2

°

~

1 jam berlalu sejak Wang Yue pergi, pikirannya semakin tak tenang setelah meninggalkan putranya di sekolah. Ia begitu mengkhawatirkan a Yi karna ini adalah kali pertamanya Wang Yue terpisah dari putra tercintanya.

Sejak a Yi lahir, Wang Yue tak pernah meninggalkannya atau menitipkan kepada orang lain meski sebentar saja.

Bahkan Wang Yue tak segan membawa serta a Yi ke kantornya karna tak ingin meninggalkan putranya sendiri, sungguh tak terbayang betapa lelahnya ia melakukan semua itu sendiri tanpa seorang istri menemani disisinya.

Namun itulah Wang Yue,, ia tak pernah mengeluh atau merasakan lelah sedikit pun dalam dirinya, semua itu karna a Yi juga mendiang istrinya, Xiao Lin. Yang telah pergi untuk selamanya setelah melahirkan putra tercintanya a Yi.

Setelah ketiadaan sang istri, Wang Yue berjanji kepada dirinya sendiri akan selalu menjaga dan menyayangi putra kecil mereka.

Bahkan meski tanpa berjanji pun, Wang Yue akan tetap merawat dan menjaganya dengan kasih sayang penuh darinya. Agar buah hatinya tak merasa kekurangan sedikitpun perhatian, meski hanya memiliki orang tua tunggal saja.

Kini a Yi lah semangatnya,, a Yi lah separuh nyawanya,, a Yi adalah segalanya,, dan a Yi lah satu satunya yang ia miliki setelah Xiao Lin.

A Yi lah kehidupannya, kebahagiaannya, juga satu satunya harta yang paling berharga untuknya.

Tiada lelah yang Wang Yue rasakan setelah melihat wajah polos putra kecilnya,, beban yang Wang Yue pikul akan hilang saat melihat senyum tulus putra mungilnya,, dan kesedihan yang terpendam di hatinya akan lenyap ketika mendengar celoteh si kecil pada dirinya, seolah menjadi mantra abadi yang akan selalu sukses menghipnotis Wang Yue masuk kedalam dunia indah milik putranya.

Alasan Wang Yue mampu bertahan dari rasa sakitnya adalah a Yi,, dan itulah sebab Wang Yue begitu tak menginginkan a Yi terpisah darinya.

Namun dunianya serasa berhenti saat ini, kini ia benar benar telah meninggalkan putranya. Merasa berdosa sebab ia tak bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua yang selalu ada, dan menemani buah hatinya setiap waktu.

Begitu banyak pikiran buruk memenuhi kepala Wang Yue, membuatnya tak bisa fokus pada pekerjaan nya saat ini. Beberapa kali ia mencoba menghubungi pihak sekolah a Yi, namun tak kunjung mendapat jawaban.

Tak ingin terjadi hal buruk menimpa putranya, Wang Yue memutuskan untuk pergi meninggalkan rapat dengan beberapa rekan bisnisnya yang saat ini masih berlangsung, tanpa memperdulikan jika proyeknya kali ini bisa saja gagal akibat tidak profesionalnya ia dalam hal berbisnis.

"Sial.!! Jika terjadi sesuatu yang buruk pada a Yi,, aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri.!!"

Wang Yue mengumpati dirinya sendiri karna telah meninggalkan putranya.

"Bodoh..!!! Wang Yue,, kau seharusnya tak meninggalkannya di sana.! Kau bahkan masih bisa menunggunya.! Atau membawanya bersama mu,! Atau kau bisa membatalkannya kapan saja!! Haakh..!! Persetan dengan proyek itu.!!!"

Bak orang kesetanan, Wang Yue terus memaki dirinya sendiri. Jika saja saat ini ada orang lain berada bersama nya, mungkin akan berpendapat jika dirinya telah gila saat ini.

Mungkin dia lupa, Jika putranya berada di sekolah,. Bukankah itu adalah tempat yang aman untuk putranya? Mengapa sebegitu panikkah dia,,? Mungkin sebaiknya ingatkan Wang Yue untuk memiliki beberapa bodyguard untuk a Yi nanti.

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatiannya, dengan cepat ia membuka pesan tersebut berharap jika itu adalah kabar baik tentang putranya.

Hello,,,, apakah putranya telah menghilang? Mengapa dia seolah mendrama?

Wang Yue bernafas lega setelah membaca pesan tersebut yang di kirimkan oleh wali kelas putranya. Setelahnya ia kembali melajukan mobilnya dengan secepat kilat agar segera sampai pada alamat yang telah tertulis lewat pesan tersebut.

Tibalah kini dirinya di sebuah rumah yang untuk pertama kali ia datangi.

