Bab 04

Ke'esokan paginya Rian terbangun dengan merasakan sedikit pusing di kepalanya. Rian pun duduk dan mulai tersadar jika dirinya sedang tidak mengenakan sehelai pakaian pun dan juga tidak melihat adanya Namira di sampingnya.

"Jam berapa ini? Sshhh... kepalaku." Saat Rian akan beranjak dari ranjang tidurnya, ia benar-benar terkejut saat melihat adanya noda bercak darah yang cukup banyak di spray tidurnya. Rian pun menatap dengan seksama memastikan apakah benar yang ia lihat itu. Sampai ia pun mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.

"Semalam aku dan Namira, hah... tidak, ini tidak mungkin terjadi." Rian bergegas beranjak dari tempat tidurnya dan segera membersihkan dirinya di kamar mandi. Rian menyalakan shower dan air pun mengucur membasahi tubuhnya. Sembari terdiam, Rian terus mengingat hal yang terjadi semalam antara dirinya dan istrinya. Saat ingatannya mulai mengingat dengan jelas, lantas Rian dengan tidak terima justru menyalahkan Namira untuk apa yang sudah terjadi.

"Ini semua karena gadis tidak tau malu itu, dia sengaja melakukan ini disaat aku sedang mabuk." Ucap Rian dengan kesalnya.

Sementara itu di meja makan saat Namira tengah menyiapkan sarapan pagi, tatapan bi Asih terlihat fokus pada leher Namira seraya tersenyum melihatnya. "Bi Asih kenapa tersenyum-senyum begitu?" Tanya Namira.

"Apa hukuman yang di maksud tuan muda itu adalah untuk membuat baby yang imut?" Tanya balik bi Asih pada Namira. "Hah, apa?" Sadar akan ucapan dan tatapan bi Asih, lantas Namira menyentuh bagian lehernya. "Bekas kecupan itu apa tuan muda yang melakukannya nyonya?" Pertanyaan bi Asih itu pun lantas membuat Namira tersipu malu seraya telapak tangannya menutupi bagian leher yang memerah bekas tanda kepemilikan yang di berikan Rian semalam.

Terlihat Namira yang nampak malu dan juga senang pagi itu. Pikirnya tidak di sangka jika akhirnya Rian akan melakukan hal itu pada Namira untuk pertama kalinya setelah hampir satu tahun menikah. Dan di sela obrolan Mamira bersama bi Asih pagi itu, terlihat oleh bi Asih dari meja makan Rian yang tengah berjalan menuruni tangga dengan pakaian rapinya. "Nyonya, itu tuan datang." Ucap bi Asih yang kemudian meninggalkan Namira.

"Mas, kau sudah mau berangkat? sarapan dulu ya?." Namira menghampiri Rian dan memegang tangan Rian yang justru di hempas kasar olehnya. "Aku tidak lapar!" Ucap Rian dengan nada tingginya.

"Tapi sejak semalam kan kau belum ma--" Ucapan Namira terhenti saat Rian memberinya tatapan tajam padanya. Tatapan itu lagi, dan lagi-lagi tatapan penuh kebencian itu lagi. Setelah menolak ajakan Namira untuk sarapan lantas Rian berlalu begitu saja dari hadapan Mamira. Tidak menyerah begitu saja, Namira mencoba mengejarnya dan menghentikan langkahnya. "Tunggu mas, sebaiknya makan dulu kan sejak semalam kau belum ma--"

Plak~

Tamparan keras pun mendarat di pipi mulus Namira. "Apa kau tuli! aku tidak mau makan Namira Azalea! Dan ya! jangan melontarkan kata semalam, semalam dan semalam!"

"Apa kau sedang mengingatkanku tentang apa yang terjadi dengan kita semalam? iya? begitu?" Namira menggeleng. "Bukan mas, bukan begitu mak--"

"Cukup Namira!" Sentak Rian.

"Apa kau pikir dengan apa yang terjadi semalam aku bisa menerimamu begitu hah!"

"Mas, aku ti--"

"Simpan mimpimu itu Namira!" Tunjuk Rian di wajah Namira kemudian pergi dari hadapannya. Lagi-lagi Rian berhasil membuat Namira menangis. Tidak tau apa yang harus Namira lakukan untuk bisa meluluhkan hati suaminya. Bahkan setelah apa yang terjadi, itu tidak cukup untuk membuatnya bisa menerima Namira di sisinya.

