Seperti biasanya, jika pagi telah tiba maka Nenek dan Cucunya itu akan duduk di ruang tamu seraya menunggu kedatangan Fathia yang akan mengajar Yanza.
Sementara Arson dia sudah pergi mengurus dua pekerjaan-nya sejak pagi tadi, pria itu memang hanya menyempatkan diri berada di rumah hanya satu hari saja atau beberapa jam saja setelah itu pergi kembali.
"Yang benar saja? ini sudah jam delapan lewat tapi dia belum juga datang, " gumam Yanza dengan melihat sebuah jam yang bertengger di tanganya.
Rupanya apa yang di rasakan Yanza juga di rasakan oleh Mara, dirinya merasa lelah menunggu apalagi nanti dirinya akan mengunjungi salah satu butik miliknya untuk melihat perkembangan usahanya.
"Nenek, coba telfon guru lelet itu. " titah Yanza dengan nada yang lumayan jutek menahan rasa kesal karena sudah menunggu, padahal dirinya sudah menyiapkan sebuah kejutan misterius yang nantinya akan membuat Fathia berteriak histeris.
Mara menurut saja sebab apa yang di katakan Yanza benar juga, maka dari itu Mara merogoh tasnya lalu mengambil ponsel miliknya dan langsung mencari nomor Fathia. Setelah menemukanya Mara langsung menghubungi Fathia walau harus menunggu lumayan lama namun beruntung Fathia masih menjawabnya.
[Halo, Nyonya.]
[Fathia? apa kau tidak berangkat untuk mengajar Yanza?]
[Oh iya Nyonya, maaf saya lupa menghubungi Nyonya kalah Ibu saya masuk rumah sakit. Maka dari itu saya tidak bisa masuk kerja.]
[Ibumu masuk rumah sakit? rumah sakit mana? apa Saya boleh menjenguk ibumu?]
[Boleh Nyonya jika Anda berkenan.]
[Terimakasih Fathia,]
[Sama-sama Nyonya, nanti Saya akan mengirimi alamat lewat pesan.]
[Iya Fathia,]
Tut!
Panggilan telepon akhirnya terputus. dan Mara langsung menoleh ke arah Yanza yang juga menatapnya heran.
"Yanza, kau ikut Nenek ya? " bujuk Mara agar cucunya itu mau ikut denganya.
"Kemana? kalau ke Mall atau taman bermain aku tidak mau, " ujar Yanza.
"Ke rumah sakit, " jawab Mara.
"Untuk apa Nenek kesana? apa jantung Nenek sakit? paru-paru? atau sakit hati?" tanya Yanza heran.
"Bukan Yanza, tapi Nenek ingin menjenguk ibu Fathia yang berada di rumah sakit. " jelas Mara.
"Oh, ibunya sakit lalu apa urusanya dengan kita? " lagi, bocah menjengkelkan itu kembali melontarkan sebuah pertanyaan.
"Yanza, ketika ada orang dekat yang sakit kita harus menjenguknya. Dengar yah kau tidak boleh menyepelekan jenguk menjenguk, coba kau fikir! kalau kau sakit tetapi tidak ada yang menjenguk bagaimana perasaan-mu?. "
"Perasaan-ku akan tetap baik, lagi pula siapa yang akan menjenguk diriku?. " ucapan Yanza berhasil membuat Mara harus banyak bersabar.
"Bibi Certi dan Paman Son selalu menjengukmu sayang bersama Tante Leyza. " jelas Mara.
"Ck, mereka menjenguk dengan cara yang tidak iklas bahkan mereka selalu memintaku untuk membujuk Papa agar menikahi Tante Leyza si ular berbisa. " tolak Yanza ketika mendengar penuturan dari Neneknya.
"Baiklah, terserah kamu saja tapi Nenek mohon kamu mau ikut Nenek." pinta Mara dengan memperlihatkan raut wajah memohon.
Yanza hanya bisa mencebik karena merasa kesal terhadap Neneknya, namun dirinya juga merasa tidak tega ketika melihat raut wajah memohon itu jadi dengan spontan kepalanya langsung menggangguk mengiyakan.
Di pagi menjelang siang itulah mereka langsung bergegas menuju mobil, di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan hingga akhirnya mobil menepi.
...━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━...
Di rumah sakit Mutiara Bunda, nampak Fathia tengah duduk dengan menggenggam tangan Ibunya yang masih terbaring lemah di atas ranjang.