"Permisi,, maaf saya terlambat.." Ucapnya pada seorang wanita yang kini menyambutnya.

"Ah,, tuan Wang,, maafkan saya membuat anda terpaksa harus datang ke tempat ini.. Mari tuan silahkan masuk, a Yi ada di dalam."

Wang Yue tak bergeming, wajahnya terlihat tak baik.

Merasa tak ada pergerakan dari lawan bicaranya, wanita yang tak lain adalah wali kelas a Yi kini tersenyum.

"Ah,, maaf jika saya kurang sopan. Saya akan memanggil a Yi sebentar. Maaf membuat anda harus menunggu di luar."

Chen Xiao, atau yang kerap di sapa Cc itu jelas paham apa arti raut wajah yang Wang Yue tampilkan saat ini.

Jadi ia tak memaksa untuk mempersilahkan tamunya masuk, dan membiarkannya di luar.

Tak berselang lama terdengar suara nyaring khas milik putra kecilnya.

"Yi Paa,,,"

Ya. Anak kecil itu berlarian menghambur kepelukan sang ayah yang kini datang menjemputnya.

"Bagaimana kabar a Yi? Apa a Yi nakal?"

Dengan cepat si kecil menggeleng.

"Sangat baik,, a Yi merindukan Yi Paa,,"

Wang Yue tersenyum sumringah mendengar ucapan putranya yang memeluknya begitu erat dengan menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher miliknya.

"Anak pintar,, baiklah, sekarang a Yi ucapkan terima pada Guru Chen dulu,, dan pamit padanya. Ok?"

Anak kecil itu menuruti apa yang ayahnya perintahkan. Ia turun dari gendongan sang ayah, dan mendekati sang guru untuk berpamitan.

"Bibi,," Ucap sang guru membuat yang lebih kecil mengerutkan dahi kebingungan.

"Panggil aku Bibi." Jelasnya kemudian, membuat a Yi lebih mengerti.

"Euu,, Bi,_"

AYi tak melanjutkan ucapannya, ia melirik ke arah sang ayah terlebih dahulu seolah meminta persetujuan untuk memanggil seseorang yang baru saja di kenalnya.

Mengerti arti tatapan dari putra nya, Wang Yue angkat bicara.

"Tidak Guru Chen,, itu tidak sopan,, lebih baik a Yi memanggil anda dengan sebutan yang pantas dan sopan saja."

"Tidak apa tuan Wang,, saya akan sangat senang jika a Yi melakukannya. Saya hanya ingin merasakan mengenal seseorang lebih dekat saja."

Sungguh,, itu terdengar begitu aneh bagi Wang Yue. Ia mulai merasa curiga ada motif tertentu pada Wanita di hadapannya kini.

Mungkin mulai saat ini ia harus lebih hati hati lagi, agar tak ada hal buruk yang terjadi pada putranya nanti.

Sementara Cc kini hanya tersenyum geli melihat perubahan di wajah orang tua dari muridnya itu yang menurutnya aneh.

"Tuan Wang,, maaf jika ucapan saya terdengar aneh. Saya hanya ingin mengenal a Yi lebih dekat saja."

Ada perubahan di wajah wanita cantik itu.

"Bukan. Saya tidak memiliki hal buruk yang akan saya lakukan pada a Yi,, hanya saja saya merasa begitu dekat dengan a Yi setelah kami bertemu. Entah mengapa saya merasa jika mungkin saat itu bayi dari kakak perempuan saya masih ada, dia pasti sudah seumuran a Yi."

Jelas sekali, wanita di hadapannya kini benar-benar terlihat murung.

Ada setitik rasa simpati mendengar penuturan orang di hadapannya, begitu tulus. Tetapi sebagai orang tua yang begitu menyayangi buah hatinya,, tentu Wang Yue tetap harus waspada bukan? Agar tak tertipu dengan orang yang baru di kenalnya.

Bisa saja orang itu bukan orang baik, tak mau berlama lama berada di tempat tersebut, Wang Yue memutuskan untuk pergi.

"Jiě,, entah mengapa aku merasa anak itu begitu mirip dengan mu. Sifatnya sama dengan dirimu, senyum itu,, adalah milikmu. Dan mata itu,, jelas itu milikmu. ." Cc membatin menatap kepergian a Yi bersama ayahnya.

1 bulan tak terasa, a Yi menjalani harinya sebagai anak didik Cc di sekolah, ia menjadi anak yang lebih ceria dengan begitu banyak teman yang menyukainya.

A Yi pun menjadi semakin dekat dengan Cc sang wali kelas, ia bahkan dengan senang hati menawarkan diri untuk mampir ke tempat sang guru sebelum ayahnya datang menjemput.

