Pak Danu kembali meneruskan langkah menuju dapur, meletakkan barang belanjaannya di atas meja, beliau menghembuskan nafasnya kasar, entahlah apa yang saat ini sedang dipikirkan, namun yang pasti, ada beban berat yang membuat dadanya kian sesak.
"Bu...."
Pak danu menghampiri Bu Erma yang tengah duduk bersandar di tepi ranjang kamarnya, matanya nampak sembab dan masih samar terdengar isakan kecilnya.
Bu Erma menatap ke arah suaminya lekat, ada kecewa di kedua bola matanya.
"Aku ingin bicara", suara pak Danu terdengar tak bersahabat dengan wajah datarnya.
"Apa lagi yang akan dibicarakan, bukankah semua keputusan sudah final tanpa kamu mau adanya pembantahan dari kami" Bu Erma menimpali dengan nada penuh kekecewaan.
"Bagus kalau kamu memahami itu"
jawaban pak Danu yang tak berperasaan itu seketika membuat Bu Erma meradang.
"Baiklah, mungkin ini saatnya untuk Hawa tau tentang kebenaran nya, dan kamu siapkan dirimu untuk menerima apapun nanti yang akan terjadi.
Aku yakin, Hawa gadis yang baik dan memiliki hati yang lembut, dia pasti akan memaafkan mu, meskipun tak bisa dipungkiri jika kemungkinan dia akan marah, kecewa bahkan lebih terluka dari berpisah dengan Satria nya."
Setelah mengatakan itu semua, pak Danu melangkah keluar dan berniat untuk menemui Hawa.
Tak ada yang bisa dilakukan Bu Erma, selain pasrah dan menunggu apa yang terjadi setelah ini, menyangkal pun tidak mungkin, karena semua kesalahan murni dari ulahnya sendiri.
"Hawa, buka pintunya nak, ada yang ingin ayah bicarakan."
tok tok tok, pak Danu mengetuk pintu kamar Hawa.
Hening, tak ada jawaban pun tak ada tanda tanda pintu akan dibukakan.
Pak Danu mengerti kekecewaan sang anak, sekali lagi pak Danu coba mengetuk pintu kamar Hawa, tok tok tok..
"Hawa, berikan waktu untuk ayah menceritakan apa yang harusnya kamu tau nak, sudah waktunya kamu mengetahui semuanya." Pak Danu masih berusaha untuk membuat Hawa membuka pintu kamarnya.
ceklek, pintu kamar terbuka dan nampak wajah sembab dari Hawa muncul.
"Boleh ayah masuk?"
Hawa mengangguk dan berjalan gontai ke arah kasur empuknya.
Hawa duduk dipinggiran ranjang, menatap sang ayah penuh tanda tanya, dan kini hatinya mulai gelisah.
Pak Danu menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang dan mengambil posisi duduk tepat di samping Hawa.
Sebelum memulai ceritanya, pak Danu menarik nafasnya dalam dan dihembuskan dengan kasar, nampak gurat ragu dan luka dari pandangan matanya.
"Sebelum ayah bicara panjang lebar, ayah ingin minta maaf, maafkan ayah kalau selama ini belum bisa menjadi ayah yang baik untuk Hawa, tapi perlu Hawa tau, ayah selalu berusaha memberi yang terbaik untuk anak anak ayah tanpa ada yang dibedakan, yang melakukan kesalahan pasti dapat hukuman dari ayah, dan ayah yakin Hawa tau itu semua." Pak Danu menarik nafasnya dalam, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.
"Hawa, pasti kamu kecewa dengan keputusan ayah, yang tidak bisa menerima Satria dan memilih menjodohkan kamu dengan anak teman ayah. Ketahuilah nak, itu semua ayah lakukan untuk kebaikan Hawa, ayah hanya ingin melihat anak ayah hidup bahagia dan terjaga kehormatannya." Pak kembali melanjutkan omongannya dan menatap dalam pada putrinya.