Kedua kelopak matanya menatap wajah menenangkan milik sang Ibunda yang tak pernah membuatnya bosan.
"Fa, " mulut Harra terbuka kecil untuk memanggil sang Puteri tercinta dengan suara yang lembut.
"Iya Bu? " jawab Fathia yang menegakan posisi duduknya dan menatap Harra dengan senyuman yang merekah.
"Kamu gak capek menemin Ibu dari kemarin? kalo kamu capek Ibu tidak keberatan jika kamu pulang karena Ibu gak mau kamu kelelahan." ujar Harra dengan menatap Fathia iba.
"Fathia gak capek kok Bu, lagi pula kalaupun Fathia pulang. Hatiku gak bisa tenang mikirin Ibu yang di rumah sakit, " jawab Fathia.
"Ya sudah kalau begitu, tapi kamu udah makan? Ibu gak mau ya kamu telat makan terus penyakit mag-mu kambuh." jelas Harra dengan membelai pipi Fathia.
"Fathia sudah makan kok Bu, Ibu tenang saja ya." jawab Fathia dengan jujur.
Tok,,, Tok,,, Tok,,,
Terdengar suara pintu ruang rawat Harra di ketuk dari luar, hingga membuat tatapan Fathia beralih ke arah pintu dengan alisnya yang sudah saling bertautan.
"Fathia bukain pintu dulu ya Bu, " izin Fathia setelah mendapatkan anggukan dari Harra lalu dirinya langsung beranjak dari kursi.
Cklek!
"Nyonya Mara, " sapa Fathia ketika melihat Mara sudah berada di depan pintu dengan membawa buah-buahan, di samping kirinya juga ada Yanza yang menatapnya dengan datar yang di balas tatapan tajam oleh Fathia.
"Ehm, " Mara berdehem dengan cukup keras agar dua mata yang saling tatap-menatap dengan pandangan ngeri itu segera berhenti.
"Maaf Nyonya, mari silakan masuk. " ujar Fathia mempersilahkan Mara untuk masuk ke dalam ruang rawat Ibunya.
"Aku di sini saja, " celetuk Yanza tiba-tiba dengan kakinya yang melangkah mendekat ke arah kursi rumah sakit lalu duduk disana dengan gaya sombongnya.
"Yanza~"
"Biar saya temani Nyonya," tanpa pikir panjang Fathia langsung menyela apa yang akan Mara ucapkan.
"Baiklah, Yanza ingat kau jangan berulah lagi. " kecam Mara sebelum akhirnya masuk ke dalam meninggalkan dua insan yang kini melanjutnya acara tatap-menatap.
"Hey! bocah lucknut. " panggil Fathia lalu duduk di samping Yanza dengan jarak yang berjauhan, dirinya merasa tak mau kalah hingga akhirnya Fathia ikut bersedekap dada dengan kaki yang dirinya tumpukan ke kaki yang satunya lagi.
"Panggil aku Tuan Muda! " ketus Yanza menatap Fathia dengan mata yang menajam.
"Hm maksudku Tuan Muda, kenapa kau kemarin~"
"Aku hanya ingin membahagian diriku sendiri sebelum membahagiakan orang lain, apakah aku salah?" tanya Yanza sekaligus menyela ucapan Fathia.
"Tapi memangnya tidak ada cara lain? selain membuat orang lain kesal? apa kau tau? di sepanjang jalan aku harus menahan malu karena ulahmu itu. " Fathia tak mau kalah sampai-sampai dirinya ikut berbicara dengan ketus.
"Sudah lupakan saja, lebih baik tutup mulutmu yang membuatku ngantuk itu." ketus Yanza dengan memejamkan kedua kelopak matanya,
"Sifatnya begitu berbeda dengan anak seumuranya, " gumam Fathia yang masih bisa di dengar oleh kedua gendang telinga Yanza, dirinya tersenyum kecut sepertinya orang dewasa memang tidak paham dengan perubahan sifat seseorang.
"Sifat tidak memandang umur, tetapi memandang kondisi sekitarnya. " ucap Yanza yang masih memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Dua pekerjaannya? Kira-kira apa ya pekerjaan Arson? hm bikin penasaran
2022-11-22
1
Ansyanovels
Bocah lucknut 😭🤣
2022-11-14
1