05 Melamar atau Dilamar?

"Kau kenapa? Sejak tadi bolak-balik menilik jam tangan. Ada yang salah dengan jam tanganmu?"

Vidya heran dengan tingkah Bunga yang sejak tadi bolak balik melirik jam tangannya.

Semalam, saat dirinya baru saja pulang dari cafe, ia tak sempat menceritakan ajakan Alex perihal lowongan pekerjaan hari ini. Dan pagi ini, bahkan masih pagi buta, jam di dinding pun masih menunjukkan pukul lima pagi, Bunga nampak gelisah. Ia memikirkan tawaran dari Alex.

"Sebenarnya kau ini kenapa? Apa ada hal yang kau pikirkan sampai-sampai aku bertanya ratusan kali tak menyahut," ujar Vidya sedikit jengkel sebab sahabatnya itu tak menjawab pertanyaannya.

"Haish ... ratusan kali kau bilang? Hiperbola sekali. Kau baru bertanya padaku satu pertanyaan, haish ... "

"Iya, sekali aku bertanya. Lantas kau tidak menjawab. Harus berapa kali aku bertanya?" sungut Vidya.

Bunga menghela napas gusar.

"Hei, kau sepertinya tengah stres memikirkan sesuatu. Katakan saja. Kau tak harus ragu untuk menceritakan beban pikiranmu padaku. Apalagi jika hal itu bersangkutan dengan keuangan. Aku siap membantumu kapanpun. Kau tak harus memikirkannya, oke?"

Vidya akhirnya bangkit dari kursi makan dan menghampiri Bunga yang tengah berdiri di ruang televisi. Ruangan yang hanya berbataskan lemari buku kecil di tengah sebagai pembatas ruangan antara ruang televisi dan ruang makan.

"Ada apa? katakan saja," ujar Vidya sambil menepuk lembut pundaknya.

Bunga terlihat sangat gelisah.

"Vidya ... Aku sepertinya telah melakukan kesalahan," sahut Bunga takut-takut.

Kening Vidya berkerut. "Kesalahan? Kau melakukan apa? Apa kau dimarahi oleh bos Marvel? Astaga ... Ada apa? Ceritakan padaku, apa yang terjadi semalam?"

Raut wajah Vidya berubah cemas.

"Tidak ... Bukan itu. Tidak ada yang salah dengan pekerjaanku semalam. Semua baik-baik saja, bahkan pak Marvel masih menawarkan pekerjaan padaku di sela waktu istirahatku," jawab Bunga.

"Benarkah? Itu bagus! Lalu apa kau menerima tawaran itu?" tanya Vidya antusias.

Bunga menggeleng lemah. "Astaga, Bunga ... kenapa kau tolak? Bukankah itu hal yang bagus. Kita bisa bekerja bersama dan aku pasti sangat senang jika kau ada di cafe. Kita bisa berangkat ke cafe dengan motorku bersama," terang Vidya tak kalah antusias.

"Kau tahu ... aku tak ingin menjadi pelayan di cafe. Aku masih belum menyerah dengan cita-citaku. Maaf mengecewakanmu," ujar Bunga tak enak hati.

Vidya sontak terdiam. Ia tahu sahabatnya itu tak bermaksud untuk menyinggung dirinya. Tapi, kali ini ia merasa membenarkan kalimat Bunga.

Vidya tak seperti Bunga. Ia hanya lulusan SMA dan melanjutkan kehidupannya dengan mencari pekerjaan yang ia bisa. Bekerja di cafe Bulan merupakan keberuntungan tersendiri bagi Vidya, sebab ia sudah beberapa kali melamar pekerjaan namun tak pernah bertahan lama karena kebiasaannya yang menyepelekan pekerjaan demi mementingkan percintaannya. Bos Marvel tak sampai hati memect Vidya. Ia terlanjur menyukai Vidya. Tapi, tidak bagi Vidya.

"Aku mengerti. Lalu? Apa yang membuatmu sangat cemas ini? Ayo, sini duduk dulu. Coba kau ceritakan, agar kita bisa menikmati makan pagi dengan tenang," ajak Vidya.

Ia menggiring Bunga agar mau mengikutinya duduk di sofa ruang televisi.

"Semalam, Alex menghampiriku. Dia mengajakku berbicara tentang sesuatu," ujar Bunga akhirnya membagi apa yang ia cemaskan.

"Apa?! Alex?! Si hidung belang itu? Dia bilang apa padamu? Apa dia mengganggumu? Dia menyakitimu?" cecar Vidya.

"Tidak, tidak ... aku hanya mengobrol sebentar. Dia sangat sopan padaku. Dia hanya menawarkan aku sebuah pekerjaan. Aku tak langsung menerimanya. Aku bingung. Aku harus memikirkan terlebih dahulu dari tawarannya itu," jelas Bunga.

