Velicia masuk ke dalam warung tenda makan kaki lima yang tidak begitu ramai dengan harapan akan ada meja kosong untuknya makan di sana.
Namun, ketika dia sudah masuk ke dalam warung tenda tersebut, ternyata di dalamnya semua meja sudah terisi. Hanya ada beberapa kursi kosong yang berada di meja yang sudah ditempati oleh orang yang sedang menikmati makanannya.
"Huffttt… ternyata sudah penuh. Apa aku harus pindah ke warung lainnya ya? Atau beli dibungkus aja, makannya di rumah?" Velicia bermonolog lirih dengan raut wajah kecewa.
"Ve! Velicia! Kamu Velicia kan?"
Ada suara yang memanggil nama Velicia. Dan Velicia yang merasa terpanggil segera mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok orang yang memanggilnya.
Mata Velicia terbelalak ketika melihat ada seorang laki-laki yang melambaikan tangannya untuk memanggilnya.
"Ray?!" Celetuk Velicia ketika melihat Raymond melambai ke arahnya.
"Sini! Duduklah di sini. Aku sendirian," ucap Raymond tanpa bersuara, dia hanya menggerakkan mulutnya sesuai apa yang dikatakannya.
Velicia sedikit mengerti apa yang dikatakan oleh Raymond. Sayangnya ada bagian yang tidak dia mengerti dari ucapan Raymond.
Mendekatlah Velicia ke meja Raymond untuk menanyakan apa yang dikatakannya barusan. Karena yang bisa dimengerti oleh Velicia hanyalah Raymond menyuruhnya untuk mendekat padanya.
"Ada apa Ray?" tanya Velicia yang sudah berada di dekat Raymond.
"Hai Ve, kamu mau makan?" tanya Raymond sambil meminum es jeruk yang ada di atas mejanya.
"Tadinya aku mau makan, hanya saja gak ada tempat yang kosong. Sepertinya aku bungkus saja makanannya," jawab Velicia yang masih dalam posisi berdiri di sebelah meja Raymond.
"Duduklah di sini Ve. Aku yang traktir sebagai ucapan terima kasihku karena kamu telah menunjukkan alamat yang aku cari waktu itu," ucap Raymond sambil tersenyum manis pada Velicia.
"Mmm… tapi…," ucapan Velicia tidak dapat dilanjutkannya, dia ragu akan mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.
"Apa kamu datang dengan orang lain?" tanya Raymond menelisik.
"Enggak. Aku datang sendirian," jawab Velicia dengan cepat.
"Kalau gitu kita sama, aku juga datang sendirian. Duduklah, aku akan memesankan makanan untukmu. Dan jangan tolak traktiranku ini, karena ini ucapan terima kasihku untuk saat itu," tutur Raymond dengan senyuman manisnya.
Senyuman manis Raymond sangat mempesona, hingga Velicia dibuat tidak berkutik olehnya.
"Ini Mas pesanannya. Silahkan dimakan," ucap pemilik warung ketika menyerahkan makanan yang dipesan oleh Raymond.
"Terima kasih. Mas, nambah satu lagi seperti ini ya buat Mbak ini, sama minumannya juga," ucap Raymond ketika menerima makanannya.
"Baik Mas, tunggu sebentar ya," tukas si pemilik warung tersebut.
Raymond pun menganggukkan kepalanya pada orang tersebut. Kemudian dia kembali berbincang-bincang dengan Velicia.
Perbincangan mereka sempat terhenti ketika makanan Velicia datang. Dan mereka kembali berbincang-bincang hingga tak terasa makanan mereka habis.
"Ray, terima kasih ya sudah mentraktirku makan. Biar lain kali aku yang mentraktirmu," ucap Velicia ketika mereka keluar dari warung tenda kaki lima tadi.
"Enggak usah sungkan gitu Ve. Kan udah aku bilang jika tadi itu ucapan terima kasih aku untuk yang waktu itu. Dan aku senang bisa bertemu denganmu karena ternyata obrolan kita bisa nyambung. Aku gak mengira jika kita bisa ngobrol seasik ini," tutur Raymond dengan memberikan sebuah permen yang dia ambil dari kantong celananya dan diberikan pada Velicia.
Velicia mengkerutkan dahinya, dia tidak tahu dengan maksud dari uluran permen Raymond padanya.
"Untuk kamu. Makanlah," ucap Raymond sambil meletakkan permen tersebut pada tangan Velicia.
Velicia tersenyum dan membuka permen tersebut.
