Chapter Three .. Di Kerjai

Hari ini adalah hari kedua Fathia bekerja sebagai guru ajar tuan muda si bocah yang aneh.

Sekarang Fathia sudah bersiap untuk mengajar "Aku akan mengajari~"

"Terserah kau mau mengajariku apapun itu asalkan jangan menggambar sambil bernyanyi, suaramu itu membuatku mengantuk. " cerocos Yanza sementara Fathia hanya bisa mengiyakan.

"Oh ya apa kamu sudah bisa membaca?" tanya Fathia.

"Kau kira aku ini bodoh? jelas aku sudah bisa membaca. " jawab Yanza dengan arogan.

"Baiklah karena kau sudah bisa membaca langsung saja aku mengajarimu~"

"Tunggu! "

Belum selesai Fathia berbicara namun Yanza si bocah arogan itu sudah mengeluarkan suara yang begitu memekikan telinga.

"Ada apa? " tanya Fathia dengan alisnya yang sudah mengernyit menatap bocah di hadapanya.

"Aku mau ke kamar mandi, "

Tanpa menunggu jawaban Fathia bocah arogan itu langsung melompat dari sofa yang semua ia duduki dan sekarang dirinya sudah berlari entah ke arah mana.

Fathia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah muridnya yang tidak bisa di tebak, setelah itu ia kembali fokus dengan buku-buku yang ada di atas meja.

***

"Kenapa lama sekali? " gumam Fathia yang sedari tadi terus melihat jam yang melingkar di tanganya, sudah lebih dari satu jam tapi Yanza masih belum juga kembali dimana berhasil membuat Fathia cemas takut bocah arogan itu kenapa-napa dan ujung-ujungnya dirinya-lah yang di salahkan.

Tak ingin tinggal diam akhirnya gadis itu bangkit melihat sekelilingnya mencoba untuk mengingat-ingat kemana arah Yanza tadi pergi, memang si bocah itu sudah memberi tahu jika dirinya ingin ke kamar mandi namun masalahnya Fathia tidak tahu sama sekali dimana letak kamar mandinya sebab sejak pertama kali dirinya menginjakan kakinya di rumah megah itu, sama sekali belum berkeliling karena fokusnya hanya satu yaitu mengajari anak didiknya dengan menunggu bayaran dari bosnya.

"Nona, "

Fathia menoleh dan langsung melihat pelayan rumah yang tengah tersenyum ramah usah menyapa Fathia setelahnya pelayan itu melangkahkan kakinya hendak pergi kembali bekerja namun tanganya langsung di cekal oleh Fathia.

"Maaf aku ingin bertanya, apakah kau tau dimana kamar mandinya? " tanya Fathia menatap pelayan rumah itu dengan penuh harap.

"Di sebelah sana Nona, " pelayan rumah itu menunjuk arah selatan dan di ikuti oleh mata Fathia.

"Terimakasih, "

Ucapnya seraya melepas cekalanya setelah itu langsung pergi berjalan ke arah yang di tunjuk.

***

Pelayan rumah itu terkekeh melihat kepergian Fathia sembari tanganya merogoh saku seragamnya dan langsung mengeluarkan sebuah Walkie Talkie.

(Saya mau lapor Tuan Muda,)

(Ya, silakan.)

(Tugas sudah selesai dan Nona Fathia sedang menuju lokasi,)

(Bagus,)

Pelayan itu kembali menyimpan Walkie Talkie seraya melanjutkan langkahnya untuk melakukan kegiatan seperti biasanya.

...<————««»»————>...

"Huaaaa!! "

Fathia seketika terkaget-kaget bukan main ketika mendengar suara cempreng si Yanza dan matanya yang berkeliling langsung melihat Yanza yang tengah berdiri di dalam sebuah kamar.

"Huaaa! "

Kakinya reflek langsung berlari masuk ke dalam kamar yang entah milik siapa namun naas kakinya terjatuh dan langsung tersungkur di lantai.

Brugh

"Aduh! "

Fathia meringis kesakitan namun berbeda dengan Yanza yang malah tertawa namun ketika Fathia menatapnya tajam seketika Yanza langsung keluar tak lupa juga bocah itu menutup pintu.

Byas!

