MERINDUKAN ALEX

Setelah memastikan keadaan Jeanette, Axton meninggalkan Jeanette di rumah sakit dan kembali ke hotel. Baru sebentar ia meninggalkan Alex dengan Zero, ia sudah merindukan anak laki laki itu.

Namun, saat ia masuk ke dalam kamar hotelnya, ia malah mendapati kedua sahabatnya yang tengah bermain bersama Alex.

"Ax! Anak dari mana ini? Ia lucu sekali," ucap Mark.

"Kalian kembali ke kamar kalian, jangan mengganggunya. Mana Zero?" tanya Axton.

"Zero sedang membelikan makanan untuk anak ini. Siapa tadi namamu?" tanya Gilbert.

"Alex, namaku Alex. Aku hapal nama Om, Om Mak, Om Gibet," ucap Alex, yang sontak membuat kedua sahabat Axton tertawa karena mereka berpikiran lain pada sebutan Alex.

"Sudah sana pergi! Aku yang akan menjaganya," ucap Axton.

"Hei, Alex. Dimana Daddymu?" tanya Mark.

"Daddy? Papa?"

"Ya benar, Daddymu di mana? Mengapa kamu menelepon Om Axton," tanya Mark lagi.

"Sudah pergilah sana!" perintah Axton.

"Daddy Alex tidak ada. Nanti Alex tanya Mommy," ucap Alex yang membuat suasana di ruangan itu menjadi berbeda.

Axton menghela nafasnya pelan dan sekali lagi ia meminta sahabat sahabatnya itu untuk pergi. Alex langsung mendekati Axton saat kedua pria yang sejak tadi mengajaknya bermain telah keluar dari kamar.

"Mommy?"

"Mommy mu sedang beristirahat. Sekarang Alex juga tidur ya," ucap Axton.

"Peluk," Alex merentangkan kedua tangannya, meminta Axton memeluknya.

Axton langsung memeluk Alex. Ia juga tak tahu mengapa ia bisa sedekat ini dengan seorang anak kecil. Padahal dengan Nala, Nathan, dan Nicholas saja ia tak terlalu dekat.

"Apa lasa Daddy sepelti ini?" tanya Alex sambil meletakkan kepalanya di bahu Axton. Axton mengelus rambut dan punggung Alex, membiarkan anak itu tidur di bahunya.

"Tidurlah."

Alex tertidur dengan cepat, mungkin karena ia sudah menghabiskan tenaganya bermain dengan kedua sahabat Axton.

Tokk ... Tokk ... Tokk ...

Terdengar suara ketukan pintu. Sambil menggendong Alex, Axton berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ia meletakkan jari telunjuknya di bibir seakan memberitahu Zero untuk tetap diam. Zero menyerahkan makanan yang ia beli pada Axton.

"Terima kasih," ucap Axton.

Zero cukup takjub melihat bagaimana Axton menggendong seorang anak yang tertidur dengan begitu telaten, layaknya seorang Ayah.

Anda sudah sangat cocok menjadi seorang daddy, Tuan. Apa anda akan tetap berpegang pada prinsip anda untuk tidak pernah menikah? - batin Zero, kemudian meninggalkan kamar yang ditempati Axton dan masuk ke kamarnya sendiri.

*****

Kerlap kerlip lampu dan hingar bingar musik yang memekakkan telinga seakan tak lagi ia pedulikan. Hansen benci tempat ini, karena inilah tempat di mana ia kecewa akan Jesslyn dan bertengkar hebat dengan wanita itu, yang mengakibatkan seorang wanita lain tersakiti karena dirinya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan tempat itu masih saja terlihat ramai. Dari kejauhan, Hansen bisa melihat Jesslyn yang tengah bergoyang di lantai dansa dalam keadaan mabuk. Bukan itu saja, ia tidak berdansa sendirian tapi dengan seorang pria yang dengan begitu leluasa menyentuh tubuhnya.

Seketika amarah di dalam diri Hansen kembali muncul. Ia segera berjalan ke lantai dansa dan meraih pergelangan tangan Jesslyn.

"Ahhh!!" teriak Jesslyn, masih sambil memegang minumannya. Ia juga tak ingin pergi, melawan kekuatan Hansen untuk kembali ke lantai dansa.

"Hei lepaskan dia! Aku sedanh berjoget dengannya," ucap sang pria yang juga tercium aroma alkohol dari mulutnya.

"Diam kamu! Dia istriku dan terserah apa yang ingin kulakukan padanya," ungkap Hansen yang menarik tangan Jesslyn.

