Aludra tak mengenalnya, dia hanya pernah melihat wajah gadis kecil itu. Jika harus menebak mungkin wanita itu gadis SMP mengingat wajahnya yang mungil serta tubuhnya yang pendek.
Dia memiliki rambut kemerahan yang dipotong pendek, mata hitam yang besar dan tampak seperti obsidian. Pakaian hijaunya mungkin aga terlalu mencolok namun hal itu berguna untuk mempermudah pergerakannya. Sekilas dia terlihat seperti seorang peri yang cantik.
“Apa maumu?” tanya Aludra, lanjut membaca bukunya.
“Akan aku peringatkan, aku bukan gadis SMP. Aku sudah kuliah,” ujarnya dengan sedikit jengkel.
Aludra berpikir gadis kecil itu berbohong namun dia tidak coba mendebatnya sama sekali karena dirasa tidak perlu terlibat terlalu banyak.
Bellatrix yang tersenyum masam memperkenalkan gadis itu, “Perkenalkan, dia adalah pahlawan cambuk, Alnilam Lawrence.”
Aludra yang coba membalik bukunya tiba-tiba berhenti, dia menyadari sesuatu yang cukup ganjil karena mendengar namanya. Mulai dari namanya sendiri yakni, Aludra, diikuti oleh Bellatrix, dan bahkan Alnilam.
‘Apa hanya perasaanku saja?’ segera Aludra memberikan pengabaian pada perasaannya.
“Aludra. Panggil aku dengan nama itu,” ujar Aludra dengan acuh tak acuh.
Melihat raut wajah keduanya yang biasa saja, Aludra sadar bahwa mereka berdua tidak mengetahui asal-usul namanya. Tentunya, Aludra juga tak terlihat peduli untuk memberitahukannya.
“Aku dengar kamu terus berusaha mencari jalan untuk kembalikan ke bumi, kan?” ujar Alnilam dengan acuh tak acuh. “Dari tiga belas orang yang dipanggil ke dunia ini, mungkin hanya kamu yang demikian.”
Aludra tak membantahnya. Memang, orang-orang selain dirinya yang dipanggil ke dunia ini entah bagaimana telah nyaman dan menyatu dengan dunia ini. Bahkan Bellatrix tidak terkecuali dari mereka.
Sejauh ini mereka menjalani hari-harinya dan menyandang gelar pahlawan.
“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Aludra.
“Sejujurnya aku tak peduli tinggal di dunia ini atau bumi. Bahkan jika ada pilihan untuk kembali, aku mungkin akan ikut denganmu. Dunia ini mengerikan dan tak ada kedamaian karena monster.”
Jangankan monster, bahkan malaikat dan iblis sungguh ada keberadaannya di dunia ini. Berbeda dengan bumi yang mana makhluk-makhluk itu hanyalah dongeng dan muncul di film saja.
Jika menginginkan sebuah kehidupan yang damai maka tentu saja bumi adalah dunia yang aman. Tak ada monster ataupun iblis yang hidup bersama manusia.
Andaikan saja penduduk asli dunia ini tahu ada tempat seaman bumi, mereka diyakini akan memilih untuk tinggal di bumi ketimbang dunia ini.
“Aku percaya bahwa kembali ke bumi bukanlah hal yang mustahil. Jika dunia ini bisa memanggil kita, bukannya tidak mungkin dunia bisa memulangkan kita.”
Itu logika sederhana yang dipercayai Aludra. Jika memanggil dimungkinkan, maka memulangkan juga memiliki kemungkinan yang sama. Masalahnya adalah bagaimana cara melakukannya dan Aludra perlu mengetahui cara kerjanya.
“Oleh karena itu aku terus belajar, belajar dan belajar. Hanya untuk pulang, aku rela menukar jiwaku,” gumam Aludra, mengepalkan tangannya dengan erat.
Bellatrix memandangnya dengan sedih, tetapi dia tak mengatakan apapun. Justru Alnilam yang lebih banyak bicara.
“Bodoh, kamu takkan mendapatkan apapun dengan hal itu. Kamu salah dalam melakukan urutan. Ketimbang langsung mencari cara agar bisa kembali, lebih baik kamu pelajari bagaimana cara kita datang.”
Aludra hendak mengumpat namun setelah memikirkannya sedikit dia paham apa yang coba disampaikan Alnilam. Wanita ini jelas tidak bermaksud jahat, dia mungkin berinvestasi dengan harapan Aludra menemukan jalan pulang.
