Marry melihat mobil Kenaan di depan, sudah lama putranya itu tak pulang. Terakhir kali saat ia memaksanya menikah dengan Hana. Dan sekarang, Marry melihat pemandangan yang membuat hatinya bernapas lega.
Kenaan datang memenuhi permintaannya bersama Hana.
"Kalian duduklah," titah Marry.
Kenaan mengangguk, pun juga Hana yang sedari tadi diam setelah menyapa Marry.
"Langsung saja, Ma."
"Kau sungguh tak merindukanku? Anak nakal? Watakmu masih belum bisa berubah." Marry kesal menatap jengah putranya.
"Besok ikut Mama mengurus baju pengantin kalian," ujar Marry.
"Mama aja sama Hana, aku sibuk!" sela Kenaan.
"Yang menikah itu kamu, Ken! Bukan Mama!" kesal Marry.
Hana hanya diam menyimak interaksi keduanya tanpa berniat ikut mendebat. Sifat asli Kenaan mulai Hana kenali sejak pria itu menerobos masuk kamar apartemennya dan berlaku kurang ajar beberapa waktu yang lalu.
"Mama yang memutuskan bukan? Aku terpaksa menurut karena Mama mengancamku, dan juga meminta Hana membujukku! Aku tahu dari Marvin. Assistenku mendengar Mama bicara dengan Aiden."
"Terpaksa, terus kenapa dari tadi tanganmu nggak lepas megang tangan Hana?" Marry bersedekap dada, menatap putranya yang nampak salah tingkah.
"Aku tadi reflek," elak Kenaan.
"Jelas-jelas Mama melihatnya, masih mau beralasan?"
"Aku bilang terpaksa ya terpaksa. Udahlah, Mama bahas aja berdua sama Hana. Gimana baiknya," kesal Kenaan.
"Dasar anak kurang ajar, awas kamu kalau tiba-tiba kabur! Mama udah tau semuanya, apa yang kamu lakukan di luar sana, siapa saja wanita malammu! Kalau kamu masih menolak menikah dengan Hana, siap-siap saja harta warisan Papa akan Mama sumbangkan semuanya ke panti," ancam Marry.
"Iya iya, Mama bawel." Kenaan akhirnya kembali duduk di sebelah Hana.
"Hana, hari ini saya juga mengundang keluarga kamu! Sebentar lagi mereka akan datang untuk membahas pernikahan kalian," ujar Marry.
"Iya, Tante."
Tak berselang lama satpam rumah masuk mengantar keluarga Hana.
Tampak Mira, Velys juga Papanya sudah berada disana. Mereka duduk di sofa sisi kanan Hana dan Velys di sisi kiri.
Mbok Ijah, pembantu di rumah itu pun dengan sigap menyiapkan beberapa minuman dan camilan di meja ruang tamu.
"Silahkan diminum, sebelum kita membahas hal serius. Pak Arman, Jeng Mira, Hana dan kamu! Maaf saya tidak tahu namamu!" Marry menatap Velys.
"Velys, Tante!" Velys pun memperkenalkan dirinya, menyunggingkan senyum meski sebenarnya ia malas sebab calon mertua kakaknya itu terlihat datar, tegas dan galak.
"Jadi begini, saya akan menikahkan Kenaan dan Hana dua minggu lagi. Dua minggu waktu yang pas untuk mempersiapkan semuanya! Termasuk baju, undangan, dan tempat acara. Tapi, saya mengajukan syarat untuk keluarga Hana. Pak Arman, anda siap mendengarnya?" tanya Marry tersenyum.
"Apapun syaratnya, Papa harus setuju. Jangan sampai penderitaan Papa menjadi beban buat Hana. Ingat itu, asalkan hutang kita lunas, Hana akan bahagia! jadi kita cukup berkata ya dan ya!" bisik Mira.
Sementara Velys yang melihat Kakak tirinya akan menikah dengan laki-laki lain pun tak sabar ber-euforia. Tersenyum remeh menatap Kakaknya Hana yang seperti sedang tertekan.
Velys merasa inilah awal dari bahagianya, memiliki peluang untuk mengejar Arka. Velys tak sabar menyusun segala rencana untuk mengikat mantan kekasih kakaknya itu bila perlu ia akan mengatakan pada Arka kalau kakaknya hamil anak laki-laki lain dan sudah tidak perawan.
"Saya tergantung bagaimana Hana," ujar Arman.
"Jadi saya anggap keputusannya deal ya? Hana akan menikah dengan Kenaan dua minggu lagi. Untuk tempat acara biar saya yang atur."
"Tapi jeng, Hana kan anak kami. Bukankah jadi merepotkan kalau Jeng Marry sendiri yang mengurusnya." Mira berusaha bernegoisasi, jika ia bisa menunjukkan sikap baiknya terhadap Hana di depan Marry dan Arman kedepannya keuangan Mira akan aman.
"Saya tahu, tapi Hana menikah dengan Kenaan juga karena hutang-hutang kalian. Jangan sampai, kalian yang menyiapkan semuanya lantas kembali menuntut Hana untuk membayar hutang setelah menikah nanti."
Deg.
