Perpustakaan negara, satu-satunya tempat penuh dengan pengetahuan yang hanya bisa dikunjungi keluarga kerajaan juga bangsawan. Tempat ini memerlukan izin dari raja untuk memasukinya karena ada banyak sekali barang berharga.
Aludra sejujurnya tidak menyangka bahwa di dunia ini, mereka sadar bahwa bukan emas yang paling berharga di dunia ini, tetapi ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah hal yang berharga di dunia ini, tetapi masalahnya adalah itu hanya ilmu terkait sihir dan juga silsilah keluarga kerajaan. Mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan sampai batas di mana manusia tak lagi memerlukan sihir. Selain itu, hanya keluarga bangsawan dan kerajaan yang bisa mengetahuinya.
Dunia ini masih terbilang primitif, di mana orang-orang dari kelas bawah tak tahu betapa pentingnya sebuah pendidikan. Mereka hanya berpikir untuk bekerja, bekerja dan bekerja dengan harapan bisa hidup enak.
Sementara para menengah hingga ke atas tahu betapa pentingnya memiliki pengetahuan untuk meraup uang banyak hanya dengan duduk santai di rumah. Pepatah yang mengatakan bahwa orang kaya makin kaya, dan miskin tetap akan miskin tidaklah salah di sini.
“Dunia dengan sihir, meski setahun lamanya aku tinggal. Sulit dipercaya tempat ini benar ada.”
Aludra telah mempelajari banyak hal sejak dia mengerti bahasa dunia ini. Berkat bantuan Bellatrix dan seorang pelayan yang selama ini merawatnya, Aludra tak lagi minder karena tak bisa bahasa.
Dia terbilang cepat mempelajari bahasa karena keberadaan sihir. Dengan adanya mukjizat seperti itu, memungkinkan Aludra berkembang cepat dalam proses belajarnya. Lagi pula, sejak awal dia adalah seorang guru dan cukup pintar tentang bahasa.
“Aku takkan menyerah untuk pulang. Tak peduli butuh berapa tahun, aku pasti akan kembali!”
Sudah sejak lama Aludra menjadikan perpustakaan itu rumahnya, dia tak banyak berinteraksi dengan dunia luar. Kesehariannya adalah terus belajar di perpustakaan dan pergi ke aula pelatihan untuk melatih tubuh dan teknik berpedang.
Ringkas situasinya saat ini adalah tidak ada jalan kembali ke bumi. Kerajaan hanya tahu cara memanggil namun tidak dengan memulangkannya. Untuk alasan itu Aludra menetap di perpustakaan demi mencari tahu dan bahkan mempelajari tentang sihir.
“Aku sungguh dirugikan di dunia yang keras ini. Tanpa sihir ataupun bakat lainnya, aku benar-benar manusia biasa dari bumi.”
Telah diketahui bahwa Aludra tak berbakat dengan sihir, tak hanya Mana yang dimilikinya begitu sedikit, dia juga tak diberkati senjata suci seperti Bellatrix dan lainnya.
Mana adalah sumber energi yang tersedia di alam dan dunia ini, mana menjadi perantara agar manusia dapat menggunakan berbagai macam sihir. Semakin besar Mana yang dimiliki, semakin banyak hal yang bisa dilakukan seseorang.
Sementara senjata suci adalah senjata khusus yang dimiliki oleh dua belas pahlawan. Senjata itu konon diciptakan dewa Seca khusus untuk membantu manusia bertahan dari perang besar.
Senjata itu hanya dimiliki para penyintas lainnya seperti Bellatrix dan kawan-kawan. Aludra tak mendapatkannya lantaran dia menolak Index dan tak memiliki bakat apapun.
Tok! Tok!
Pintu terketuk, seorang wanita masuk ke dalam ruangan pribadi yang disediakan untuk Aludra belajar. Di sana menampilkan wanita dengan rambut hitam serta mata kemerahan datang membawakan makanan ringan juga teh.
“Aku masuk, Aludra.”
“Maria. Sudah kubilang tak perlu datang membawakan apapun padaku.” Aludra dengan dingin menolak kehadirannya.
Dia adalah Maria, pelayan wanita yang ditugaskan merawat Aludra. Dia adalah gadis yang beberapa tahun lebih muda darinya, mungkin hanya sedikit lebih tua dari Bellatrix. Mungkin saja, usia Maria tak berbeda jauh istri Aludra di bumi.
“Untuk itu aku tak bisa melakukannya. Cukup dengan berbicara tanpa formalitas kepadamu menjadi satu-satunya yang aku jalani. Kamu akan sakit jika kekurangan nutrisi,” ujar Maria dengan senyuman lembut.
Aludra tak lagi mempedulikannya dan mengabaikannya. Meski dia sudah begitu cuek kepada Maria selama lebih dari setahun, entah mengapa wanita itu tak merasa jengkel dan malas merawatnya. Justru sebaliknya, dia semakin dekat pada Aludra.
“Apa yang sedang kamu baca saat ini?” tanya Maria.
“Bukan urusanmu,” ujar Aludra selagi membalik halamannya.
Maria kemudian meraih bukunya dengan paksa dan melihat judulnya. Hal itu membuat Aludra jengkel tentunya karena Maria mengganggunya.
“Ini … Alkimia? Kamu tertarik pada sesuatu seperti ini?”
“Ya, memangnya kenapa? Demi kembali ke duniaku, aku perlu mempelajarinya.”
