Pesona Syahwat

Gemuruh petir menggema di langit, memekakkan telinga siapa pun yang mendengarnya. Dua sejoli yang tengah menikmati santapan tiba-tiba teekejut hebat. Jantung mereka berdegup seakan ingin melompat dari tempatnya. Zalwa, yang sejak kecil sangat takut pada suara ledakan dan petir, spontan menutup telinganya dengan kedua tangan, teriakan ketakutannya meluncur.

"Astagfirullah!" serunya, wajahnya pucat.

Rayyan menoleh ke luar, matanya menangkap langit yang menghitam, angin kencang menggoyang pepohonan di tepi jalan. Gelombang hujan tampaknya akan segera datang.

Dengan gerakan cekatan, lelaki jangkung itu berdiri, memastikan pintu terkunci rapat, lalu menggelar gorden untuk menutup tembok kaca.

"Sebentar lagi hujan. Kita harus cepat pulang," ujar Rayyan, nada suaranya tenang, tapi ada sedikit kecemasan di baliknya.

Zalwa memicingkan mata, sedikit cemberut.

"Itu karena kamu naik mobil. Aku yang naik motor bisa basah kuyup nanti!" jawabnya dengan nada ketus.

Rayyan tertawa kecil,

"Habisin dulu makannya, sayang. Lagipula, cuma hujan air. Kita terjang saja, tidak masalah."

Zalwa menatapnya tajam, tidak senang.

"Kamu enak saja. Kalau aku masuk angin, siapa yang mau tanggung jawab?" sahutnya dengan nada yang sedikit lebih keras.

"Ya sudah, aku antar," Rayyan menawarkan dengan senyum lebar, tangannya terulur.

Zalwa merengut.

"Terus motor aku ditinggal? Kalau dicuri gimana?" tanyanya skeptis.

Rayyan menyeringai.

"Aku bertanggung jawab. Lagian, motor jelek gitu, siapa juga yang mau nyolong?" jawabnya dengan penuh percaya diri.

"Ihh, sombong banget!" Zalwa mencibir, bibirnya mengerucut.

"Biarin," jawab Rayyan dengan santai, mata nakalnya berkilau.

Meskipun hujan semakin deras di luar, suasana di antara mereka tetap hangat, seolah-olah tawa dan canda mereka dapat mengusir kekhawatiran yang datang bersama awan kelabu itu.

...---Ma'had Baitur Ilmi Boarding school--...

Gelombang awan hitam juga menyelimuti langit pondok pesantren termewah dan termegah di Asia Tenggara tersebut. Angin bertiup kencang ke segala arah, dari kejauhan nampak beberapa pemuda lekas memasuki ruangan asrama dengan terburu buru.

Di dalam Ma'had atau ponpes tersebut terdapat rumah megah kediaman pemimpin Ma'had yang sudah sepuh. Beliau dan semua anggota keluarganya yang tidak sedikit itu hidup dilingkungan yang kental beragama, tentu saja karena mereka hidup berdampingan di lingkungan pesantren puluhan tahun yang lalu. Kediaman itu adalah kediaman Baitur Rashad yang berarti Rumah Rashad. Rumah besar nan mewah itu di dirikan bersamaan dengan Ma'had Baitul Ilmi oleh kakek buyut sang pemimpin, lalu diwarisi turun temurun hingga sekarang.

Gema petir makin bersahutan. Suasana semakin gelap dan mencekam. Sementara itu, pria muda berjubah biru gelap sedang berjalan sambil membaca buku di lantai atas  Baitur Rashad, seketika pandangannya teralihkan kala melihat wanita berhijab serba hitam tengah menyadarkan bahunya di pilar balkon iapaun tanpa pikir panjang memghampirinya.

"Ummi?" Farhan, sang putra sulung, berjalan mendekat, melihat ibunya yang tampak tertekan.

"Kenapa ummi ada di sini?"

Halimah menoleh, wajahnya memucat, kecemasan terlihat jelas di matanya.

"Perasaan ummi tiba-tiba tidak enak, anakku. Hati ummi gelisah."

"Ummi memikirkan Rayyan?" Farhan bertanya dengan lembut.

"Ya, Rayyan... Kenapa dia tidak pernah pulang? Apa dia tidak merindukan kita?" suara Halimah bergetar, penuh kerinduan.

Farhan mengelus bahu ibunya dengan lembut.

"Ummi, jangan khawatir. Rayyan sudah dewasa, dan dia pasti akan pulang kalau memang dia ingin kembali."

Halimah menatap Farhan, matanya penuh dengan keraguan.

"Atau dia masih marah karena kejadian itu? karena kita menuduhnya atas kematian Shofia…"

Farhan tersenyum lembut, meski hatinya terasa berat.

"Ummi, kita doakan yang terbaik untuknya. Meskipun kita tidak selalu sejalan, Rayyan tetap adikku, dan aku akan selalu melindunginya."

Halimah mengangguk perlahan, sedikit tersenyum.

"Kau memang anak yang baik, Farhan. Ummi bangga padamu."

"Ya Ummi... Sekarang ayo kita masuk. Hujan deras akan turun sebentar lagi" ucapnya, ia melingkarkan tanganya ke pinggang sang ummi, menuntunnya masuk kedalam.

...--'Gerai Zalwa'--...

