"Bu......"
Tiba tiba suara bariton sang adik muncul menerobos masuk, Endik Wicaksono Sasmita.
Endik adalah anak bungsu dari Danu dan Erma, saat ini dia sedang kuliah di jurusan tehnik universitas muhamadiyah malang semester satu.
Endik mengerutkan kening melihat sang kakak dan ibunya, nampak mata mereka sembab khas orang yang habis menangis.
"Mbak Hawa sama ibu kenapa?
Kok kayak habis nangis gitu?" sambut Endik menelisik dengan tatapan heran lada ibu juga kakaknya.
Bu Erma nampak ragu untuk menceritakan apa yang sedang terjadi, karena ia tahu seperti apa sifat putranya itu, keras dan tak segan menentang apa yang dianggapnya benar, dan karena sikapnya itu Endik sering kali adu mulut dengan sang ayah.
"Mmmmm, nggak papa kok, ibu sama mbak Hawa cuma lagi cerita cerita aja mengenang almarhumah mbah uti, jadi mewek karena kangen, iya kan nduk?"
Bu Erma mengedipkan matanya pada Hawa dan langsung disambut anggukan paham maksud ibunya.
"Iyaaa, mbak jadi kangen sama mbah uti, gimana kalau besok kita ziarah ke makam mbah uti sekalian Kakung ya dek, kamu mau nggak nganter mbak ke Wlingi?" Hawa mengikuti sandiwara ibunya.
"Iya, besok aku anter, sekalian aku juga mau nyekar ke makam Om Agus." Sahut Endik tak sedikitpun menaruh curiga, percaya kalau ibu dan kakaknya sedang teringat almarhumah neneknya.
"Owh iyaa, ada apa nyariin ibuk?"
Bu Erma menatap putranya dalam dengan mengerutkan kening.
"Tadi Endik beli martabak sama lontong tahu kesukaan kita semua, yuuk makan bareng, mumpung masih anget, kangen makan bareng bareng, kalau di kos kan Endik suka makan sendirian." Sahut Endik dan menatap ibu juga Hawa bergantian.
Bu Erma dan Hawa tersenyum, ada rasa hangat yang menjalar di hati mereka, saling menyayangi dan saling mengasihi satu sama lain, anak anaknya selalu akur dan begitu saling menjaga, apa lagi Endik sebagai anak laki laki, satu satunya, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi pelindung bagi kakak kakaknya, Hawa dan Hilwa.
Hilwa adalah anak kedua, adik Hawa dan kakak bagi Endik, Hilwa saat ini kuliah di universitas muhamadiyah malang mengambil jurusan akuntansi, mahasiswi semester 4.
Semua berkumpul diruang keluarga, makan bersama dengan lontong bumbu sambil nonton televisi, dan sesekali saling mengobrol, namun kali ini Hawa tak banyak bicara, biasanya dia yang paling heboh menggoda adiknya.
Endik merasa ada yang lain dari Kakaknya.
'Ada apa sama Mbak Hawa ya, kenapa dia nampak murung, nanti saja aku tanya saat besok nganter ke makam uti.' Endik bicara sendiri di dalam hatinya, bertanya tanya dengan perubahan sikap sang kakak.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Satria, masih gelisah dengan pikirannya kepada Hawa, dia merasakan ada sesuatu yang Hawa sembunyikan, dapat terlihat bagaimana mata indah itu menatap, ada sorot luka disana.
'Aku sudah mengenalmu bertahun tahun WA, aku tau dan hafal sorot matamu, saat kamu bahagia, saat kamu cemas dan saat kamu sedih.
Semoga kamu baik baik saja, aku nggak akan sanggup kalau melihatmu bersedih.
Aku janji, akan menyelesaikan tugasku disini dengan baik, agar kita bisa cepat bertemu, dan aku akan membawa orang tuaku untuk memintamu menjadi pendampingku dan tentunya dengan membawa bekal yang cukup, hingga membuat ayahmu yakin jika aku bisa membahagiakan putrinya dengan gaji yang lebih dari cukup.
Hawa, aku tau kamu wanita yang baik, lembut dan tak pernah menuntut apapun dariku, trimakasih sudah selalu mendukungku, dan kamu adalah semangatku untuk menggapai semua impianku.'
Satria bergumam sendirian dengan pikiran tertuju pada gadis yang begitu ia jaga cintanya.
