Chapter Four .. Pertanyaan Yang Monoton

Fathia turun dari ojek online dan setelah membayarnya dirinya langsung membalikan badanya dan membuka gerbang berkarat di depanya.

Kreeeet!

Ketika gerbang di bukanya langsung menimbulkan sebuah suara decitan yang lumayan keras.

Tap,,,Tap,,, Tap,,,

Derap langkah kaki Fathia saat melangkah mendekat ke arah rumah dengan tangan yang mengusap-usap pakaianya yang kotor berkat Yanza si bocah angkuh.

Cklek!

"Ibu, Fathia pulang!"

Hening, tak ada yang menyahut sama sekali bahkan suasana rumah saat ini seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, padahal biasanya Harra akan datang begitu puterinya pulang namun kali ini berbeda yang membuat Fathia merasa cemas takut ibunya kenapa-napa apalagi beliau adalah keluarga satu-satunya bagi Fathia.

Cklek!

"Ibu!?! "

Setelah membuka kamar ibunya langsung Fathia melangkah masuk mencarinya namun hasilnya nihil.

Tap,,, Tap,,, Tap,,

Tak kunjung menemukan sang Ibu akhirnya Fathia berjalan keluar kamar ibunya dan kembali berjalan dengan langkah cepat sembari berteriak memanggil ibunya.

Semua ruangan sudah ia cek satu-persatu namun hasilnya tetaplah nihil tetapi masih ada satu yang belum dirinya periksa yaitu sebuah Dapur, maka dari itu dirinya langsung berlari dengan perasaan yang semakin tak karuan takut ada yang terjadi dengan ibunya.

Langkah demi langkah akhirnya terlewatkan hingga sampailah dirinya di sebuah Dapur namun jantungnya serasa ingin copot ketika melihat ibunya sudah terkapar di lantai dengan sebuah gelas kaca yang sudah pecah berada di dekatnya sementara kursi roda yang biasanya Harra gunakan sudah terguling.

"Ya ampun Ibu! "

Fathia langsung berlari dan mengecek keadaan ibunya dengan air mata yang sudah luruh tak tertahankan lagi.

Tak menunggu lama lagi Fathia langsung merogoh tas slempang miliknya hendak mengambil smarfon-nya untuk menghubungi pihak rumah sakit.

Tut~

Telepon langsung terangkat dan suara laki-laki yang pertama kali menyapanya lalu bertanya dan Fathia langsung menjawab pertanyaan yang di lontarkan.

"Ibu hiks,, bertahanlah. " tangis Fathia kembali pecah dengan memeluk sang ibu.

...━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━...

Sementara itu, nenek dan cucunya tengah asyik bercanda di ruang keluarga hingga tak menyadari dengan kedatangan seseorang.

"Ehem, "

Mereka berdua menoleh namun Yanza hanya menoleh sekilas dengan memberikan tatapan sinis sangat sinis setelah itu kembali menghadap kedepan namun tidak dengan Mara, wanita paruh baya tersebut tersenyum seraya bangkit.

"Arson, semuanya sudah stabil? " tanya Mara seraya menerima jas kantor dari tangan kekar Rodeniale Arson Marvous.

"Hm, "

"Baiklah, kau bersenang-senang dulu dengan Yanza. Dia pasti sangat merindukanmu, "

Setelah mengucapkanya Mara langsung pergi meninggalkan anak dan cucunya di sana dengan membawa jas milik Arson.

***

Arson menoleh ke arah anaknya yang tengah asyik bermain lego dan tanpa pikir panjang lagi Arson langsung mendekat dan memeluk Yanza dengan gemas.

"Anak papa bagaimana kabarnya? " tanya Arson sembari menciumi wajah Yanza hingga si empunya merasa kesal.

"Papa, tolong jangan norak! berhenti menciumiku karena aku itu bukan anak perempuan." ucapnya dengan nada mengancam.

"Baiklah,, baiklah,, " akhirnya Arson menuruti apa kemauan putranya dan lebih memilih untuk sibuk memperhatikan lego yang ada di atas meja.

"Kau sedang main apa Yanza tampan?" tanya Arson.

"Aku ragu jika Papa tidak mengetahui apa ini. " ucap Yanza dengan ketus sementara Arson hanya tersenyum menggelengkan kepalanya.

