"Akhirnya sampai juga. Yes masih tersisa lima menit lagi, ayo cepat! Cepat!" ujar Bunga memotivasi dirinya sendiri.
Ia bergegas menanggalkan helm lalu berlari kecil masuk ke dalam cafe melalui pintu belakang.
Biipp!
Tanpa ba-bi-bu lagi bagai sedang menjalani perlombaan lari, Bunga langsung menjangkau dan menekan tombol pada mesin absensi.
"Syukurlah, aku tidak terlambat."
Bunga tak lantas membuang waktu yang tersisa. Ia bergegas menuju ruangan tempat loker berada. Membuka pintu loker lalu mengeluarkan benda yang Vidya sebut seragam dari dalam itu.
Bukan baju ataupun celana yang dimaksud seragam, tapi hanya sebuah celemek berwarna merah dan topi dengan warna senada yang Bunga dapatkan. Bunga tak harus bertanya pada karyawan lain untuk petunjuk pemakaian ataupun tugas yang harus ia kerjakan di cafe tersebut, sebab ia sudah beberapa kali menggantikan Vidya bekerja di cafe tersebut. Bahkan pemilik cafe tak keberatan jika Bunga bekerja sebagai karyawan tetap.
Namun tawaran baik itu Bunga tolak halus. Tidak maksud menolak rizki hanya saja, ia ingin bekerja pada bidang yang sangat ia sukai, sekretaris. Bukan sebagai pelayan di cafe tersebut.
"Hei, Bunga ... Jadi, malam ini juga si Vidya melempar tanggung jawabnya padamu?"
Bunga menoleh. Ia baru saja selesai mengikat tali celemek di belakang pinggangnya. Seorang laki-laki yang usianya lebih muda di bawah Bunga menyapa.
"Yup ... Di sinilah aku, menggantikan tugas Vidya, lagi ... " jawab Bunga sambil tersenyum miris.
"Ah, iya Za, kau tahu di mana pin milik Vidya? Aku mencarinya di dalam loker tapi tak kutemukan sejak tadi," sambung Bunga sambil mengacak-acak isi loker Vidya.
"Pin? Ah, mungkin saja ada di laci sendok. Ia sering sekali terlupa dan selalu karyawan lain yang menyimpan pin tersebut di laci sendok," sahut laki-laki yang dipanggail dengan sebutan Za tadi.
"Baiklah, kalau begitu aku ke depan untuk bersiap. Terima kasih, Reza." Bunga bergegas melangkah menuju rak sendok yang dimaksud.
"Hey, Bunga! Seharusnya kau tak membiarkan ia memanfaatkanmu."
Suara Reza menghentikan langkah Bunga. Ia menoleh sekilas lalu tersenyum tipis lalu berlalu meninggalkan Reza tanpa balasan kalimat dari Reza. Bunga tak harus mengomentari ucapan Reza, karena ia yang paling tahu siapa yang memanfaatkan siapa.
***
Laju mobil Jay memelan. Jarum pengukur kecepatan beradu pada angka 40 kilometer per jam. Ia melaju tak tentu arah.
"Di mana dia? Seharusnya aku bisa menemukannya ... " gumam Jay sambil menoleh ke kanan dan kirinya.
Jay masih penasaran dengan penglihatannya beberapa waktu tadi.
Ia merasa melihat seseorang yang pernah menerangi hatinya beberapa waktu silam sebelum harus dipadamkan secara paksa oleh sang pujaan hati.
Jay memutuskan menepi sejenak di tepi jalan. Pikirannya tak menentu. Ia meraup wajahnya gusar dengan kedua telapak tangannya.
"Aku mungkin hanya berhalusinasi karena efek dari obat-obatan yang ku konsumsi," desah Jay.
Jay menilik jam di tangannya. Ia ingin kembali ke apartemennya tapi tiba-tiba saja ponselnya berdering.
"William? Tak biasanya dia meneleponku malam-malam begini. Hallo?"
Jay menerima sambungan telepon dari William --sekretarisnya di kantor pusat.
"Kau atur saja jadwalku seminggu ke depan. Aku percaya padamu."
"...."
"Hm ... merepotkan. Bukankah aku tak harus ikut merekrut karyawan baru? Kau bisa memberikan tugas wawancara pada bagian personalia seperti biasanya."
"...."
"Hm ... peresmian kantor cabang ya? Coba ulangi, kapan aku harus menghadiri peresmian itu?"