"Le-lepaskan a-ku. Ka-mu meng-ganggu ke-se-nanganku," ucap Jesslyn.

"Ouu jadi kami senanh melakukan semua itu, hah?!" Hansen menarik Jesslyn dan memasukkannya ke dalam mobil. Hansen meminta supir untuk mengantar mereka kembali ke rumah terlebih dahulu, karena tak mungkin jika ia membawa Jesslyn dalam keadaan mabuk ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah, Hansen kembali menarik Jesslyn hingga sampai di kamar tidur mereka. Tak sampai di situ, Hansen menggendong Jesslyn dan meletakkannya di bawah shower, kemudian menyalakannya.

"Ahhh ... Ahhh ... Hentikan!"

Hansen mematikan kran shower dan melihat ke arah Jesslyn, "berhenti? Apa kamu sudah sadar apa yang kamu lakukan?"

"Apa yang kamu inginkan?! Kamu mengganggu kesenanganku saja!" teriak Jesslyn.

"Apa hidup seperti itu yang kamu inginkan?" tanya Hansen.

"Ya! Aku ingin hidup yang bebas!" teriak Jesslyn sekali lagi.

Nafas Hansen seakan memburu. Ia sudah berusaha untuk tetap bisa memahami Jesslyn selama 5 tahun pernikahan mereka. Tapi kini, rasanya ia ingin menyerah.

"Jika memang itu yang kamu inginkan, kebebasan .... Maka aku akan memberikannya. Aku akan mengurus surat perceraian kita dan mengambil alih hak asuh Joanna. Setelah itu kamu bebas sebebas bebasnya," Hansen langsung meninggalkan Jesslyn begitu saja, membuat Jesslyn yang mendengarnya langsung syok karena tak menyangka bahwa kebebasan yang akan diberikan oleh Hansen adalah sebuah perceraian.

"Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Han ... Sayang!" Jesslyn berusaha bangkit dan ingin mengejar Hansen. Namun keadaannya yang masih dalam pengaruh alkohol, membuatnya sedikit pusing. Ia pun kembali terduduk di lantai kamar mandi.

*****

Setelah kepergian Axton, Jeanette terdiam dan memandang ke arah jendela yang tertutup gorden. Ia bahkan tak bisa memejamkan mata untuk sekedar beristirahat. Kegelisahan di dalam dirinya, terus membuatnya terjaga.

Seorang perawat memasuki ruangan untuk memeriksa infus Jeanette. Jeanette langsung menoleh.

"Bisakah aku bicara dengan dokter?" tanya Jeanette.

"Dokter yang memeriksa anda tadi sudah pulang, Nyonya. Yang ada hanya dokter jaga," jawab sang perawat.

"Dokter jaga pun tidak apa. Aku hanya meminta kepastian untuk pulang."

"Anda belum boleh pulang, Nyonya. Kaki anda harus mendapatkan perawatan terlebih dahulu."

"Ini hanya memar saja. Nanti juga akan sembuh jika diurut perlahan," ucap Jeanette memaksa.

Berada di rumah sakit terlalu lama, tentu akan memakan biaya besar. Meskipun ia pandai bermain saham dan bisa menganalisisnya dengan baik, tapi bukan berarti ia bisa menghamburkannya. Ia nemerlukan uang itu untuk menyewa ruko yang akan ia jadikan tenpat usaha.

"Maaf, Nyonya. Tapi tadi Tuan Axton juga berpesan kalau anda tidak diijinkan ke mana mana."

Axton lagi, Axton lagi! - Jeanette tak bisa berkata kata lagi. Tentu dokter pun telah mendapat wejangan untuk tak mengijinkannya keluar. Kini Jeanette hanya bisa pasrah, dan menunggu saat ia boleh keluar dari rumah sakit. Ia sangat merindukan Alex.

🧡 🧡 🧡

Terpopuler

Comments

Siti Marwah

Siti Marwah

karma itu otang tua angkat..cucunya pun di siasaiakn oleh mama kandungnya sndiri..jeslyne ngga pantas jd mamanya joana

2024-04-16

0

Isabela Devi

Isabela Devi

dukun Hansen suami kakakku jeslyn tapi kamu merebutnya, tapi sekarang apa yg terjd malah kamu menyia nyiakan

2024-05-04

0

ira

ira

bagus Hansen ceraikan aja jesselyn itu🤭🤭🤭daddynya adalah axton🤭

2024-04-30

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!