"Pekerjaan? Dia memberimu pekerjaan yang seperti apa sampai-sampai kau begitu cemas? Awas saja jika ia macam-macam padamu. Aku akan menghajarnya!" ujar Vidya bertingkah seolah mengancam Alex.

"Bukan jenis pekerjaan yang aku cemaskan. Aku hanya cemas dengan penawarannya. Itu membuatku bingung."

Bunga akhirnya menjelaskan bahwa Alex akan membantunya mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris asalkan pagi ini ia mau pergi bersamanya ke kantor tersebut.

"Haish ... bisa-bisanya ia mengambil kesempatan dalam kesempitan."

"Hem ... Tapi menurutku, jika memang itu adalah sebuah peluang untuk mewujudkan cita-citamu bekerja di sebuah perusahaan sebagai sekretaris, maka tak ada salahnya kau menyetujui permintaannya. Toh, hanya sekedar pergi bersama menuju kantor tersebut. Benar begitu 'kan?"

"Menurutmu begitu? Aku belum mengatakan setuju pada Alex, hanya sekedar bilang akan mempertimbangkannya. Dan dia memintaku jika aku setuju dengan idenya, aku harus menghubunginya. Bagaimana menurutmu? Aku takut."

"Ya, tentu saja. Telepon saja Alex. Bilang kau akan siap jam 8 dan jemput di ujung jalan ini. Ingat! Kau tak harus membiarkan orang lain tahu siapa dirimu," ujar Vidya sedikit mengingatan Bunga tentang kehidupan pribadinya yang selama ini disembunyikan oleh mereka berdua.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menelepon Alexa sekarang juga."

"Baiklah, sementara kau meneleponnya, aku akan menyiapkan sarapan untuk kita semua."

***

"Aku sangat senang kau menerima tawaran pekerjaan dariku."

Alex tersenyum seolah dirinya telah memenangkan perlombaan.

"Aku rasa, ini yang terbaik. Aku butuh pekerjaan, dan kau bisa membantuku mendapatkan pekerjaan itu," sahut Bunga singkat.

Sepanjang perjalanan, Bunga tak ingin memulai percakapan. Ia sibuk mengecek ponselnya. Mencari-cari materi jawaban untuk menghadapi pertanyaan yang mungkin akan ia hadapi saat wawancara.

"Kau cantik, Bunga."

Sontak Bunga menghentikan jemarinya yang tengah berselancar di atas layar ponsel. Ia menoleh seketika.

"Aku menyukaimu, Bunga."

Satu kalimat lagi yang membuat bola mata Bunga membulat penuh.

"Kau terkejut? Ah, tentu saja. Aku sudah menyukaimu sejak pertama kali kau menggantikan Vidya. Kau tentu tak menyadarinya, sebab kau memang selalu fokus saat bekerja hingga aku yang selalu menghampirimu pun tak kau hiraukan," tutur Alex.

Bunga bukan tak menyadari. Ia sangat sadar dan tahu bahwa Alex menyukainya. Karena itulah, ia berusaha bersikap sewajarnya seperti biasa agar Alex tak mengetahuinya.

"Jika aku bisa membuatmu diterima bekerja di perusahaan tersebut. Maukah kau menikah denganku? Aku tak akan membatasimu bekerja. Kau bisa dengan tenang bekerja sebagai sekretaris di perusahaan tersebut."

Telinga Bunga bagai disambar petir. 'Astaga! Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?' batin Bunga bingung.

Ini gila! Bunga terjebak dalam sebuah kesepakatan. Ia bahkan belum sampai di kantor yang dituju. Dan ia bahkan belum tentu diterima di perusahaan tersebut. Tapi bagaimana jika Alex memang bisa membuatnya diterima bekerja menjadi sekretaris di perusahaan itu?

Pikiran Bunga semakin kalut.

"Alex ... kau sangat lucu. Tak kusangka kau suka bergurau," ucap Bunga mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak bercanda. Aku serius. Aku akan melamarmu secepatnya. Setelah urusan pekerjaanmu selesai, aku akan mendatangi orang tuamu untuk memintamu menjadi istriku."

'Astaga! Apa ini?! Aku yang seharusnya melamar pekerjaan, kenapa aku yang malah dilamar? Dan aku bahkan tak menyukai orang yang melamarku ini, haish ... " rutuk Bunga miris.

Terpopuler

Comments

bintang kehidupan

bintang kehidupan

Alex, jangan bikin bunga bingung donk

2022-12-18

0

AbangRoyyan Syahrurrohim

AbangRoyyan Syahrurrohim

cowok macam apa itu hiiyy

2022-11-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!