Arjuna

Aruna, pancaran matahari pagi, seperti itu lah yang aku rasakan saat pertama kali melihat cewek itu menghajar dengan tenang senior-senior yang me-bully ku. Ada rasa hangat menjalar, ketika melihat senyum dari wajah orientalnya. Lesung pipi di pipinya yang kemerahan membuat senyum itu makin memukau.

Kala itu aku masih kelas satu SMP, kalau kata orang, perasaan itu tak lebih dari perasaan cinta monyet. Tidak bagiku, rasa itu makin hari makin kuat. Aku benar-benar terpesona dengan caranya yang tenang menghadapi senior yang sering me-bully ku itu. Sayang, pihak sekolah tidak mau mendengarkan pembelaan Aruna. Sedangkan aku? Jangankan membela gadis yang telah menyelamatkanku, membela diri saja aku tak mampu, akibatnya Aruna harus menjalani hukuman skors selama satu minggu.

Tak mau berlama-lama absen kehilangan gadis itu, mengumpulkan sedikit keberanian, aku pun menceritakan pada orangtuaku apa yang terjadi di sekolah. Dengan memanfaatkan relasi papa dengan kepala sekolah, akhirnya gadis mentari pagi ku kembali menghangatkan hari-hariku disekolah.

Setelah kejadian itu, aku dan Runa jadi semakin dekat. Ternyata gadis itu tak hanya kuat secara fisik, otaknya pun cemerlang. Pembawaannya yang santai dan ceria membuatnya mudah mendapatkan teman, tidak hanya yang seangkatan, tetapi kakak kelas juga banyak yang dekat dengannya.

Sementara aku? Aku masih teman yang paling dekat dengannya, setidaknya itu yang membuatku bersyukur saat itu. Walaupun terkadang aku tau, beberapa teman-teman menjuluki ku si laron yang selalu mengikuti api, apa peduliku, toh Runa tak pernah menyatakan keberatannya.

"Run, gue juga mau ikut Taekwondo donk," pintaku pada Aruna suatu waktu ketika jam istirahat di kantin.

Seperti biasa, kami duduk di pojokan, menghindari bingarnya suasana kantin. Lebih tepatnya, Runa tak ingin membuatku jadi tak nyaman berada di tengah keriuhan. Ia memang gadis yang amat sangat pengertian. Untuk hal-hal kecil seperti itu pun tak luput dari perhatiannya.

"Lah kenapa tiba-tiba?" ia menghentikan suapan basonya dan menatapku lekat.

Ya Tuhaan... Sebenarnya aku tak pernah mampu menata irama jantungku jika ditatap oleh mata bening itu. Aku selalu saja menundukkan wajah agar ia tak perlu melihatnya memerah. Aku mendorong kacamata yang mulai merosot di puncak hidung yang basah oleh keringat untuk menghilangkan kegugupan.

"Yaa buat jaga diri lah. Kalo gue tanya kenapa Lo ikut Taekwondo, pasti bakal jawab yang sama kan?" Padahal alasan sebenarnya, aku hanya ingin memperpanjang waktu ku untuk bertemu dengan gadis mentari itu.

Runa hanya mengangguk-angguk. Menghabiskan baso dalam mulutnya, lalu berkata, "tapi Lo kuat, enggak?"

"Maksud, Lo?"

"Kemarin ini, gue liat Lo udah kaya mau pingsan pas dikata-katain. Apalagi klo dihajar," sahutnya dengan wajah penuh keraguan.

"Yaa ... Kan maksud gue juga biar melatih mental juga, gue kan cowok, biar engga klemer-klemer gini terus," sahutku hampir menyerupai cicitan. Ah, cowok payah memang.

Dimana-mana, cowok yang harus ngelindungi cewek, tapi ini kebalik. Aku tak mau terus-terusan terlihat terlalu lemah di mata Runa. Walaupun untuk nilai pelajaran aku masih unggul dari dia.

"Tapi nyokap Lo kasih ijin engga? Gue takut ntar dikira ngajarin anaknya yang enggak-enggak," kembali sorot keraguan terpancar dari matanya.

Ya, mama memang over protektif. Beliau tak mau aku lecet sedikit pun. Walaupun kadang papa sering menyatakan keberatannya terhadap perlakuan mama yang terlalu berlebihan, tapi mama tak peduli. Aku juga tak bisa menyalahkan, karena bagi mama aku adalah harta yang amat sangat berharga. Tiga kali mengalami keguguran sebelum akhirnya beliau bisa melahirkan ku ke dunia dengan perjuangan yang berat, membuat ia benar-benar berusaha menjaga ku sebaik mungkin.

"Ya, nanti gue nego mama deh. Lagian ini kan juga buat jaga diri. Coba kalo Lo kemarin engga mergokin senior yang bully, kan udah bonyok gue."

"Hu-um, harus. Jangan sampai Lo ikut tanpa izin. Bisa kualat entar," sahutnya sambil menyeruput jeruk hangat pesanannya.

Itulah yang membuatku makin mengidolakan si cewek sinar mentari ini. Dia tak pernah meremehkan orang lain. Jika yang lain suka menjulukiku 'si anak mami', tidak dengan gadis itu. Karena dia juga penganut 'bertekuk di bawah kaki ibu', sehingga tak pernah terlontar ejekan dari mulutnya ketika aku harus meminta pertimbangan mama untuk melakukan kegiatan apapun.