Di dunia ini tak banyak orang yang memiliki minat terhadap Alkimia karena terkesan tak berguna, tetapi Aludra tertarik dengan itu. Di dalam Alkimia itu sendiri juga terdapat bagian yang mempelajari pembuatan sihir.
Aludra berencana membuat sihirnya sendiri yang mana dia tak perlu mengandalkan energi seperti Mana untuk menggunakannya. Mungkin saja, meski kecil harapannya namun barangkali dia bisa membuat sihir untuk kembali ke bumi.
“Jadi begitu,” ujar Maria dengan senyuman kecil. “Apa kamu sungguh benar-benar ingin kembali ke duniamu? Sejauh yang aku tahu, sihir semacam itu hanya mampu dibuat para dewa.”
Aludra berdecak dengan kesal, dia tak mau mendengar pendapat orang lain tentang apapun. Aludra bertekad untuk melakukan segalanya asalkan bisa kembali ke dunianya.
Persetan dengan takdir dan dewa, Aludra akan merentangkan tangannya dan menyambutnya.
“Aku akan melawan semuanya, akan aku cari banyak cara untuk kembali ke duniaku. Sekalipun butuh waktu puluhan tahun, aku takkan menyerah,” ujar Aludra segera setelah meraih bukunya kembali.
Maria menatapnya dengan sedikit sedih, dia telah melihat Aludra selama setahun dari dekat. Dia pria yang gigih dengan tujuannya, tipe orang yang tidak tahu arti menyerah pada sebuah kemustahilan.
Awalnya Maria berpikir bahwa Aludra hanya orang bodoh, dan mungkin saja berpura-pura demikian. Namun setelah sejauh ini, pemikiran tersebut menghilang. Kini Maria kagum padanya karena belum pernah melihat orang segigih ini.
Hanya untuk keluarganya, dia rela melakukan apapun agar bisa kembali ke keluarga kecilnya di alam nan jauh di sana.
“Kamu tetap harus memikirkan dirimu, Aludra. Sesekali tidak ada salahnya keluar dan melihat-lihat, bahkan kamu butuh istirahat.”
Memang sudah lama sejak Aludra bisa tidur dengan nyenyak. Dia tak bisa tidur saat memikirkan anak dan istri yang dia tinggalkan, Aludra ingin secepat mungkin kembali kepada mereka.
Aludra tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada keduanya, seandainya Aludra tak kembali. Oleh karena itu, Aludra bersikeras untuk kembali secepatnya. Baginya, tidur dihantui dengan rasa cemas dan khawatir bukanlah istirahat, tetapi penderitaan. Dan, kesepian.
“Aku akan beristirahat setelah aku berhasil kembali. Kamu pergilah! Jangan ganggu aku.”
Maria tak memiliki apapun lagi untuk dilakukan selain menuaikan simpatinya kepada Aludra karena dia tahu sikap dingin Aludra datang dari keinginan untuk tidak berhubungan dengan siapapun di dunia ini.
Aludra sudah terlanjur membenci dunia beserta isinya yang membawanya ke dunia ini. Dia tak mau berhubungan apapun dengan orang-orang dunia ini lantaran mereka semua mungkin saja busuk.
Setelah dia kembali ke bumi, maka jejak yang ditinggalkan pria bernama Aludra akan sirna sendirinya.
Baru saja Maria pergi, Aludra sudah kedatangan tamu lain. Aludra mungkin mengabaikannya dan tak peduli dengan kedatangannya, tetapi sebenarnya Aludra merasa jengkel.
Bukan karena siapa orang itu, tetapi karena Aludra merasa terus diganggu. Ada begitu banyak detik yang sia-sia karena pengunjung-pengunjung ini.
“Maaf mendadak datang, Aludra.”
Itu adalah wanita cantik dengan rambut hitam, seorang remaja yang beberapa tahun lebih muda darinya. Tentu Aludra mengenalnya karena gadis itu adalah orang pertama yang dia kenal di dunia ini.
“Kamu tak perlu terus-menerus mengunjungiku, Bellatrix,” ujar Aludra dengan acuh tak acuh.
Bellatrix terus mengunjunginya di banyak kesempatan seperti halnya Maria. Meski begitu, dia datang tak sebanyak Maria dikarenakan Bellatrix mengasah kemampuannya.
Dia adalah salah satu dari dua belas orang yang mendapatkan senjata suci. Bellatrix menerima panah suci, senjata yang tak mengenal jarak dalam setiap tembakannya.
Aludra belum melihatnya secara langsung, tetapi dari yang dia dengar Bellatrix adalah salah satu yang unggul daripada pemilik senjata lainnya.
“Aku pikir kamu akan membutuhkan bantuanku untuk beberapa hal,” ujar Bellatrix dengan senyuman masam sebelum dia mempersilahkan masuk satu orang lainnya. “Aku ke sini karena ada orang yang ingin bertemu denganmu.”
“Maaf namun aku tidak menerima tamu saat ini.”
“Sayangnya dia sudah di sini,” ujar Bellatrix.
Seseorang memasuki ruangannya, Aludra cukup jengkel karena hal itu. Saat itu juga dia menemukan seorang gadis muda dengan cambuk di sakunya memasuki ruangan.
Aludra memang tak pernah berkomunikasi dengan pemilik senjata suci selain Bellatrix. Meski begitu, dia tahu bahwa gadis kecil yang ingin menemuinya adalah seseorang yang menerima senjata suci, atau bisa dibilang pahlawan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Fitra 87
😁
2022-12-08
0