"Kalau ayah ingin lihat Hawa bahagia, kebahagiaan Hawa ada pada Satria. Ayah tau itu. Hawa tidak ingin yang lainnya."
Pak Danu menatap Hawa lekat, tanpa satupun kalimat yang meluncur dari mulutnya.
"Tolong kasih tau Hawa, alasan ayah tidak merestui Satria jadi pendamping Hawa, apa yang salah dari Satria, Yah, apa?"
Pak Danu membuang pandangan dari wajah sayu sang putri, jujur hatinya juga ikut terluka melihat anak yang selama ini dijaganya dengan penuh sungguh terpuruk bahkan terluka dengan keputusannya.
Pak Danu menatap lurus ke arah pintu kamar, ingatannya mulai melayang ke masa lalu, masa dimana, luka itu diciptakan oleh sang istri, wanita yang sangat dicintainya.
"Hawa,sebenarnya....." Pak Danu tercekat dengan kemunculan istrinya yang tiba tiba.
"Cukup mas, tolong biarkan itu menjadi kenangan buruk untuk kita, cukup hanya kita berdua yang tau, aku nggak sanggup jika Hawa mengetahui ini semua, aku nggak sanggup, aku mohon, tolong jangan ceritakan ini,"
Bu Erma tiba tiba masuk dan menghentikan pak Danu agar tidak memberitahu Hawa akan masa lalunya.
Melihat sang ibu histeris, semakin membuat Hawa penasaran dan keingintahuannya makin besar.
"Sebenarnya apa yang ayah dan ibu sembunyikan dari Hawa, kenapa ibu melarang Hawa untuk tidak mengetahuinya, kalau semua ini tentang hidup Hawa, bukankah Hawa berhak tau?"
Ayah, Hawa mohon ceritakan semua sama Hawa."
pinta Hawa penuh harap, agar sang ayah mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku mohon mas, jangan..."
Bu Erma menggeleng lemah dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.
"Hawa berhak tahu semuanya, dan ini waktunya.
Setuju atau tidak, aku akan tetap mengatakannya, karena ini menyangkut status dan hidupnya." Sahut pak Danu dengan tatapan menghujam diarahkan pada sang istri.
Bu Erma jatuh terduduk sambil terus menangis, ada rasa takut dan juga hawatir jika saja Hawa akan menjadi membencinya.
"Hawa, maafkan ayah, jika kamu harus tau kebenarannya dengan cara seperti ini.
Sebenarnya, tidak ada darah ayah yang mengalir di tubuhmu nak, kamu bukanlah Putri kandung Danu Sasmita."
Seperti dihantam ribuan batu, tubuh Hawa langsung luruh dengan kenyataan yang diungkap laki laki yang selama ini dianggapnya ayah.
"Apa?"
Hawa membekap mulutnya, menggelengkan kepala tak percaya, berharap apa yang didengarnya hanyalah mimpi, seketika tubuhnya lemas, bahkan kedua kakinya tak mampu lagi menopang tubuh langsingnya, Hawa terduduk lesu, dadanya kian sesak seiring air mata yang deras mengalir, ' cobaan apa lagi ini yaa Robb' batinnya menjerit pilu.
"Kalau Hawa bukan anak ayah, lalu siapa orang tua kandung Hawa yah?"
Hawa menguatkan diri untuk mengeluarkan suaranya, rasa terkejut belum sepenuhnya hilang, namun keingintahuan nya terlampau besar tentang dirinya.
Pak Danu mendesah, mulutnya berubah kelu, ia tak tau dari mana memulai ceritanya.
Dengan meyakinkan diri dan tekad yang sudah bulat, pak Danu mengumpulkan keberanian untuk membuka cerita masa lalu yang selama ini disimpannya rapat.