Hati Namira pun bak hancur berkeping-keping karena selalu mendapat perilaku buruk dari suaminya. Entah sampai kapan ia akan bertahan dengan cintanya yang selalu bertepuk sebelah tangan. Haruskah Namira menyerah dan melepaskan pria yang sangat ia cintai atau bertahan dengan luka yang terus bertambah.

Sementara itu melihat Namira menangis dengan bersimpuh di lantai, bi Asih pun bergegas menghampiri Namira dan membantunya untuk berdiri. Dengan isak tangisnya Namira pun bangun perlahan. "Sampai kapan ini berakhir bi?" Dengan mata yang berkaca menahan tangisnya, lantas bi Asih menuntun Namira mengantarnya kekamar. Di kamar Namira masih saja menangis seraya meremas dadanya yang seolah sesak akan isak tangisnya. Dan disamping Namira, ada bi Asih yang berusaha menguatkannya agar mencoba lebih bersabar.

...****************...

Dan di sisi lain di perusahaan Rian, ia terlihat tidak fokus dengan pekerjaannya. Ingatannya masih sangat jelas tentang apa yang terjadi semalam antara dirinya dan juga Namira. Seolah menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan, bayang-bayang itu pun semakin membuatnya membenci Namira.

"Aaaarrghhhh...!!!" Teriak Rian dengan mengobrak-abrik meja kerjanya. "Kenapa? kenapa harus dia? kenapa aku tidak bisa mengendalikan diriku!" Tidak sengaja Rian menjatuhkan foto Elena saat mengobrak-abrik mejanya. Rian pun kembali memungut foto yang pecah itu kemudian mengusap wajah foto Elena. "Kau di mana Elena? Kembalilah, aku tersiksa dengan pernikahan ini."

Sementara di ruangan lain, Keynan mendapat laporan dari salah satu pegawainya jika ia mendengar teriakan Rian. Dengan cepat Keynan pun sontak langsung pergi keruangan Rian untuk melihat apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.

Brak~

"Rian kau tidak apa-apa!" Teriak Keynan masuk keruangan Rian dengan membuka pintu begitu kerasnya. Rian menoleh menatap Keynan yang baru saja masuk kedalam ruangannya. Dengan tangan yang masih memegangi bingkai foto Elena dan Keynan pun melihatnya.

"Dia lagi?" Ucap Keynan dengan menatap bingkai foto Elena di tangan Rian. Tidak hanya itu, Keynan juga melihat isi ruangan Rian yang berserakan dan ia mencoba membereskannya. "Biarkan saja Key." Rian melarang Keynan untuk membereskan barang yang berserakan di lantai.

"Jika memang tidak bahagia bersama Namira, maka ceraikan dia. Jangan membuat hidupnya terus menderita karena ulahmu." Ujar Keynan.

"Apa kau yang akan menggantikanku untuknya?" Keynan terdiam lalu menatap Rian.

"Bagaimana jika aku katakan iya?" Mendengar hal itu Rian lantas juga terdiam. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Tidak mencintai Namira dan sangat membencinya Namun Keynan mencoba mendekatinya seolah Rian justru tidak bisa menerimanya.

"Jika tidak ada urusan lain maka pergilah." Ucap Rian yang di sambut senyuman smirk oleh Keynan. Begitu sudah membereskan semua barang milik Rian yang berserakan, kemudian Keynan pun bergegas keluar dari ruangan Rian. Mamun sebelum itu, Keynan kembali menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menatap Rian.

"Jika kau masih berharap Elena akan kembali, maka lepaskan Namira." Ucap Keynan yang kemudian pergi dari ruangan Rian. Tangan Rian menggenggam kuat menatap kepergian Keynan. Perasaannya seolah bercampur aduk dan tidak mengerti dengan perasaan yang ia rasakan sendiri saat ini.

Terpopuler

Comments

Franki Lengkey

Franki Lengkey

rian kamu harus bersyukur dpt namira masih vigin

2023-06-22

0

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

telen tuh cinta namira ga apa2 d hina hbi2san sm s rian prthankn cinta yg konyol itu dsar cwe tolol

2023-01-23

1

Nuna

Nuna

Sumpah ya apa ya pngen ku tindas kau rian

2022-11-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!