" tanya Velicia dengan tatapan tidak percaya.
"Bisa dibilang seperti itu," jawab Ferdi sambil tersenyum.
Kucing tersebut di gendongnya mendekat ke arah Velicia. Dengan senyum senangnya, Ferdi memberikan kucing tersebut ke tangan istrinya.
"Cobalah gendong dia," perintah Ferdi pada Velicia.
Dengan terpaksa Velicia menerima kucing tersebut dalam gendongannya.
"Kita kasih nama siapa ya dia?" tanya Ferdi pada Velicia.
Velicia nampak berpikir, dia tidak tahu apa-apa tentang kucing. Selama ini hari-harinya dipenuhi dengan anak-anak kecil yang diajarinya dalam kelas.
"Dia betina," ucap Ferdi ketika melihat istrinya sedang berpikir.
"Lili. Ya, dia kan putih, bagaimana jika diberi nama Lili?" Velicia memberitahukan idenya pada suaminya.
"Mmm… boleh. Pasti nantinya dia cantik seperti bunga Lili," tukas Ferdi sambil terkekeh dan tangannya mengusap lembut bulu halus Lili yang berada dalam gendongan Velicia.
Apa Mas Ferdi sehat? Kenapa kucing yang pesek seperti ini dibilang cantik? Velicia bertanya-tanya dalam hatinya sambil tersenyum untuk membalas senyuman suaminya.
Ferdi mendekatkan wajahnya, persis di depan wajah si Lili. Dia tersenyum pada Lili dan mengusap-usap bulu lembutnya.
"Lili, ini Bundamu, namanya Velicia. Panggil saja Bunda Ve," tutur Ferdi pada si Lili yang wajahnya berhadapan dengannya.
Sontak saja Velicia membelalakkan matanya. Dia tidak mengira jika suaminya itu akan bertindak sejauh itu.
Yang benar saja, masa' iya aku dipanggil Bunda sama kucing? Kenapa Mas Ferdi jadi aneh gini sih? Velicia menggerutu dalam hatinya.
"Sini Bun, biar Ayah gendong Lili nya," ucap Ferdi sambil mengambil alih gendongan Lili.
Velicia kembali tertegun, dia kembali dibuat kaget oleh perkataan suaminya.
Apa Mas Ferdi benar-benar sehat? Apa dia jadi begini karena menginginkan kehadiran seorang anak dari rahimku? Velicia kembali bertanya-tanya dalam hatinya.
"Sayang, tolong ambilkan makanan Lili di kantong plastik di sebelah kandangnya. Dan jangan lupa siapkan pasirnya dan minumannya juga ketika kamu menyiapkan makanannya.
"Apa?A-aku?" tanya Velicia yang terlihat jelas sangat kaget sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ya iya dong, kamu kan Bundanya. Jadi kamu harus merawatnya. Hitung-hitung kamu latihan merawat bayi nantinya kalau kita sudah diberikan seorang anak," jawab Ferdi sambil mengusap-usap bulu tebal dan halus milik Lili yang berada di atas pangkuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments