Senyuman lebar mulai menghiasi wajah Brian setelah menyadari situasinya saat ini.
Tak ada satu orang pun yang tak mengenali ciri wanita di hadapannya, meskipun....
'Aku tak pernah tahu Elf akan secantik ini di kenyataan. Tunggu! Aku tak bermimpi bukan?!' pikir Brian dalam hatinya.
"Hume? Naght?" ucap wanita Elf bermata merah darah itu dengan wajah kebingungan. Ia kemudian melihat kedua telapak tangannya dan memeriksa lingkaran sihir di sekitar tempat Brian berada.
Setelah beberapa kali memeriksanya, Elf itu akhirnya menyadari satu hal yang fatal.
Ia meraih saku di dalam pakaiannya dan menemukan sebuah pecahan tanduk berukuran kecil di dalamnya.
"Aaarrrgghh! Naght! Naght?! Fargash!"
'Sialan, aku sama sekali tak paham dengan apa yang dikatakannya. Tapi nampaknya dia sangat kesal.' pikir Brian setelah melihat sosok Elf itu menampar pipinya sendiri beberapa kali.
Setelah membiarkannya kesal selama beberapa saat, Brian pun memberanikan dirinya untuk bertanya. Tentunya, dengan satu-satunya bahasa yang diketahuinya.
"Maaf.... Aku tak tahu apa yang kau katakan tapi...."
Mendengar sosok manusia berambut hitam itu berbicara, Elf itu segera mengarahkan tatapannya yang tajam tepat ke mata Brian.
"Hume, naght vas kuruds dier niev? Sicht nas dartum?" tanya Elf itu dengan wajah yang seakan terlihat begitu kecewa.
"Sudah ku katakan aku tak tahu apa yang kau bicarakan. Jadi aku minta maaf...."
Elf itu pun mulai menyipitkan matanya. Tatapannya masih terpaku ke arah Brian. Dan secara tiba-tiba, Ia mulai mendekatkan wajahnya.
"Tu-tunggu! Apa yang kau?!"
Wanita Elf itu mulai mengendus di sekitar wajah Brian. Seakan-akan ingin memastikan sesuatu dalam tubuhnya. Setelah beberapa kali mengendus tubuhnya, Elf itu pun melangkah mundur dan segera berdiri.
"Nafn?" tanya Elf itu.
Brian sama sekali tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh wanita itu. Meski begitu, kedua matanya tak bisa berhenti untuk mengagumi keindahan yang ada di hadapannya.
Sosok wanita itu begitu memukau bagi Brian, dan lebih dari itu....
Merupakan sosok Elf yang jauh melampaui apa yang pernah diciptakan dalam dunia permainan maupun cerita.
Tak memperoleh jawaban selama beberapa saat, wanita Elf itu pun mulai mengarahkan jari telunjuknya tepat di dadanya dan berkata.
"Sheerah, Cecilia." ucapnya sambil berulang kali menunjuk di dadanya sendiri.
Akhirnya, Brian pun menyadari dengan apa yang dimaksudkan olehnya. Sambil menirukannya menunjuk di dadanya, Brian pun membalas.
"Brian."
"Brian...." ucap Cecilia menirukan perkataan pria itu. Dengan senyuman yang mulai melebar, Ia pun mulai mengulurkan tangan kanannya ke arah Brian.
Tangannya menunjukkan warna kulitnya yang putih pucat namun begitu lembut. Segera setelah menjabat lengan wanita itu, kehidupan Brian akhirnya berubah sepenuhnya.
Meskipun.... Ia sama sekali tak mengetahui apa yang terjadi di sini.
......***......
"Abhaile." ucap Cecilia sambil menunjuk ke sebuah rumah kayu kecil di tengah hutan ini.
"Rumah, ya? Baiklah aku bisa mulai mempelajari semua ini." balas Brian sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Ocras?" tanya Cecilia sambil mengelus-elus perutnya. Tak hanya itu, Ia juga mengarahkan tangannya ke mulutnya seakan-akan hendak memasukkan sesuatu.
"Makan? Tidak.... Lapar? Ya, ku rasa aku memang cukup lapar." balas Brian yang terus berusaha berkomunikasi dengan keterbatasan bahasa itu.
Cecilia nampak tersenyum dan segera berlari ke dalam rumah kayu kecil itu. Dalam rumah itu, Brian melihat sesuatu yang membuatnya semakin jatuh cinta dengan dunia ini.
Dari tangan Cecilia mulai muncul api yang membara, membakar potongan daging yang baru saja dibumbui olehnya.
Tak hanya makanan, Cecilia juga menghangatkan air berwarna kecoklatan yang mungkin merupakan semacam teh.
Dan dalam hitungan sekejap, hidangan pun siap di atas piring kayu sederhana.
"Aithe." ucap Cecilia dengan senyuman yang begitu ramah. Sebuah senyuman yang semakin membuat Brian... bersyukur telah terbebas dari dunia membosankannya lalu berada di dunia ini.