"...."
"Baiklah, mungkin aku akan mampir sebentar. Kau atur saja semua keperluanku."
Klik!
Jay mematikan ponselnya.
"Haish ... jadwalku minggu depan akan sangat padat. Aku rasa, aku butuh menyegarkan diri malam ini," gumam Jay.
Jay menjalankan mobilnya kembali. Ia tak berniat untuk pulang cepat kali ini.
***
"Hai Bunga!"
"Oh, hai Shasya. Kau nampak sangat kewalahan malam ini. Apa semua baik-baik saja?" desis Bunga di dekat telinga Shasya.
"Yeah ... Kau tahu, malam ini adalah malam minggu. Cafe akan selalu sibuk saat suasana semakin malam. Ditambah lagi, akan ada tamu agung yang mampir ke tempat ini," sahut Shasya tanpa menghentikan gerakannya meletakkan beberapa cangkir untuk diisi oleh sang coffe maker dari dalam rak cangkir.
Malam ini gerakan Shasya di atas tempat pencuci piring lebih cepat dari biasanya. Banyak cangkir dan piring yang telah habis dilibasnya bersama sabun pencuci piring. Dan lagi salah satu karyawan yang bertugas menyajikan cangkir-cangkir tak datang malam ini.
"Tamu agung? Siapa?" Seketika rasa ingin tahu Bunga menggelitik hatinya.
"Yeah ... aku tak tahu pasti, yang kutahu hanya tamu agung itu adalah laki-laki tampan nan jutawan. Ah ... seandainya malam ini aku ditugaskan sebagai pengantar makanan untuknya," celetuk Shasya sambil menerawang keinginannya.
"Semua tamu laki-laki yang datang ke sini juga sering kau bilang tampan. Lalu level tampan setinggi apa sampai kau mau bertukar tugas denganku?" ejek Bunga.
Shasya sontak melirik ke arah Bunga. Ia memindai kostum yang dikenakan Bunga.
Perfect!
"Kau benar! Aku seharusnya mengenakan celemek dan topi itu. Bagaimana kalau kita bertukar tugas malam ini? Aku yakin bos tak kan tahu perbuatan kita. Dia akan sibuk dengan persiapan penyambutan tamu agung itu."
Sebuah ide gila mendarat di kepala gadis itu.
"Kau gila! Jangan seret aku dalam masalah. Ah, sudahlah, aku harus mengantar pesanan kue ini," tampik Bunga sambil bergerak hendak mengambil nampan dengan dua piring kecil berisi kudapan ringan pesanan pelanggan.
"Auch! Shasya ... kau hampir saja membuatku menjatuhkan nampan ini! Astaga!" rutuk Bunga kesal.
Shasya tanpa tuding aling-aling, mencekal tangan Bunga.
"Aku serius Bunga ... aku harus menjadi pelayan malam ini. Biar kuantar makanan ini."
Bunga menghela napas gusar.
"Ayolah Bunga ... kalau kau mengijinkanku bertukar posisi, maka aku akan mendekatkanmu dengan Alex."
Bola mata Bunga langsung melotot. Tidak! Tidak dengan Alex.
"Hei, kau tak harus melakukan itu. Jika kau mau kita bertukar posisi. Maka, ambil saja celemek ini. Aku tak menginginkan imbalan seperti yang kau tawarkan barusan," ujar Bunga cepat.
Ia membuka tali celemek dan melepaskan topi pelayan. Ia tak mau ada kesepakatan bodoh berlaku dalam hidupnya terkait laki-laki.
Wajah Shasya langsung semringah.
"Baiklah, jika kau tak mau itu sebagai imbalan kebaikanmu malam ini. Katakan saja jika kau butuh aku lain kali. Terima kasih untuk ini!" ujar Shasya sambil menunjuk pada celemek yang ia kenakan lantas bergegas pergi meninggalkan Bunga. Nampan berisi pesanan pelanggan pun sudah disambar oleh Shasya.
"Haish ... tadi itu hampir saja ... astaga! Aku tidak mau berurusan dengan laki-laki sementara waktu. Hidupku sudah terlalu kacau oleh laki-laki."
Yup ... pilihan tepat untuk malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
bintang kehidupan
tamu agung????
2022-12-17
1
Cute Mommy
lanjut thor, suka sama karakter Bunga yang tegas
2022-11-01
1