Akhirnya Arson memilih diam memperhatikan anak semata wayangnya yang tengah asyik bermain sendirian dengan lego miliknya

"Papa, apakah kau tidak lelah? daripada memperhatikan ku lebih baik istirahat. " ucap Yanza mengusir ayahnya dengan halus.

"Kau sepertinya sangat menginginkan Papa pergi, " ucap Arson sembari mengacak-acak rambut Yanza.

"Tidak juga, aku hanya ingin sendiri. " jawabnya yang masih fokus dengan mainan miliknya.

"Baiklah, Papa akan istirahat sebentar. " Arson bangkit menuruti kemauan anaknya lalu berjalan ke arah kamar.

Tap!

Langkahnya terhenti saat melihat kondisi kamarnya yang sudah berantakan penuh tepung beserta air tak lupa dengan banyaknya butiran-butiran telur.

"Yanzaaa! " pekik Arson karena merasa kesal.

"Aku hanya anak kecil yang selalu bertingkah!! " teriakan Yanza yang menyahut teriakan Arson.

Arson menggeram kesal lalu keluar dari kamarnya tak jadi dirinya untuk istirahat sebab keadaanya tidak memungkinkan.

"Bersihkan kamarku sekarang juga!! " titah Arson dengan suara tegas yang di lontarkan kepada seorang pelayan yang kebetulan lewat.

"Baik Tuan, " ucapnya dengan menunduk sementara Arson langsung melangkahkan kakinya menuju dapur.

Setelah sampai dirinya langsung melangkah mendekat ke arah kulkas besar miliknya lalu mengambil sekaleng soda.

"Arson, "

Merasa di panggil Arson seketika menoleh dan langsung mendapati Mara yang tengah memblender untuk membuat jus.

"Iya Ma? " tanya Arson sementara Mara mematikan mesin blender lalu menuangkanya ke dua gelas usainya Mara langsung berjalan menuju meja makan dan meletakan kedua gelas disana.

"Duduklah, "

Arson menurut, pria anak satu itu duduk berhadapan dengan sang ibu. Menunggu apa yang akan ibunya ucapkan.

"Arson, kau sudah lama sendiri sudah tujuh tahun sejak Loure meninggalkan dunia, apakah kau tidak ada niatan untuk menikah lagi? " tanya Mara namun Arson mendengus kesal dengan pertanyaan yang baginya monoton.

"Mama, aku hanya ingin sendiri. "

"Tapi apakah kau tidak kasihan dengan Yanza? dirinya tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu sejak bayi," ujar Mara dengan nada memohon.

"Aku pamit, " setelah mengucapkan dua kalimat Arson langsung bangkit meninggalkan dapur.

"Andai kau tau Arson, betapa pusing ibumu ini. " gumam Mara dengan memegangi pelipisnya.

...<————««»»————>...

Fathia duduk termangu di kursi rumah sakit, merasa frustasi memikirkan banyak hal.

Tap,,, Tap,,, Tap,,

"Fathia, " Abian pria itu mendekat ke arah Fathia lalu duduk di Sampingnya, di tanganya juga ada sebuah plastik putih.

"Apa kata Dokter? " tanya Abian.

"Jantungnya kumat lagi dan harus di rawat selama beberapa hari, tapi beruntung waktu itu aku cepat pulang jadi tidak fatal. " jelas Fathia yang masih setia memandang keramik rumah sakit.

"Tenanglah, Ibumu pasti baik-baik saja. Aku yakin itu, " ujar Abian mencoba menenangkan tetangganya itu.

"Aku akan menemani Ibu di dalam, " ujar Fathia setelah merasa tenang lalu beranjak dari duduknya.

"Tunggu sebentar, ini aku membawakan nasi goreng untukmu karena aku tahu kau pasti lapar. " jelas Abian dengan menyodorkan plastik putih yang dirinya bawa ke hadapan Fathia.

"Terimakasih Abian, " ujar Fathia seraya mengambil plastik putih berisikan nasi goreng dari tangan Abian.

"Kalau begitu aku pamit ya Fathia, aku titip salam untuk Ibumu semoga cepat sembuh. " ucap Abian dan usai di jawab oleh Fathia dirinya langsung berjalan melangkah pergi.

Cklek!

Fathia membuka pintu ruang rawat ibunya, dengan langkah yang tidak terlalu cepat Fathia mendekat ke arah ranjang dimana sang Ibunda terbaring lemah dengan mata tertutup.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!