"Tidaaak!! "

Penolakan Fathia sudah terlambat karena sebuah ember terjatuh tepat di kepalanya namun bukan itu yang membuat Fathia kesal namun di dalam ember tersebut terdapat air dingin bercampur tepung terigu dan banyak butir telur.

Fathia langsung melempar ember tersebut ke sembarang arah seraya bangkit dengan mata yang melotot dan wajahnya sudah berwarna merah menahan amarah.

Clek,,Clek,,

Fathia mendengus mehan amarahnya ketika pintunya tidak bisa di buka alias terkunci, ingin rasanya ia melempar semua barang-barang yang ada di sana namun dirinya sadar bahwa semuanya bukanlah miliknya.

Matanya menelisik penjuru kamar dan berhenti tepat ke arah sebuah meja yang terdapat laci, otaknya berpikir siapa tahu di dalam laci-laci itu terdapat sebuah kunci cadangan.

Sreet!

Matanya langsung berbinar saat melihat sebuah kunci cadangan dan tanpa pikir panjang lagi Fathia langsung mengambilnya lalu mulai mencocokanya dengan lubang yang ada di pintu.

Cklek!

Hening, tidak ada siapa-siapa di luar kamar namun Fathia masih harus waspada siapa tahu bocah itu masih mau mengerjainya.

Ketika dirinya melangkah samar-samar ia mendengar suara seseorang tertawa dan ketika dirinya mengintip rupanya sudah ada Mara yang tengah duduk di samping Yanza dengan menunjuk sebuah gambar yang ada di buku.

"Permisi Nyonya, "

Mara mendongak dan langsung mengernyit ketika melihat penampilan Fathia yang tidaklah baik-baik saja.

"Kamu kena~"

Baru saja Mara ingin bertanya namun wanita paruh baya tersebut langsung paham ketika melihat Fathia dan Yanza tengah menatap tajam.

"Yasudah, lebih baik kamu pulang bersihkan dirimu biar Yanza aku yang urus. ".

Mendengar itu Fathia langsung tersenyum lebar dan tanpa berlama-lama dirinya membereskan barang-barangnya yang ada di meja.

" Saya permisi Nyonya, " pamit Fathia dengan badan yang sedikit di bungkukan sementara Mara hanya menggangguk saja.

Fathia sudah melangkah pergi meninggalkan dua orang yang masih diam.

Mara menoleh ke arah cucunya begitu juga dengan Yanza yang menatap neneknya dengan alis yang mengernyit merasa heran kenapa wanita paruh baya yang duduk di sampingnya itu menatap dirinya.

"Yanza, bisakah kau tidak membuat onar? " tanya Mara dengan mencoba menahan kesal karena Yanza selalu saja berbuat onar.

"Aku hanya ingin bersenang-senang saja, apakah salah? " tanya Yanza menatap Mara.

"Ya, tidak salah tapi kan caranya bisa kau ganti. Apa kamu mau Za? Fathia mengundurkan diri setelah itu tidak ada lagi yang mengajarimu. "

"Aku tidak perduli, lagian siapa yang nyuruh buat cari guru privat? "

.

"Ta~"

"Ssttt! "

Belum selesai Mara menyelesaikan pembicaraannya tiba-tiba Yanza meletakan jarinya di bibir Mara.

"Setiap manusia itu mempunyai pilihannya masing-masing, dan diri sendiri-lah yang berhak memilih jalan hidupnya. "

Mara yang mendengar ucapan Yanza ingin kembali berbicara namun segera di sela oleh Yanza.

"Nah karena itu akulah yang lebih berhak memilih jalan hidupku sendiri, karena aku yang menjalaninya. " lanjutnya yang seolah-olah paling bijak.

"Ta~"

"Sudah ya, aku mau ke kamar dulu. "

Tanpa menunggu lama lagi Yanza langsung turun dan berjalan dengan cepat ke arah kamarnya, tak ingin berlama-lama dengan Mara yang selalu cerewet itu.

"Lihatlah anakmu Arson, dia sebelas dua belas denganmu dan itu membuatku pusing. " gumam Mara dengan memijat pelipisnya yang terasa berat.

Dert,,, Dert,,,

Mara langsung mengangkat telepon dan seketika dirinya kembali serius.

Terpopuler

Comments

Ansyanovels

Ansyanovels

Umur 7 tahun pemikirannya udah dewasa, wah buat geleng-geleng kepala

2022-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!