Jayden baru saja turun dari mobilnya, lantas dengan sigap petugas parkir menghampirinya dan memberikan salam hormat lalu menerima kunci mobil Jayden.
Petugas parkir sangat tau apa yabg diinginkan tuan Jayden, yakni memarkitkan mobilnya ke tempat parkiran yang aman.
"Selamat datang di cafe Bulan, tuan Jayden. Apa ada yang bisa kami bantu?" ucap pak Marvel sesampainya Jayden ke pelataran cafe.
Pak Marvel menyambut kedatangan seorang laki-laki berpenampilan kasual dengan kaos hitam dan jeans biru navy, dengan sangat ramah. Seluruh pegawai pun sudah dikondisikan olehnya agar berdiri menyambut tamu agung tersebut.
Suasana di cafe masih ramai pengunjung, tapi tak membuat pemilik cafe Bulan itu kesulitan untuk mendapatkan perhatian dari sang tamu agung.
Suara-suara sumbang dari para pelangan yang hadir pun mulai terdengar. Ada pula yang sengaja mendekat demi melihat sang tamu agung, termasuk Shasya.
"Aku hanya perlu meja dekat dengan jendela untuk minum kopi terbaik dari cafemu. Bisa kau siapkan untukku?" sahut sang tamu agung yang tak lain adalah tuan Jayden.
"Tentu saja bisa, tuan! Baiklah aku akan suruh pegawaiku untuk menyiapkan permintaan anda."
Pak Marvel mempersilakan Jayden masuk ke dalam cafe dengan diiringi dua pegawai yang ditunjuk olehnya.
Shasya dengan sigap menyikut pegawai yang akan ditunjuk pak Marvel agar dirinyalah yang menjadi orang beruntung tersebut.
"Saya siap melayani tuan Jayden, pak!" sahutnya tegas.
"Baiklah Shasya, tolong tunjukkan tuan Jayden meja khususnya."
Dengan sigap Shasya menggiring Jayden menuju meja yang diinginkan Jayden. Sebuah meja dengan satu kursi dekat dengan jendela di sudut ruangan cafe.
Jayden tak ingin ada yang mengganggu altivitasnya menikmati malam minggunya yang sepi.
"Mohon tunggu sebentar, saya akan menyiapkan pesanan tuan," ujar Shasya sopan.
Setelah mendapat persetujuan dari Jay dengan isyarat sebuah anggukan dari dagu Jay, Shasya langsung undur diri dan bergegas menuju ke belakang display. Ia tergopoh-gopoh menuju pembuat kopi.
"Astaga Shasya ... ! Hati-hati dengan langkahmu! Kau hampir saja menabrakku. Lihatlah, kopi dalam cangkir ini sampai bergetar akibat senggolan sikumu. Haish ... " rutuk seorang pegawai yang hampir saja ditabrak Shasya.
"Maafkan aku .. aku tergesa-gesa. Tuan Jay memesan menu spesial saat ini juga. Aku sangat gugup sampai-sampai tak melihatmu berjalan di depanku," dalih Shasya.
Bunga melihat pertengkaran kecil Shasya lantas mendekati.
"Memangnya, siapa tuan Jay sampai-sampai kau begitu tergesa-gesa?"
"Astaga, Bunga ... kau tidak tahu siapa tuan Jay? Kau dari planet mana sih?" seru seorang pegawai lagi yang kemudian ikut nimbrung.
"Memangnya siapa dia? Haruskah aku mengenalnya?" sahut Bunga cuek.
Kini Shasya yang merespon ucapan Bunga dengan menepuk kilat dahinya.
"Ah kalian ini buatku pusing saja! Ayo cepat siapkan pesanan tuan Jay. Aku tak ingin dia menunggu lama," ujar Shasya.
"Dan kau, Bunga. Nanti kuceritakan siapa tuan Jay selepasnya pergi dari cafe kita. Ayo siapkan cangkir kopi untuknya. Pilih cangkir yang terbaik."
Bunga memutar bola matanya jengah. Ia sedikit kesal dengan yang namanya Jay. Rasanya, seperti semua orang mendewakan dirinya sampai-sampai cangkirpun harus dipilih yg terbaik. Memangnya ada cangkir yang berbeda? Toh semua cangkir sama jenis dan bentuknya. Tak ada yang beda.
"Haish ... Bikin kesal saja! Kenapa semua nama Jay selalu menjengkelkan! Jay itu pun sama menjengkelkan!" rutuk Bunga sambil menyiapkan cangkir dan piring "terbaik" untuk tuan Jay.