“Kamu lebih tua dari kami, dan lebih pintar. Namun kamu bodoh dalam mengendalikan emosimu. Tetaplah berpikir rasional dan hubungi aku jika kamu menemukan jalan keluar ataupun masalah nantinya.”
Alnilam berkata hanya ingin mengatakan hal itu sebelum meninggalkan ruangan, menyisakan Aludra yang terbenam dalam pikiran serta Bellatrix dengan rasa bersalahnya.
“Jika saja kamu tidak menyelamatkanku saat itu, mungkin —”
“Kamu tak perlu terus merasa bersalah. Aku tak menyalahkanmu karena hal ini. Semua ini bukan salahmu,” ujar Aludra.
Yang salah adalah dunia yang telah memanggilnya tanpa tahu cara memulangkan. Bellatrix tidak salah dalam hal apapun. Toh, Aludra menolongnya karena murni niat baik dari hatinya. Sejak awal dia tidak berniat melimpahkan kesalahan kepada Bellatrix.
Bellatrix tersenyum masam, “Baiklah. Aku akan coba untuk tidak merasa bersalah. Jika nantinya ada yang kamu butuhkan, tolong jangan ragu meminta bantuanku!” dia bersemangat dan mengepalkan kedua tinjunya, seperti anak kecil yang ingin mencoba hal baru.
Dia wanita cantik yang lucu, Aludra mengakui hal itu. Melihat Bellatrix yang seperti itu membuat Aludra teringat akan istrinya. Sifat keduanya terbilang cukup mirip sampai Aludra bisa melihat bayangan istrinya melalui Bellatrix.
Bellatrix memilih menetap bersama Aludra, dia pergi untuk mengambil beberapa buku dan dengan tenang membacanya. Aludra tak pernah keberatan dengan keberadaan Bellatrix karena kehadirannya tak mengganggu.
Terkadang Aludra kagum bahwa Bellatrix mampu membaca banyak buku dalam satu hari bersamanya. Entah dia memang kutu buku atau berusaha membantunya mencari jalan pulang.
Perhatikan Aludra kemudian tertuju pada hal lainnya. Dia sudah lama penasaran tentang itu namun tak memiliki niat apapun bertanya.
“Apa kamu sungguh tak bisa melepaskan busur itu? Tampak merepotkan.”
Aludra sudah cukup lama penasaran namun dia tak berusaha mencari tahu karena tak menarik. Namun untuk sekarang, setelah mendengar perkataan Alnilam, Aludra merasa perlu mengetahui beberapa hal.
“Ini?” ujar Bellatrix. “Begitulah adanya. Dari perkataan raja, tampaknya senjata suci akan terus melekat kepada pemiliknya sampai akhir hayat. Berkat hal itu, aku hanya bisa menggunakan busur sebagai senjata.”
Senjata suci mengekang pemiliknya untuk tidak menggunakan senjata lain. Contohnya Bellatrix, dia hanya bisa menggunakan busur selama sisa hidupnya dan tak diizinkan menggunakan pedang.
Meski begitu, memiliki senjata suci yang tak bisa dihancurkan adalah kekuatan yang sungguh berharga.
“Bagaimana dengan sihir? Jangan bilang senjata suci juga memberikan batasan.”
“Aku bisa menggunakan sihir namun tak banyak pilihan yang tersedia. Hanya sebatas sihir elemen dan serangan jarak jauh. Lalu, ada sihir skill yang berasal dari senjataku.”
Senjata suci dilengkapi dengan skill yang bisa digunakan oleh pemiliknya. Semakin tinggi level maka semakin banyak skill yang diperoleh.
Saat pertama kali mengetahui bahwa dunia ini memiliki sesuatu seperti level Aludra tidak mempercayainya. Perkembangan seseorang bergantung pada level, sesuatu yang Aludra tak diberkati dengannya.
Aludra melanjutkan pembelajarannya tentang Alkimia. Dia mulai memahami banyak tentangnya, bahkan menemukan bahwa Alkimia bisa digunakan sebagai pengganti sihir.
“Ini,” Bellatrix bergumam dan bangkit, dia menunjukkan pada Aludra tentang isi bukunya.
Di sana tertuliskan sebuah legenda kuno yang konon adalah peninggalan para dewa. Ada dua hal, pertama adalah tentang Artefak Kuno dan juga Jurang Tanpa Dasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Fitra 87
🤠
2022-12-09
0