"Dulu, ibu dan ayah menikah karena dijodohkan, saat ayah bertemu dengan ibumu, ayah langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, saat itu ibumu terlihat begitu cantik dan sempurna di mata ayah, dan tanpa memikirkan apa apa lagi, ayah langsung menerima perjodohan itu, tapi ternyata tidak dengan ibumu, ibumu menolak dengan alasan tidak punya perasaaan apa apa dengan ayah, dan saat itu ibumu sudah memiliki kekasih.
Namun, kakek mu tidak menerima penolakan, perjodohan tetap terjadi.
Akhirnya kami menikah, dengan tanpa cinta dari ibumu".
Pak Danu menatap sang istri dengan perasaan yang sulit dijabarkan, di samping itu Bu Erma makin terisak dengan rasa penyesalannya.
"Hingga pernikahan sampai berjalan di bulan ke enam, ibumu tak pernah sekalipun mau ayah sentuh, hubungan rumah tangga kami hambar, bahkan terkesan dingin.
Dan waktu itu, ibumu sering mual dan kerap kali muntah muntah, pagi itu ibumu sempat pingsan, tubuhnya lemah karena lebih sering muntah dan tak mau makan, ayah panik, dan membawanya pergi ke dokter, itulah hari dimana hidup ayah sangat sulit, karena hasil dari pemeriksaan mengatakan jika ibumu sedang hamil, sedangkan belum sekalipun ayah menyentuhnya."
meskipun dadanya kian sesak, karena harus mengorek kembali kisah yang sekian tahun berusaha untuk dilupakannya, pak Danu tetap melanjutkan ceritanya demi kebaikan untuk semuanya.
"Ibuuuu, "
Hawa menatap kosong ke arah ibu nya, ada rasa kecewa yang menghujam ulu hatinya.
"Maafkan ibu, maafkan aku mas..." Bu Erma mengucap maaf dengan terus terisak, malu, dan penyesalan kian membuatnya terpuruk, sebegitu hina nya dia dimasa lalu.
"Setelah kembali dari rumah sakit, ayah pergi untuk menenangkan diri, ayah nggak mau melakukan apa yang tak sepantasnya ayah lakukan, berusaha meredam amarah juga kecewa, berat sangat berat sampai ayah jatuh dari montor dan mengalami patah tulang.
Akibat insiden itu, ayah harus dirawat dirumah sakit hingga beberapa hari.
Sekembali ayah dari sakit, ayah meminta penjelasan dari ibumu.
Dan ternyata bayi yang dikandungnya adalah anak dari Galih samudra, seorang polisi kekasih ibumu, dan pada saat itu dia juga sudah menjadi suami dari wanita lain.
Mereka melakukan perselingkuhan, dan saat ibumu hamil, Galih tidak mau bertanggung jawab, bahkan dia memilih untuk pindah tugas ke Kalimantan.
Meskipun hati ayah sakit, marah, tapi entah kenapa ayah tak bisa membenci ibumu, mungkin cinta yang begitu dalam yang membuat ayah bertahan hingga saat ini.
Dan dari kejadian yang menyakitkan itu, ayah bersyukur, ibumu berlahan lahan mulai bisa menerima ayah, dan kita mulai mampu menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana mestinya.
Meskipun kamu bukan darah daging ayah, tapi ayah sangat menyayangimu layaknya anak kandung ayah, dan ayah harap, Hawa mengerti maksud ayah yang tidak menyukai profesi yang dipilih Satria." Pak Danu kembali meneruskan ceritanya dengan suara yang bergetar.
"Kenapa harus serumit ini, kenapa harus Hawa yang menerima akibat dari keegoisan kalian?
aku kecewa dengan ayah dan ibu, kenapa harus Hawa, kenapa?."
Hawa terus histeris tak terima dengan kenyataan yang terjadi, alasan yang sama sekali tak masuk akal menurutnya, hanya karena profesi, takdir cintanya menjadi taruhannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Aas Azah
😭😭😭 mengsedihkan sekali kisah cinta mu hawa
2022-12-11
0