Kenaan tertegun mendengar penuturan Mamanya. Jadi Hana membujuknya menikah karena uang, karena hutang. Bukan untuk membungkam keluarganya. Kenyataan itu membuat kepala Kenaan semakin pening memikirkan benang kusut mereka.
"Ba-baik, bagaimana baiknya menurut Jeng Marry!" Mira tergagap, dalam hati menahan kedongkolannya karena jalan pertama memanfaatkan calon menantu gagal sebelum terlaksana.
"Masalah nikah kan sudah dibahas, jadi kalian sudah boleh pulang."
"Apa?" Mira membulatkan matanya terkejut, ia pikir mereka bertiga akan dijamu layaknya tamu terhormat tapi malah diusir halus oleh Marry yang jelas-jelas masih temannya di arisan sosialita.
Marry tersenyum melihat tingkah Mira. Sudah dipastikan ibu tiri Hana itu sangat kesal sekarang.
Hana tertegun, menatap tak mengerti. Tapi, keluarga Kenaan adalah orang yang berkuasa. Bisa melakukan apapun semaunya, bahkan dalam hitungan menit.
"Kalau begitu, kami pulang! Bisakah Hana ikut kami?" tanya Arman.
"Hana akan pulang ke apartemen bersamaku," tegas Kenaan.
"Baiklah, kami permisi." Arman tak bisa melakukan apapun, merasa kecewa dengan diri sendiri karena telah menjerat sang putri dalam masalah hutang-hutangnya. Velys yang sedari tadi sibuk euforia dengan mengabari para gengnya pun terbengong melihat kedua orang tuanya bangkit.
"Ayo Velys, kita pulang!"
Velys tak menjawab, akan tetapi ia ikut bangkit mengekor Arman dan Mira meskipun tak paham apa yang membuat mereka langsung pulang.
Kepergian keluarga Hana menyisakan keheningan di ruang tamu itu.
"Hana, menginaplah disini. Ada banyak kamar kosong di atas," pinta Marry. Suaranya lebih rendah dari pada tadi.
Tatapannya melembut, tersirat rasa salah dan kehangatan. Namun, terkadang Marry bisa berubah dalam sekejap menjadi tegas dan arogan.
"Tidak baik, seorang wanita yang belum menikah menginap di tempat laki-laki, Tante! Lebih baik saya pulang," ujar Hana dengan hati-hati, takut menyinggung Mamanya Kenaan.
"Memangnya sebaik apa kamu?" bentak Marry yang ingin melihat reaksi Kenaan.
"Ma, cukup! Lebih bagus dia pulang, aku akan mengantarnya sekarang!" Kenaan lagi-lagi menarik tangan Hana sedikit kasar membuat wanita itu tersentak.
"Saya pamit, Tante!"
Marry hanya mengangguk sambil memijat pelipisnya. Sikap Kenaan benar-benar mirip sekali dengan mendiang suami.
"Kamu lihat kan, Mas? Lihat anakmu, benar-benar mirip denganmu dulu. Sikapnya, gengsinya bahkan kelakuannya," gumam Marry sedih.
"Masuk!" perintah Kenaan.
"Cukup Ken, kamu kasar banget! Calon suami macam apa kamu?" kesal Hana.
"Hahahaha... Selamat datang di nerakamu, Hana! Kau bilang, menikah denganku hanya demi status kan?" Kenaan mencengkram dagu Hana setelah mereka masuk ke dalam mobil.
Hana terdiam, Kenaan pasti berfikir dirinya gadis matre yang hanya mementingkan uang. Menghalalkan segala cara untuk masuk ke keluarga kaya.
"Nikmati napas legamu, sebelum datang penderitaanmu. Jika tujuanmu menikah denganku adalah uang? Kamu tenang saja, aku akan mengabulkannya setelah kamu menjadi istriku! Kamu akan tahu rasanya mandi dengan uang di tubuh telan jangmu!" Kenaan menyeringai.
"Kau sungguh menganggapku seperti itu! Terserah, itu pendapatmu! Karena aku gak butuh siapapun untuk menilai baik apa yang aku lakukan," ujar Hana mencoba menekan nyeri di dadanya. Harga dirinya sudah jatuh di hadapan laki-laki itu, jadi menurut Hana menjelaskan semuanya pun percuma.
Hana bahkan tak berani membayangkan kehidupan pernikahannya nanti dengan Kenaan. Pria itu memandangnya buruk dan sangat rendah. Jika Marry melarangnya jujur, maka sampai kapanpun Kenaan akan tetap menganggapnya kertas kotor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
ㅤㅤ𝐀⃝🥀 ʙᷢᴀⷶɴɢͪ͢ ᴍͤᴀᷞʀ
tuh mulutnya kenaan ngomong gk di saring dlu ya🙄
minta di cabein👀
2023-01-09
0
Ai 𝕷𝖎𝖔𝖓🦁💙
tenang hana, entar keenan bucin akut sm lo, klu emang itu terjdi abaikan aja dia😡😡😡
2023-01-09
0
m͒0͒π͒&͒3͒🤗ᵇᵃˢᵉ
duh ma" Merry q kaget kau bentak Hana walaupun itu cuma akal"n mu untuk mancing Keenan, tapi kan Hana jadi kasihan😌😌😌semoga kau akan menyayangi Hana dengan tulus carmer
2023-01-09
1