Ia tak peduli apapun yang akan terjadi kedepannya, entah Ia akan menderita atau bahagia.
Tapi selama dirinya bisa melihat kecantikan sosok wanita yang ada di hadapannya lebih lama lagi, Brian takkan mempermasalahkan apapun.
Dalam hatinya tak ada perasaan lebih selain rasa kagum atas keindahan yang ada di hadapannya, layaknya seorang pengunjung museum seni yang terkagum atas karya yang begitu sempurna.
"Makan? Baiklah, terimakasih banyak." balas Brian juga dengan senyuman yang ramah.
Tak ada sedikit pun rasa takut atau pun curiga pada makanan dan minuman yang disajikan oleh Cecilia kepadanya.
Dengan lahap, Brian pun menghabiskan semuanya.
Tanpa di duga olehnya, hidangan yang disajikan justru jauh lebih nikmat dari apa yang sering dimakan olehnya semasa berada di bumi sebelumnya.
......***......
Beberapa hari telah berlalu.
Kehidupan baru Brian di dunia lain ini jauh lebih indah dan menyenangkan daripada yang dibayangkannya.
Brian akan memulai pagi harinya dengan sarapan dan belajar bahasa asing dengan Cecilia hingga sore hari.
Bukan belajar dengan berdiam diri di dalam ruangan bersama dengan kertas dan pena, melainkan dengan berkeliling di sekitar kediaman mereka untuk mempelajari berbagai kata untuk setiap keadaan.
Entah itu mempelajari nama hewan, tanaman, ataupun tindakan.
Setelah hari mulai gelap, keduanya akan makan sore sebelum bersiap untuk berburu.
Berkat bakat alami dari ras cabang dari Elf, Cecilia memiliki kemampuan penglihatan yang sangat tajam dalam kegelapan.
Dan entah kenapa....
'Apakah aku memang selalu bisa melihat dalam kegelapan?' tanya Brian kebingungan pada dirinya sendiri sambil membawa busur dan panah di kedua tangannya.
"Brian, sisi Utara." bisik Cecilia perlahan sambil mengarahkan jari telunjuknya.
'Hmm? Apakah penglihatanku baru saja mengalami efek zoom? kenapa aku bisa melihat kelinci di kejauhan itu dengan jelas?'
Tanpa banyak bertanya, Brian segera menarik anak panahnya dan mengarahkannya tepat kepada kelinci itu.
'Swuuusshhh! Jleebbb!'
"Kerja bagus. Ayo kita ambil." ucap Cecilia dengan nada yang seakan sedang memujinya.
'Bagaimana bisa aku membidik dengan baik ketika aku baru memegang busur beberapa hari ini?'
Berbagai pertanyaan mulai muncul di dalam pikiran Brian. Tapi masa bodoh dengan itu saat ini, hal terpenting saat ini adalah untuk memperoleh buruan yang cukup untuk stok makanan beberapa hari kedepan.
Dan tanpa mempertanyakannya lebih lanjut lagi, Brian pun mulai berlari ke arah dimana kelinci itu berada.
'Tunggu.... Apakah aku memang bisa berlari secepat ini? Sialan....' pikir Brian dalam hatinya setelah menyadari betapa cepatnya Ia berlari. Tak hanya itu, Ia juga tak merasa kelelahan setelah melakukannya.
Pada akhirnya, Brian tak lagi bisa membendung segudang pertanyaan dalam dirinya. Ia memutuskan untuk menanyakannya saat ini juga.
"Um.... Cecilia? Apakah kau tahu sesuatu kenapa tubuhku terasa sedikit.... Aneh?"
"Aneh?" tanya Cecilia yang sedang mengambil kelinci itu lalu memasukkannya dalam tas buruannya.
"Ya. Seperti kenapa aku bisa berlari dengan cepat. Atau kenapa aku bisa melihat dalam kegelapan."
Mendengar pertanyaan itu, Cecilia memasang ekspresi yang penuh dengan keheranan. Tapi dengan segera Ia pun menjawabnya.
"Hanya itu? Yah, wajar saja karena aku hanya menggunakan 3 tetes darah Raja Iblis sebelumnya.
Mungkin jika aku menggunakan lebih banyak darah, dan tidak lupa menggunakan pecahan tanduknya.... Kau akan jauh lebih kuat lagi daripada saat ini. Tapi tak masalah, kita bisa mencari sisa darah itu lain waktu."
Jawaban yang didengar oleh Brian hanya memberikan lebih banyak lagi tanda tanya dalam pikirannya.
"Eh? Darah? Raja Iblis? Apa yang sebenarnya terjadi?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Abed Nugi
Penasaran dengan konsep raja iblis yang tetap sama atau berbeda dengan yang lainnya
2022-12-18
1
Abed Nugi
Jujur banyak penjelasan bagus dinovel kali ini yang tentunya lain dibanding biasanya
2022-12-18
1
John Singgih
rupanya memang yang dimakan MC ada apa-apanya
2022-12-15
1