Ketahuan

"Run, habis ini masih ada matkul lagi enggak?" sapa Andin, salah seorang teman dekatku di kelas.

"Udah enggak, kenapa emang?" tanyaku sambil memasukkan beberapa modul ke tas.

"Nonton yuk." Gadis cantik mojang priangan itu duduk di kursi sebelahku.

"Lo enggak pulang bareng Arjun lagi kan?" tanyanya saat melihatku tak langsung menyetujui ajakannya.

"Biasa tu bocah udah nungguin di depan sih. Bentar gue tanya dia ada dimana deh ya," sahutku mengeluarkan ponselku dari tas. Setidaknya hari ini aku punya alasan untuk bisa menghindar lagi darinya.

Setelah memencet nomor Arjun, tanpa menunggu lama ia menjawab, "udah beres kelas Lo?" tanyanya di ujung sambungan.

"Udah, gue mau jalan sama Andin dulu ya. Lo duluan aja balik," sahutku.

"Oh ya udah. Kebetulan gue ada kelas tambahan lagi. Sama siapa aja Lo jalan?" ada nada menyelidik yang ku tangkap dari suara Arjun. Entah kenapa ada sedikit rasa harap perhatian itu tak hanya sebatas perhatian seorang sahabat.

"Sama Andin aja sih. Kenapa?"

"Ah, enggak cuma nanya aja. Ya udah, have fun yah."

"Yo. Gue cabs ya." Ku matikan sambungan dan menyimpan benda pipih itu kembali ke dalam tas.

"Ada kelas tambahan dia," terang ku pada Andin yang tengah asyik memonyongkan bibirnya ke cermin kecil yang ada di tangan, memperbaiki dandanannya.

"Ya udah, yuk buru. Daripada ntar dapat jadwal nonton kesorean," ajaknya seraya menyimpan perlengkapan dandannya, bangkit dari kursi dan merangkul pundakku.

Andin, satu-satunya teman cewek yang masih tetap dekat denganku bukan karena berniat mendekati Arjun. Rata-rata dari SMA dulu, teman-teman cewek yang suka sok akrab biasa hanya bermaksud untuk mendekati Arjun, begitu mereka tau cowok itu tak sekeren harapan mereka, mereka pergi begitu saja seolah tak pernah kenal dengan ku dan Arjun.

Ya, Arjun banyak penggemarnya, tapi tak semua tau kalau cowok itu mengidap Agoraphobia, walaupun sudah tidak separah dulu ketika awal berkenalan dengannya. Yang mereka lihat, Arjun sosok cowok sempurna, tanpa cela serta misterius. Mereka menganggap Arjun yang tak mau terlalu ikut serta dengan acara yang melibatkan banyak orang itu sebagai sifat misterius.

"Terus gimana sama Arjun, Run?" Suara Andin menyentakkan ku ketika kami meninggalkan jalan Dipatiukur.

"Maksudnya, Ndien?" tanyaku tak mengerti.

"Lo mulai suka sama Arjun kan?" kekeh Andin dengan cengiran lebar. Sontak membuat wajahku terasa memanas.

"Tu ... Kaaan ... Beungeut maneh beureum.[1]" Kembali cewek cantik berkulit putih di sampingku makin terkekeh kegirangan.

"Ih, ngaco deh," sungutku mencoba meredakan pipi yang makin memanas.

"Udah enggak usah nutupin lagi, udah tau gue mah. Liat tingkah Lo seminggu kemarin teh udah keliatan tanda-tanda galau karena bogoh ka batur. [2]" Kali ini tawanya makin menjadi.

"Ih, udahan napa ...." rutukku memanyunkan bibir. Ada sedikit rasa malu, ketika rasa yang telah ku usahakan untuk disimpan rapat ternyata diketahui orang lain. Ya ... Walaupun teman sendiri, tapi tetap saja malu.

"Dari kapan?" tembaknya tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan.

"Gue juga bingung sih," sahutku pelan mengalihkan pandangan ke arah perempatan jalan Merdeka yang tampak sepi siang itu. Sinar matahari cukup terik, mungkin itu yang menjadi alasan jalanan terlihat tak seramai biasanya.

"Kasih tau orangnya aja atuh," saran Andin dengan logat sundanya yang mendayu.

"Ih, malu dong, Ndin!"

"Daripada di embat orang lain. Lagian kan kalian kan udah deket ini."

"Nah justru itu, aku enggak mau, malah ntar jadi beda gitu, Ndin."

"Ho-oh yah, banyakan mah yang sahabatan jadian, pas berantem ujung-ujungnya malah jadi kaya orang asing."

Seperti terjebak dalam pikiran masing-masing, Andin tak lagi memberikan komentar. Tawanya yang tadi riuh menggodaku seolah menguap begitu saja bersama udara panas di luar mobil. Andin melambatkan laju mobil ketika memasuki jalan Merdeka, bergerak pelan ke arah parkiran Bandung Indah Plaza. Seketika gelap menyergap, ketika mobil telah memasuki area parkiran.

Aroma roti yang baru saja keluar dari oven menguar ketika kami memasuki area plaza. Aku selalu menyukai aroma ini. Ada yang bilang aroma ini bukan benar-benar berasal dari roti yang baru keluar dari oven, tapi pemilik toko menggunakan parfum yang beraroma roti yang baru di panggang untuk menarik pembeli. Entah benar atau tidak, tapi aku selalu menyukai aromanya.

Tengah asyik menikmati aroma roti dan bercampur dengan aroma kopi, tiba-tiba ponselku bergetar. Foto ibu terpampang di layar ponsel.

"Assalamualaikum, Bu." Agak heran kenapa ibu tiba-tiba menelpon, padahal tidak biasanya ibu menelponku siang-siang.

"Waalaikum salam ... Run, sabtu ini kamu bisa ke Depok?" tanya ibu di ujung telpon.

"Insya Allah bisa, Bu. Runa enggak ada kegiatan apa-apa juga sabtu ini. Kenapa Bu? Kok tiba-tiba?" Ada perasaan tak nyaman menjalar di hati. Tak biasa ibu menyuruhku pulang ke Depok. Biasanya ibu yang selalu ke Bandung.

"Ah, enggak. Kayanya ibu minggu ini enggak bisa ke Bandung, tapi ibu kangen sama kamu."

Ada nada tak biasa aku tangkap dari suara ibu. Tapi aku tak bisa menerka-nerka.

Semenjak dua Tahun yang lalu, ibu pindah kerja ke Jakarta, setelah lima tahun berjuang menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayah meninggal. Sehingga aku harus hidup mandiri di Bandung, tinggal seorang diri di rumah yang telah dibangun ayah dari awal mereka menikah dulu.

Setiap akhir bulan biasanya ibu pulang ke Bandung hanya untuk memastikan rumah ku urus dengan baik. Di Depok, ibu menempati rumah peninggalan almarhum ayah, yang juga merupakan warisan dari almarhumah nenek. Karena ayah anak tunggal, jadi rumah nenek diurus oleh ayah ketika beliau masih hidup, sekarang ibu lah yang melanjutkan mengurus rumah nenek.

Pernah aku menanyakan pada ibu, kenapa tidak dijual saja salah satu rumah itu atau setidaknya dikontrakkan biar ibu tidak terlalu capek mengurus dua rumah yang berlainan kota bolak balik, karena untuk membayar orang yang akan mengurus, dana ibu tak me cukupi.

"Kedua rumah ini mempunyai banyak kenangan bagi ibu, Run. Rumah di Bandung mengingatkan ibu tentang perjuangan ibu dan ayah dulu ketika awal menikah. Menabung sedikit demi sedikit agar bisa membangun rumah ini untuk kita. Sementara, rumah di Depok, penuh kenangan nenekmu. Nenek itu, mertua yang baik, menyayangi ibu layaknya anaknya sendiri," terang ibu kala itu.

"Ada masalah, Run?" tanya Andin ketika aku selesai menerima telpon dari ibu.

"Enggak, cuma nyokap nyuruh gue pulang ke Depok minggu ini. Enggak biasanya," sahutku masih dengan perasaan tak tenang.

"Mungkin nyokap Lo lagi capek aja kali." Andin tampak berusaha untuk menghilangkan kerisauanku.