Satria memejamkan matanya sambil memeluk foto gadis pujaannya, dia terlelap dalam senyum dan harapan indahnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah enam bulan berlalu, namun Hawa masih belum punya keberanian untuk berkata jujur pada Satria.
'Alloh, aku pasrahkan semua padaMU, aku yakin keputusanMU adalah takdir terbaik untukku.'
Saat Hawa sedang membereskan pekerjaannya, pak Danu datang dengan wajah datarnya, memang pak Danu sangat jarang tersenyum, namun beliau sangat perhatian dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak anaknya.
Hawa menyambut kedatangan sang ayah dengan senyuman.
"Ayah sudah pulang? Hawa sudah masakin kesukaan ayah, sayur gori dan goreng lele sama tempe." Hawa menyambut kedatangan ayahnya penuh kasih.
"Tak lupa sama sambel petenya kan?"
Sahut pak Danu sambil menyerahkan kantong kresek berisi oleh oleh, buah apel dan pear kesukaan keluarganya.
"Iya, ayah tau aja kalau Hawa bikin sambel Pete."
"Tau dong, kan anak ayah selalu tau apa yang ayahnya suka."
"Yasudah ayah mandi dulu, biar Hawa angetin dulu sayurnya."
Pak Danu mengangguk dan segera masuk kamarnya.
"Wa, ibumu kemana?
Dari tadi ayah belum lihat ada ibu." pak Danu kembali menghentikan langkah dan menanyakan keberadaan istrinya.
"Ini kan tanggal dua belas yah, ibu lagi ikut arisan sama ibu ibu PKK di rumah pak RT."
"Owalah, ayah sampai lupa kalau ini tanggal dua belas"
Hawa memasukkan nasi kepiring ayahnya, tak lupa dengan lauk pauknya dan sambel Pete kesukaan sang ayah.
"Ayah makan yang banyak yaa, Hawa masaknya penuh cinta loh."
"Iya iya ayah akan habisin semua nya."
"Wa! temenin ayah makan ya, mau ada yang ayah bicarakan sama kamu.
Duduk sini"
pak Danu menepuk kursi sebelahnya agar anaknya duduk menemaninya.
Kening Hawa berkerut, seolah mencari tau apa yang ingin ayahnya bicarakan, hatinya tiba tiba mulai cemas.
Dipandanginya sang ayah makan dengan lahap, dari suapan pertama hingga tinggal satu suapan saja, sambil meneguk teh hangat pak Danu melap mulutnya dengan tisu.
Di tatapnya sang putri yang nampak gelisah.
"Wa! ayah akan mengenalkan kamu dengan anak teman kantor ayah." Pak Danu memulai percakapan dan langsung membuat Hawa terpaku, menatap tak percaya pada ayahnya yang tersenyum.
"Dia baik anaknya dan sekarang juga sudah mapan, punya kerjaan yang jelas dan ayah lihat dia sangat menghormati dan patuh sama orang tuanya.
Ayah yakin dia akan jadi imam yang baik untukmu.
Nanti malam kamu siap siap ya, selepas isya mereka akan berkunjung kerumah.
Ayah mohon, jangan kecewakan ayah." Sambung pak Danu santai.
"Maksud ayah, Hawa akan dijodohkan gitu?" Balas Hawa dengan raut wajah tak suka.
"Iyaaa..." jawaban singkat terlontar dari mulut pak Danu.
"Tapi yaah.." Hawa mencoba menyanggah tapi pak Danu tidak memberi Hawa celah untuk bicara.
"Sudah, ayah mau siap siap dulu, sambil nunggu ibumu, ayah mau keluar untuk cari makanan buat tamu kita nanti.
Jangan kecewakan ayah."
Pak Danu berlalu tanpa mau perduli dengan perasaan Hawa.
Hawa mematung dengan perasaan yang tersayat, tak terasa air matanya deras mengalir membasahi pipinya.
' apakah ini jalan takdir cintaku, harus berpisah dengan pria yang begitu aku cintai demi hormatku pada orang tua, Alloh aku hanya mampu berserah padamu, aku percaya Engkau lebih tau mana yang terbaik untukku, jika takdir cintaku tak bersama Satria, aku mohon beri aku keikhlasan dan kesabaran dalam menerima takdirMU, Alloh....maafkan aku jika merasa ini begitu berat untuk aku jalani, astagfirullah astagfirullah.'
Hawa terisak seiring sesak yang mengalir deras di dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Aas Azah
kasihan sekali hawa! menentukan pilihan yang sulit antara orang tua dan kekasih 😭😭
2022-12-11
0