****

Setelah membujuk dan merayu, dengan memaparkan sekian banyak keuntungan jika ikut latihan taekwondo, akhirnya mama memberiku izin. Bagaikan mendapatkan hadiah yang teramat besar seumur hidup, itulah yang aku rasakan saat itu.

Semakin hari, makin dekat dengan gadis itu membuat ku mulai sedikit percaya diri. Tampilan cupu yang disematkan oleh teman sekelas mulai hilang. Runa memang seperti mentari pagi yang menghalau kabut bagi hidupku.

***

Memasuki masa SMA, aku pun mulai memasuki masa puber, segala perubahan fisik mulai terlihat, tubuhku yang dulu lebih pendek dari Runa, mulai menjulang. Bahu yang dulu terlihat ringkih pun mulai melebar. Lalu, tiba-tiba saja aku yang dulu seperti tak dikenal, mendadak menjadi pusat perhatian para cewek di sekolah.

Tentu saja semua perhatian itu membuat ku jengah. Aku bukan orang yang terbiasa menerima perhatian, lebih suka berdiri di balik layar, memainkan peranku dalam diam.

Kembali Runa menjadi tameng, disaat beberapa cewek yang terlihat mulai nekat mendekati ku dengan cara yang menurut ku sudah mulai tak masuk akal.

"Run, Lo jangan jauh-jauh dari gue donk," pintaku suatu hari layaknya seorang anak merengek minta dibelikan mainan pada ibunya.

"Ih, ntar gue dimusuhin cewek-cewek satu sekolahan, Jun," kekeh gadis itu dengan tawa khasnya yang renyah.

"Sejak kapan Lo mikirin itu sih? Dulu ga terlalu peduli amat apa kata orang."

"Sejak Lo jadi idola para cewek. Gue tak ubahnya kaya laler ijo yang ngider-ngider di makanan mereka aja."

"Bagi gue, Lo masih sama kayak dulu, Run. Lo jangan berubah dong," pintaku setengah memohon.

Sedikit perasaan takut menjalari hati. Aku tak ingin mentari yang selalu menyinari hariku menjauh. Dia yang selama ini ada disaat gelap ku. Mana mungkin aku akan bisa hidup tanpa kehangatannya. Aku tak peduli seberapa banyak cewek yang mulai mendekat, mereka hanya tau diri ku yang terlihat menarik di mata mereka. Sementara Runa, ia yang telah ada dari masa aku masih bukan siapa-siapa, di saat aku hanya dipandang sebelah mata.

Mungkin bisa dikatakan sebuah obsesi bagiku untuk terus berada di sisi gadis mentari. Bahkan aku pun memilih universitas dan fakultas yang sama dengannya setelah lulus dari SMA, hanya saja nilai semester awalku tidak mencukupi untuk bisa masuk ke jurusan yang sama dengan gadis itu, membuat ku akhirnya terpisah oleh jurusan.

Siapa yang tak akan tergila-gila pada cewek tangguh berontak encer dengan paras yang juga menarik. Tak sedikit cowok yang juga menaruh hati pada Runa, namun selalu ditolak mentah-mentah. Alasannya selalu 'tak ingin berpacaran sampai lulus kuliah'. Ya, gadis itu termasuk saklek dalam urusan pendidikan. Ia yang hanya tinggal bersama ibunya, tak ingin pendidikannya berantakan begitu saja hanya karena urusan hati.

"Gue ga bisa bagi fokus, Jun. Urusan cowok belakangan aja, toh gue masih punya Lo yang nemenin gue kemana aja, ya kan," sahutnya ketika ku tanya kenapa ia tak pernah mau menerima cowok yang tertarik padanya.

Boleh kan aku sedikit berbesar hati, karena dari SMP sainganku cukup banyak. Tak sedikit yang ingin menyingkirkanku, tapi Runa terus mempertahankan ku untuk selalu dekat dengannya.

Aku akhirnya memilih untuk menyukainya diam-diam, agar aku bisa terus berada di dekatnya. Tak ingin nantinya ia akan menjauh ketika aku menyatakan perasaan. Berapa banyak persahabatan akhirnya hancur ketika salah seorang menyatakan perasaan.

***

Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini Runa sedikit aneh. Dia lebih sering menghindar. Bahkan tak jarang aku memergokinya sedang melamun. Jika biasa dia cerewet, beberapa hari belakangan lebih pendiam. Beberapa kali aku menanyakan alasannya, sesering itu pula dia menyatakan tak ada yang perlu dirisaukan.

Ah! Bagaimana mungkin aku tak kan risau, cahaya mentari yang dulu selalu bersinar hangat seakan tertutup awan gelap. Aku rindu kehangatannya yang dulu.

Terpopuler

Comments

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

🐾🌸

2020-10-28

0

Mimiy Nabil

Mimiy Nabil

setelah baca menapak senja aku baca karya Authooor yg ini.. aku mulai suka

Semangat ya thoor

2020-10-15

1

Rena Karisma

Rena Karisma

lanjut..

2020-08-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!