"Terima kasih," ucap Velicia sambil menunjukkan permen yang dia pegang.
Raymond tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia juga mengambil sebungkus permen dari dalam kantong celananya. Kemudian dia buka dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
Velicia pun melakukan hal yang sama, dia membuka bungkus permen tersebut, kemudian dia memakan permennya dan menyimpan bungkus permen itu di dalam saku celananya.
Mereka berdua berjalan menyusuri jalan menuju ke rumah mereka dengan pelan-pelan dan berbincang tentang banyak hal.
Tak terasa obrolan mereka harus berakhir. Kini mereka sudah sampai di depan rumah Velicia. Sedangkan Raymond masih harus berjalan sebentar untuk bisa sampai di rumahnya.
Dalam perjalanannya menuju rumahnya, Raymond tersenyum-senyum sendiri mengingat obrolannya bersama dengan Velicia. Entah mengapa mereka bisa seasik itu padahal mereka baru saja bertemu dan berkenalan.
Begitupula dengan Velicia. Dia merasa sangat senang berbincang dengan Raymond. Meskipun mereka baru saja kenal, tapi mereka bisa begitu akrab, sehingga membuat Velicia menjadi teringat padanya.
"Ke mana aja? Kok lama? Mana makanannya?" tanya Ferdi yang sedang menonton televisi sambil memangku Lili.
Velicia menghela nafasnya, dia enggan menjawab pertanyaan dari suaminya karena melihat Lili yang berada dalam pangkuannya.
Seharusnya aku yang dia manjakan. Seharusnya aku yang ada di pangkuannya, bukan kucing, Velicia menggerutu dalam hatinya.
"Bunda, kok diam aja? Mana makanannya?" tanya Ferdi sambil memandang istrinya itu dengan penuh tanya.
"Udah aku makan di sana. Habisnya aku kelaparan sih nunggu orang pulang dan ternyata yang ditunggu malah udah makan duluan," jawab Velicia bermaksud untuk menyindir suaminya.
"Bunda! Aku kan gak ngerti kalau kamu mau mengajakku makan di luar. Lagian kalau Ibu tau pasti kita akan dimarahi. Kamu tau kan jika kita dilarang Ibu membeli makanan di luaran sana. Ibu menyuruhmu untuk memasak sendiri agar lebih sehat," seru Ferdi menanggapi sindiran dari Velicia, istrinya sendiri.
"Aku sehat, sangat sehat malahan. Tiap hari aku harus meminum obat herbal pemberian Ibumu. Kamu juga harus meminumnya, agar kamu bisa tau pengorbananku seperti apa, yang tiap hari harus meminumnya," ucap Velicia seperti sedang menentangnya.
Ferdi merasa sakit hati, dia beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan televisi yang masih tetap menyala menuju kamarnya.
Brak!
Pintu kamar itu tertutup sangat keras seolah mengibaratkan besarnya kemarahan Ferdi saat ini.
Velicia menghela nafasnya kesal. Baru saja dia merasa senang karena secara kebetulan dia bertemu dengan Raymond dan ternyata pertemuan serta obrolan mereka sangat berkesan.
Kini kebahagiaannya itu bukan hanya pudar belaka, bahkan sudah lenyap terkena perkataan Ferdi yang sangat tidak mengenakkan padanya.
"Rasanya panas sekali. Aku harus minum air dingin. Tenggorokanku rasanya kering," ucap Velicia sambil berjalan menuju lemari es.
Di dalam lemari es itu dia kembali bertemu dengan beberapa botol minuman herbal yang diberikan ibu Ferdi padanya, berharap agar Velicia dan Ferdi segera mendapatkan keturunan.
"Bosen aku minum minuman herbal ini. Apa aku buang saja ya? Kan gak ada yang tahu," ucap Velicia sambil mengeluarkan beberapa botol minuman herbal itu dan berniat untuk membuangnya.
Ketika dia berjongkok di depan lemari es, ada sesuatu yang mengganjal di saku celananya. Dia berdiri kembali dan merogoh saku celananya.
Dikeluarkan ponselnya dari saku celananya. Dan ada benda yang terjatuh ketika ponsel itu ditariknya keluar dari saku celananya.
Dilihatnya benda yang terjatuh itu dan segera diambilnya benda tersebut dari lantai. Bibirnya melengkung ke atas ketika melihat bungkus permen yang diberikan oleh Raymond tadi.
"So cute," ucap Velicia membaca tulisan pada bungkus permen tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments