KANDAS

KANDAS

Aruna

Aku menatap cowok yang ada di sampingku. Muka seriusnya membuat perasaan makin kacau. Entah sejak kapan perasaan tak tenang ini mulai terasa, seperti ada ribuan kupu-kupu yang mengembangkan sayapnya di perutku. Kadangkala serasa seperti hendak menaiki pentas pertandingan, degub jantung terasa tak beraturan. Buru-buru mengalihkan pandangan, agar perasaan ini bisa sedikit ku tenangkan.

Mereka bilang aku perempuan beruntung, bisa berada dekat dengan Arjun. Cowok ganteng idola Fakultas, bahkan kampus juga, sepertinya.

Delapan tahun memang aku dan Arjun sudah bersahabat, dari kelas satu SMP. Arjuna Dinata, kala itu masih cowok culun dan cengeng. Suatu hari aku melihatnya di-bully para senior, membuat jiwa pahlawanku seketika bangun. Aku yang kala itu sudah memegang sabuk hijau di taekwondo, dengan entengnya menghajar para senior yang membully Arjun yang kemudian membuatku berakhir di ruang BP.

Masih berasa segar diingatanku, kala itu ibu mengomel seperti tak berkesudahan tanpa memberiku kesempatan untuk membela diri. Mendapatkan skors seminggu, tidak diijinkan masuk sekolah, membuat ibu bebas mengomeliku pagi-siang-malam seolah tanpa jeda.

Sore itu, ketika ibu masih melanjutkan ritual ngomelnya di hari ketiga aku kena skors, tiba-tiba ada tamu yang mengunjungi rumah mungil kami. Aku merasa Tuhan menjawab doaku, untuk sejenak mengistirahatkan telingaku dari kejenuhan kalimat yang di ulang-ulang ibu dari mulai aku membuka mata sampai menutup mata dan membuka mata lagi esok hari nya.

"Mari Pak, Bu, silahkan duduk." Ibu mempersilahkan para tamu yang datang untuk duduk sambil merapikan kunciran rambutnya yang agak berantakan. Wajahnya yang sedari pagi terlihat sangar tiba-tiba berubah manis.

"Terima kasih, Bu," balas para tamu itu, seorang laki-laki paruh baya dan seorang perempuan anggun yang mungkin masih berumur pertengahan empat puluhan.

"Sebentar saya buatkan minum dulu ya," lanjut ibu ketika para tamu itu sudah duduk di sofa tua rumah kami.

"Oh, tidak usah repot-repot Bu, kami hanya sebentar ... Maaf mengganggu waktu Ibu dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. " Tamu yang perempuan menjawab dengan suaranya yang lembut. Langsung berhayal, andai ibuku seperti perempuan itu, bahagia sekali aku. Haha, aku tersenyum sendiri ketika mengintip para tamu dari kamar.

"Ah tidak, cuma minum aja," sahut ibu sambil beranjak ke dapur.

Tidak lama berselang, ibu datang dengan dua cangkir teh melati hangat dan sepiring singkong yang baru digorengnya tak lama sebelum para tamu itu datang.

"Aduuh, jadi ngerepotin," sambut tamu perempuan dengan senyumannya yang menyejukkan.

"Hehe, cuma ini yang ada ... Silahkan dicicipi, " tawar ibu sambil memberikan senyum termanisnya yang sudah jarang aku lihat.

"Terima kasih, Bu." Si tamu menyeruput tehnya dengan anggun.

"Uhm, kalau boleh tahu ada apa ya Ibu sama Bapak datang kesini?" tanya ibu langsung tanpa basa-basi lagi, ah memang ciri khasnya.

Perempuan yang tidak bisa berbasa-basi. Orang lain melihat beliau perempuan yang kurang mengerti tata krama, tapi bagiku, ibu itu orang nya apa adanya, bukan tipe orang yang bisa bermanis-manis kepada orang lain.

"Ah ... ya, begini Bu, anak kami Arjun sudah menceritakan kronologi Aruna menghajar para senior itu...."

Aha! Ternyata mereka adalah orangtua anak culun yang ku bela tempo hari. Oh! Namanya Arjun, padahal aku sekelas dengannya, tapi karena lemah dalam mengingat nama-nama orang baru, aku jadi tidak begitu ingat nama anak itu. Mencoba untuk makin menajamkan pendengaranku menguping pembicaraan orangtua Arjun dan ibu.

"Tapi tetap anak saya itu harus dihukum Bu, dia seenaknya saja main hajar-hajar anak orang, kalo saya di posisi orangtua anak yang dihajar juga bakal meradang lah, Bu." Ibu sepertinya masih belum rela menerima kalau aku tidak bersalah.

"Tapi, menurut anak kami, Aruna juga sebelumnya sudah memperingati para senior itu untuk tidak mengganggu mereka, mereka yang mulai main fisik." Orangtua Arjun melanjutkan pembelaannya.

"Ya Allah, apakah aku anak yang tertukar? Kenapa malah orang lain yang membelaku bukan ibuku sendiri?" bisikku dalam hati ketika melihat ibunya Arjun berusaha meyakinkan ibu bahwa aku berada dipihak yang benar.

Ibu tampak tercenung sesaat, berusaha untuk mencerna pembicaraan orangtua Arjun.

"Yaa, sekarang tidak ada gunanya juga sih. Anak saya sudah diskors ini." Akhirnya Ibu seperti menerima penjelasan dari ibunya Arjun.

"Nah, kami kesini mau mengajak Ibu ke sekolah besok, menjelaskan pada pihak sekolah, bahwa anak Ibu tidak bersalah. Sekarang, yang ada orang yang salah malah bisa bebas berkeliaran di sekolah, anak Ibu malah kena skors. Bukan tidak mungkin, ada anak lain yang jadi korban bully dari senior itu. Ya kan?"

Ibu tampak hanya manggut-manggut menanggapi pembicaraan ibunya Arjun. Tak lama kedua orangtua Arjun pamit pulang, dengan kesepakatan ibuku dan orangtua Arjun besok akan menemui kepala sekolah.

Semenjak kejadian itu aku dan Arjun menjadi sahabat akrab. Sampai sekarang kuliah pun kami masih satu universitas dan satu fakultas. walaupun beda jurusan, tapi kami tetap menyempatkan sekedar makan bareng ketika jam pergantian mata kuliah. Bahkan pulang pun masih selalu bareng.

"Woooi ngelamun aja Lo!"

Aku gelagapan ketika tangan keras Arjun menepuk punggungku.

"Ah sialan Lo!" gerutu ku

"Lagian Lo diajakin ngobrol malah bengong."

Aaah Jun, masa puber benar-benar merombak total rupamu. Siapa sangka cowok culun kurus ceking yang aku kenal dulu bisa tumbuh jadi laki-laki bertubuh atletis, berwajah bak pangeran negeri dongeng. Muka tirusnya dulu, sudah agak melebar dengan rahang kokoh seakan dipahat hati-hati oleh pemahatnya. Matanya yang dulu selalu menyorotkan tatapan tak berdaya di balik kaca mata, sekarang menatap tajam dengan bingkai alis tebal dan tertata rapi di atas batang hidungnya yang tinggi. Kalau dulu Arjun selalu berjalan menunduk, sekarang dia berjalan dengan percaya diri.

"Woi, Lo mikirin apaan siy? Ga kaya Runa yang gwe kenal," selidiknya dengan muka serius.

"Mau tau aja deh Lo cumi!" elakku lalu berlalu dari hadapan Arjun.

"Eh malah ngeloyor pergi ... Run ... Lo lagi kenapa siy? Gwe serius nanya." Arjun masih penasaran dengan sikapku hari ini.

"PMS!" jawab ku sambil mempercepat langkahku menjauhi cowok itu.

****

[Jun, Lo duluan aja pulang ya, ga usah nungguin gue. Kelas gue lagi ada proyek kerja kelompok] aku menulis kan pesan whatsapp ke Arjun.

[Lah, biasa gue tungguin ini] balasnya tak lama berselang.

[Udah Lo duluan aja balik, cerewet amat]

[Biasa Lo PMS ga gini-gini amat deh perasaan]

Aku tercenung membaca balasannya.

Dia ternyata selama ini memperhatikan sikapku.

[Mo kerja kelompok dimana emang?] lanjutnya.

[Blom tau niy, gue juga lagi nungguin mo dimananya]

Padahal aku bohong, sebenarnya tidak ada kerja kelompok. Aku hanya ingin sejenak menghindar dari cowok itu. Mencoba sedikit menenangkan hati yang belakangan mulai tak ku mengerti. Mungkin saja perasaan ini tiba-tiba hadir karena aku terlalu sering bersama Juna. Semoga dengan sedikit menjaga jarak, aku bisa menetralkan kembali perasaan ini.

Terpopuler

Comments

เลือดสีน้ำเงิน

เลือดสีน้ำเงิน

permisi Thor penduduk bunian mampir 😇 fav and like 👍

2020-10-28

0

NH

NH

mampir lagi..😊😊

2020-10-21

1

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

up up up.... 🎉🎉🎉

ijin promo thor 🍿🍿🍿


jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE",

kisah cinta beda agama 🍿🍿🍿


jgn lupa tinggalkan like and comment ya 🍿❤️❤️❤️

2020-10-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!