"Iya kali, ya," sahutku seraya mengusir perasaan was-was yang tiba-tiba saja mengusik.

Dua jam menikmati film laga yang di tayangkan di layar lebar, membuat ku sedikit lupa dengan perasaan yang mengganjal beberapa minggu ini.

"Terus Lo sekarang mau gimana sama Arjun?" tanya Andin setelah kami duduk di pojokan food court.

Suasana food court yang tidak terlalu ramai membuat kami leluasa duduk lebih lama tanpa mengkhawatirkan tatapan orang yang menunggu giliran untuk mendapatkan tempat duduk.

Debaran halus mulai lagi terasa. Belakangan ini, hanya dengan mendengar namanya saja cukup mampu membuat debaran jantung ini berdendang dengan nada yang tak beraturan.

"Ya enggak gimana-gimana," sahutku berusaha menetralkan kembali debaran yang mulai membuncah.

"Terus ... Lo sama Bram gimana? Kok udah jarang gue lihat Lo berdua," tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Gue sudah putus," jawab Andin santai menyeruput lemon tea-nya.

Tak ada raut sedih layaknya gadis baru putus cinta seperti di film-film yang aku lihat. Hanya cengiran lebar khas gadis berkulit putih itu saja yang terlihat. Bahkan dari tatapan matanya pun tak kutemui setitik kesedihan disana.

"Kok bisa?" tanyaku heran, bukan hanya karena berita putusnya, tapi juga karena raut wajahnya yang terlihat teramat santai itu.

"Ya bisa ... Terlalu ngatur. Enggak asyik," sahutnya sambil mencaplok siomay yang masih tersisa banyak dari piringku.

"Pacaran aja udah terlalu banyak ngatur ini itu, gimana nanti udah nikah. Ih enggak deh. Sekarang gue masih mau nikmatin hidup gue dulu," lanjutnya setelah menelan dengan cepat makanan yang ada di mulutnya.

"Tapi kok Lo enggak ada sedih-sedihnya sih?" Akhirnya ku ungkapkan rasa penasaranku.

"Ih ngapain sedih. Berarti Tuhan sedang nyiapin jodoh yang lebih baik buat gue." Kali ini cengiran lebarnya disertai kekehan.

"Ekh kenapa jadi malah ngebahas gue sih. Terus Lo mau engga takut entar si Arjun keburu diembat orang?" Andin kembali menggiring ke topik awal.

Ah, kenapa balik ke masalah ini lagi sih. Jantungku mulai kembali bertingkah, tak mau bekerja dengan baik setiap kali nama itu ditangkap oleh telinga.

"Ya, berarti berarti bukan jodoh gue, kan?" jawabku mencoba meringankan perasaan yang entah kenapa terasa memilin ketika bayangan Arjun bersama cewek lain tiba-tiba saja merangsek ke pikiran.

"Ah masa ... Tapi wajah Lo ga nunjukin kaya gitu," selidik gadis di hadapanku yang makin lama terasa makin menyebalkan. Bukan menyebalkan dalam arti sesungguhnya, tentu saja.

"Haha ... Let it flow aja lah, kita lihat gimana entar."

...

Di kala hati resah

Seribu ragu datang

Memaksaku

Rindu semakin menyerang

Kalaulah kudapat

Membaca pikiranmu

Dengan sayap pengharapanku

Ingin terbang jauh

...

Alunan lembut suara vokalis group d'Cinnamon dari speaker food court, seolah mewakilkan apa yang kurasakan saat ini.

Sebenarnya aku rindu masa ketika perasaan masih terasa ringan ketika bersama Arjun. Namun entah kenapa hati dan waktu terasa bersekongkol. Menciptakan rasa yang tak pernah ku kira akan ada.

______________________________________________

Catatan :

[1] Beungeut maneh beureum \=muka mu merah (bahasa sunda agak kasar, hanya boleh digunakan dengan sesama teman yang sudah akrab).

[2] Bogoh ka batur \= cinta ke temen.

Terpopuler

Comments

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

🐾🐾🐾

2020-10-28

0

Fita Gray

Fita Gray

mampir

2020-08-13

0

Priska Anita

Priska Anita

Selalu mampir 💜

2020-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!