Rayyan di sana tengah berdiri, sementara sebelah tangannya menyingkap kain gorden demi menyaksikan suasana yang terjadi di luar dari balik tembok kaca. Lama dia berdiri hingga beberapa kali ia menyugar rambutnya ke belakang, merasakan gejolak aneh yang perlahan lahan mulai timbul.

Dingin dan gelap. Dia merindukan kehangatan yang lebih, kehadiran seseorang yang bisa dia peluk, seseorang yang bisa mengusir kesepian yang merayap.

Ia lalu memutar tubuhnya kebelakang, matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri  menyamping di antara barisan buku buku, rupanya  sejak tadi gadisnya sedang asyik membaca.

Entah bagaimana Rayyan merasa ada sesuatu yang menariknya untuk mendekati sang gadis. Padahal dia tahu dia sudah di peringatkan untuk tidak terlalu dekat dengannya sebab mereka berada di ruangan tertutup dan hanya mereka berdua.

Ketika sebelumnya Zalwa menuruti kemauan Rayyan untuk tidak pulang menggunakan motor, dia juga tidak mau di antar Rayyan menggunakan mobil karena takut kepergok sang ayah. Jadi mau tidak mau Zalwa terpaksa terkurung berdua sampai hujan mereda.

Langkah Rayyan semakin berat. Angin yang berhembus kencang memasuki ruangan itu menerpa tubuh pemuda jakung itu dan mengibarkan khimar Zalwa yang menjuntai, membuatnya tersibak indah.

"Zalwa," suara Rayyan terdengar rendah, menggetarkan.

Zalwa menoleh, melihat Rayyan berdiri begitu dekat. Ketegangan di antara mereka semakin terasa. Hujan di luar semakin deras, petir kembali menggelegar. Zalwa menahan napas, ketakutan kembali merayap.

Tiba-tiba, suara petir yang menggelegar membuat Zalwa terkejut. Bukunya terjatuh, dan tanpa sadar, dia berlari menuju Rayyan, memeluknya erat.

Rayyan kaget, namun refleksnya membalas dengan memeluk Zalwa. Tubuh gadis itu menggigil ketakutan, dan dalam detik itu, dunia terasa hening, hanya ada mereka berdua di dalam ruangan yang hangat.

"Aku takut..." Zalwa berbisik, suaranya bergetar, membuat jantung pemuda itu berdebar hebat.

"Gak apa ap. Aku di sini." bisiknya menenangkan sembari mengusap punggungnya dengan lembut.

Zalwa merasa nyaman dalam pelukan Rayyan, meskipun dia tidak bisa menghilangkan rasa takut yang menguasainya. Namun, pelukan itu menghiburnya, membuatnya merasa aman.

Zalwa terus mengeratkan pelukannya pada tubuh Rayyan, membuat darah lelaki tampan itu berdesir.

"Zalwa...." Suara Rayyan melirih berat, dia menarik wajah Zalwa dari dadanya hingga mata mereka saling bertemu dan bertatapan.

Lagi lagi angin berhembus dan udara dingin menelisik bulu kuduk keduanya. Zalwa menatap Rayyan, dia merasa seolah terhipnotis pada tatapan mata elangnya, terlebih rambut yang menjuntai di dahinya bergerak lembut, menambah pesona dari kegagahannya.

Rayyan telah di kuasai cinta berbalut nafsu melihat wajah kekasihnya sedekat itu. Wajah rembulan dan kecantikan yang disuguhkan di depan matanya benar benar menguji keimanan. Mata hijau Zalwa yang agak sayu membuatnya tak bisa menahan diri.

Akhirnya disadari atau tidak, Rayyan semakin mendekatkan wajahnya pada wajah kekasihnya. Zalwa mematung menatap wajah tampan itu semakin mendekat dan dia justru menutup matanya dengan napas yang memberat, karena sensasi aneh yang menjalar di sekujur badannya.

Rayyan sudah tak sanggup untuk menahan hasratnya, apalagi kini Zalwa seolah memberi sinyal untuk segera memberinya sentuhan. Rayyan pun dengan lebih berani mendekatkan tatapannya, dan tanpa halauan dia mencium lembut bibir ranum gadis itu, dan ia pun tak menolak. Jantung mereka berpacu lebih cepat bersamaan sensasi tak biasa yang menyerang mereka bertubi tubi. Nikmat.

Rayyan semakin panas mencumbu bibir kekasihnya, dia mengeratkan pelukan ke pinggang ramping sang gadis yang kini darahnya sedang mendesir tak karuan.

Seolah pasrah dengan kenikmatan yang menerpa, gadis itu membiarkan sang pemuda melucuti hijabnya sambil terus mencumbunya tanpa henti, suara erangan kecil terdengar dari bibir ranumnya seakan mendamba lebih.

Matanya sayu dan lemah, dia benar benar bersedia memasrahkan tubuhnya di jamah oleh Rayyan yang belum sah menyentuh kehormatannya. Tetapi apa boleh dikata, jika setan sudah berhasil menggoda dan kenikmatan bercinta sudah membelenggu, tak perduli benar atau salah, pikiran hanya akan fokus pada satu tujuan, yaitu pelepasan.

Terpopuler

Comments

💞 RAP💞

💞 RAP💞

kayak e rumit ya kisah perihal rayyan

2023-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!