Bukan hanya Cc saja yang merasa begitu dekat dengan a Yi,, namun, si kecil a Yi pula rupanya merasakan hal yang sama dengannya, ada kehangatan juga ke nyamanan saat berada bersama sang guru.

Entah apapun itu,, yang pasti hal itu membuat keduanya semakin dekat.

"Yi Paa,,," Suara lembut si kecil mengganggu pendengaran Wang Yue.

"Emn," Sahutnya sekenanya.

"Euu,,,"

Wang Yue menunggu kelanjutan ucapan a Yi, namun nampaknya putranya tersebut sengaja tak ingin melanjutkan ucapannya tersebut.

Merasa penasaran putranya tak lagi mengucapkan sepatah kata, Wang Yue yang memang telah memejamkan mata dan bersiap pergi ke alam mimpinya itu lantas kembali membuka matanya.

Terlihat si kecil a Yi yang memiliki pertanyaan untuknya, namun ragu untuk ia katakan pada sang ayah.

"A Yi,,," Panggilnya.

"Heumm,?"

Si kecil terkejut melihat sang ayah yang ternyata memandangnya lekat.

"Mengapa tak melanjutkannya?"

Merasa tak ada jawaban dari yang lebih kecil, Wang Yue kembali bertanya.

"Apa yang ingin a Yi sampaikan hm? Katakan jika memang itu mengganggu.."

"Apa a Yi boleh bertanya?"

Wang Yue mengangguki putranya dengan senyuman.

"Bolehkah a Yi melihatnya, Yi Paa??"

Si kecil memberanikan diri bertanya, meski dengan ragu dan takut, namun ada harapan di dalam ucapannya.

Wang Yue kembali tersenyum, di bawanya a Yi ke pelukannya tak lupa ia mengecup sayang puncak kepala sang putra.

"Apa a Yi merindukannya hm??"

"A Yi ingin melihat wajahnya,, a Yi ingin tahu seperti apa ibu a Yi,," Ucapnya sedih.

Wang Yue beranjak dari tempat tidurnya, lalu ia mengambil sebuah kotak besar berwarna merah dan hitam dengan hiasan pita biru melingkari kotak besar tersebut.

A Yi hanya melihat dengan bingung, pasalnya sang ayah tanpa perlu menjawabnya dan justru mengambil benda yang entah apa isinya.

Wang Yue kembali tersenyum sambil membawanya pada a Yi dan membuka kotak besar tersebut yang ternyata berisi sebuah album foto, dan beberapa bingkai foto yang menampilkan wajah cantik milik istrinya.

"Ini,,,"

A Yi tak dapat melanjutkan ucapannya, dirinya yang begitu penasaran saat melihat wajar yang tergambar di bingkai bingkai tersebut dengan cepat mengambilnya.

Mata bulatnya berkaca kaca saat dengan jelas ia melihat wajah sang ibu, yang untuk pertama kalinya ia lihat sedari ia di lahirkan.

Sejak a Yi lahir ayahnya hanya menceritakan kisah tentang mendiang ibunya saja, dan tak pernah menunjukan atau memberi tahukan seperti apa rupa sang ibunda tercinta.

"Dia adalah Wang Xiao Lin,, istri Papa. Dialah yang melahirkan mu nak, dia Ibumu.." Jelas Wang Yue sembari mengusap sayang kepala putranya yang kini telah menangis.

"Hiks,, apa benar dia ibu a Yi?" Tanyanya dengan sesenggukan.

"Hey,, nak. Lihatlah,, wajah mu begitu mirip dengannya,, apa kau meragukan jika dia adalah Ibumu hm?"

A Yi menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Hiks,, mana mungkin dia Ibu a Yi,, hiks,, wajahnya saja begitu cantik. Hiks,, mana bisa di samakan dengan a Yi yang tampan seperti Papa.. Hiks,,"

Wang Yue di buat menganga mendengar ucapan putranya.

"Tidak.! Hiks,, jelas saja dia adalah Yi Maa.! Hiks,, tentu saja dialah Ibu a Yi. Hiks,, sangat cantik,, hiks,,hiks,, mengapa dia sangat cantik,,? Hiks,, mengapa tak memiliki wajah, hiks,, yang tampan seperti a Yi ini,,? Hiks,,"

"Sungguh menggemaskan," Batin Wang Yue.

Wang Yue membuang nafasnya kasar dengan tawa pelan melihat tingkah putranya yang begitu menggemaskan, meskipun putranya berkata demikian,, namun jelas, dapat ia lihat putranya begitu antusias melihat potret sang ibu.

Begitu bangga pada sang ibu juga ada kesedihan pada matanya, serta kerinduan mendalam pada sang ibu yang tak mungkin dapat ia temui di dunia yang sama sampai kapanpun. Sungguh malang..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!