Sementara itu, di tempat lain, yakni di kursi sudut ruangan cafe, Jay tengah sibuk dengan ponselnya. Ia tak peduli dengan sekitarnya yang hiruk pikuk dengan aktivitas mereka.
Jay bahkan tak peduli pada beberapa gadis yang mencoba mendekatinya. Sikap arogan dan dingin, ia tampilkan demi mengusir para wanita yang ingin mengobrol dengannya.
Meja itu hanya menyediakan satu kursi. Dan itupun atas permintaan Jay. Ia hanya membutuhkan satu kursi, ucapnya saat pemilik cafe kebingungan dengan permintaannya.
"Silakan dinikmati kopi dan camilan unggulan di cafe ini, tuan."
Tak lama, Shasya datang membawa nampan berisi hidangan terbaik di cafe itu.
Laki-laki itu mengangguk pelan.
"Ya terima kasih. Letakkan saja di atas meja."
Jay bahkan tak menatap Shasya. Ia masih berkutat ada ponselnya.
Shasya pun menyerah. Hanya sebatas itu ia bisa dekat dengan sang idola hati. Padahal dalam hatinya, ia ingin sekali bisa mengobrol meski sedikit.
"Kenapa wajahmu cemberut seperti itu? Seharusnya kau senang karena keinginanmu bertukar posisi denganku terwujud?" tegur Bunga saat ia melihat Shasya berjalan tak semangat menuju dapur.
"Yeah ... Aku senang, tapi aku sedih," tuturnya sambil duduk di salah satu kursi dapur yang tersedia untuk pegawai yang hendak beristirahat sejenak. Ia duduk termangu dengan wajah lesu.
"Kau senang tapi sedih. Bagian mana
sebetulnya yang kau rasakan saat ini? Aneh sekali kau ini!" kekeh Bunga sambil mengeringkan piring-piring yang telah ia cuci.
"Aku senang bertukar posisi denganmu, tapi sekaligus aku juga merasa sedih karena sang pujaan hatiku tak menatapku sedikitpun."
"Astaga Sha ... Kupikir kau sedih karena hal yang penting. Ternyata hanya karena hal sepele kau merasa sedih. Haish ... "
Bunga terkekeh. Ia merasa geli karena melihat tingkah Shasya yang murung hanya karena sang tamu agung tak memandangnya.
"Sepele katamu? Suatu keberuntungan jika bisa ditatap oleh sang pujaan hati. Dia itu dewa, Bunga! Semua wanita menginginkan menjadi kekasihnya meski hanya sehari!" tuturnya menggebu.
"Semua wanita? Termasuk aku? Kurasa tidak! Ah, sudahlah ... Tak perlu larut dalam kesedihan yang sia-sia. Lagipula siapa kita sampai-sampai si tuan harus memandang ke arah kita. Kita hanya orang kecil yang tak ada harganya di mata si tuan," ujar Bunga ketus.
Shasya hanya mendengkus kesal mendengar penuturan Bunga. Ia pun kembali ke tempatnya, melanjutkan pekerjaan sebagai pengantar makanan.
"Dewa? Cih ... Aku pernah bertemu dengan dewa juga. Dewa arogan!" gumam Bunga.
Sejenak ia teringat masa lalunya dengan mantan kekasih.
"Hei! Kau sedang memarahi piring-piring itu?"
Bunga menoleh. Ia tersentak karena kegiatannya merutuki masa lalu diketahui oleh orang lain.
"Alex ... Ah, tidak. Aku hanya sedang bergumam saja," sahut Bunga malu.
"Yeah ... Kau memang sering seperti itu jika sudah berkutat dengan pekerjaan. Oh, ya ... Aku hanya ingin memberitahumu sesuatu," ujar laki-laki yang belakangan diketahui menyukai Bunga itu.
Ia mendekati Bunga. Bunga sedikit merasa kikuk.
Ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Hati Bunga semakin tak keruan. Ia takut Alex akan berbuat yang tidak baik padanya.
"Kau mau apa?" ujar Bunga sedikit takut.
"Aku hanya mau memberitahumu ini."
Alex menunjukkan benda pipih kotak pada Bunga. Ponsel Alex!
Ponsel itu menyala dan langsung menampilkan sebuah situs lowongan kerja.
"Bukankah ini yang selalu kau inginkan?"
Bunga memberanikan diri menerima uluran ponsel dari tangan Alex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
bintang kehidupan
semangat bunga
2022-12-17
0