part 2

"Bunda, jam berapa mereka datang?" tanya Naya.

"Selesai solat magrib," jawab Liana. "Kenapa?"

"Gak apa-apa." Naya tersenyum kearah Bundanya. "Apa masih banyak, Bunda?"

"Tinggal sedikit Sayang."

Saat ini, Ibu dan Anak itu sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan tamu spesial mereka nanti malam.

Ia, nanti malam, keluarga Kiyai Ibrahim akan datang untuk melanjutkan perjodohan ini.

Liana melirik jam dinding yang tergantung indah di salah satu dinding dapurnya, jam sudah menunjukkan pukul 17:30, dan 30 menit lagi akan masuk waktu sholat magrib.

"Sudah jam setengah enam. Naya kamu mandi terus siap-siap untuk solat magrib. Biar umi, yang lanjutin sisanya, Sayang."

"Tapi, Umi ini tingg-"

"Udah sana!"

"Hmm, baiklah, Naya ke kamar dulu," pamit Naya, lalu mencium pipi Bundanya sebelum meninggalkan dapur.

****

"Arkan mana?" tanya Kiyai Ibrahim saat tidak mendapatkan Arkan berada di ruang keluarga.

"Masih siap-siap, Mas," jawab Hafizah.

"Suruh Dia cepat dikit, kita udah te-"

"Arkan udah siap, kita boleh berangkat sekarang." Arkan berjalan kearah Abi dan Uminya.

"Ayo, Keenan." Hafizah menarik tangan Keenan untuk ikut berdiri.

Keenan berdiri dengan malas. "Keenan bawah mobil sendiri."

"Kamu gak boleh bawah mobil sendiri," ujar Hafizah.

"Keenan mau bawah mob-"

Arkan yang mengerti dengan keadaan, langsung memotong perkataan Keenan. "Biar Arkan aja yang bawah mobil sendiri."

"Emang, Kamu tau alamat rumah Faizal?" tanya Kiyai Ibrahim.

Arkan menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. "Hehehe ..., gak tau."

"Umi akan kirim alamatnya lewat chat." Hafizah mengirimkan alamat Faizal ke Arkan.

"Makasih, Umi." Arkan tersenyum saat melihat pesan yang baru saja di kirim Uminya.

Kiyai Ibrahim berdiri dari tempat duduknya. "Ayo!"

Merekapun berjalan ke arah mobil masing-masing.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Kiyai Ibrahim memanggil salah satu Ustadz yang mengajar di pesantren miliknya.

Setelah menyampaikan pesannya, untuk menjaga pesantren dan anak santri saat dirinya keluar, Kiyai Ibrahim pun masuk kedalam mobil.

"Bismillahirrahmanirrahim." Kiyai menjalankan mobilnya, di ikuti mobil Arkan yang ada di belakang.

"Mas, apa Faizal udah tau, kalo kita datang malam ini?" tanya Hafizah.

"Sudah," jawab Kiyai Ibrahim tanpa mengalihkan tatapannya dari jalan. "Aku sudah menelpon kemarin malam, dan dia setuju."

"Dia tau, kalo Keenan menolak perjodohan ini?" tanya Hafizah dengan hati-hati, takut Keenan marah lagi.

Kiyai Ibrahim melirik Keenan melalui kaca spion tengah mobil. Putranya terlihat santai memainkan ponselnya.

"Faizal udah tau kok, kalo Arkan yang akan dijodohkan."

"Faizal menerimanya?" tanya Hafizah.

Kiyai Ibrahim terkekeh. "Kalo Faizal tidak mau, kenapa kita harus kerumahnya sekarang?"

Hafizah tertawa kecil saat menyadari pertanyaannya. "Aku suka Naya, gadis itu sangat cantik dan baik."

"Dia juga lucu, semoga Dia dan Arkan cocok."

"Aamiin."

Setelah melakukan perjalanan terbilang cukup jauh, akhirnya mereka sudah sampai di depan rumah Faizal.

Senyuman di bibir Kiyai Ibrahim tak pernah luntur saat melihat sahabatnya berdiri di depan rumah untuk menyambut kedatangannya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Kiyai Ibrahim saat sudah berdiri didepan Faizal.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Faizal langsung memeluk sahabatnya itu. "Bagaimana kabarmu dan keluargamu, Ibra?"

"Alhamdulillah, baik, Zal."

"Ayo, kita ngobrol didalam aja," ajak Liana.

"Oh iya, ayo masuk Ib." Dengan semangat Faizal menarik tangan sahabatnya untuk masuk kedalam.

Sedangkan Naya, menatap dari kamarnya lewat jendela. Bibirnya semakin tersenyum lebar saat melihat siapa yang datang. "Mereka sudah datang."

Naya tidak dapat berbohong, kalau saat ini dirinya sangat bahagia, jantung berdetak dengan kencang saat ini.

"Tarik nafas, buang." Naya duduk di tepi ranjangnya. "Tenang Naya, ini baru lamaran, bukan pernikahan."

Tok, tok, tok.

"Astaghfirullah hal'adzim." Naya mengelus dadanya saat terkejut mendengar ketukan pintu dari luar.

Krek ....

Pintu terbuka dari luar, lalu Liana masuk dengan wajah tersenyum. "Ayo, turun."

"Bunda." Naya menahan tangan Bundanya.

Liana menatap putrinya. "Kenapa?"

"Malu," cicit Naya dengan wajah yang memerah.

"Gak usah malu, Sayang." Liana manarik tangan putrinya agar berdiri dari duduknya. "Ayo! jangan buat mereka menunggu terlalu lama."

"Bismillahirrahmanirrahim." Naya berdiri dari duduknya, dan mengikuti langkah Bundanya.

Mereka menuruni anak tangga satu persatu. Jantung Naya semakin berdetak kencang, saat melihat orang-orang sedang duduk diruang tamu memandang kearahnya, kecuali Keenan yang terlihat cuek dan lebih memperhatikan ponselnya.

Mata Naya terpaku pada sosok itu, sosok yang begitu dia kagumi dengan diam. "Gus Keenan." batinnya.

Tanpa Naya sadari, Dia sudah duduk di tengah Ayah dan Bundanya.

"Maa syaa Allah, cantiknya," puji Hafizah saat melihat Naya duduk di depannya.

Naya hanya tersenyum mendengar pujian Umi Hafizah. Dia tidak tau mau ngomong apa untuk membalas pujian itu, saat ini entah kenapa dia tidak tidak memiliki kata-kata untuk di ucapkan.

"Apa Arkan masih lama?" tanya Faizal.

Naya melirik Ayahnya dari samping, kepalanya di penuhi pertanyaan tentang siapa itu Arkan, dan kenapa Ayahnya menanyakan keberadaannya.

"Bentar lagi, pasti dia nyam-" perkataan Kiyai Ibrahim terhenti saat seseorang mengucapkan salam dari luar.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Terlihat seorang laki-laki berjalan masuk ke dalam rumah, rambutnya sedikit berantakan, dan lengan kemenja hitamnya tergulung sampai ke siku.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka secara bersamaan, kecuali Keenan dan Kanaya.

"Apa acaranya udah dimulai?" tanya Arkan, sebelum duduk di samping Abi nya.

Keenan memutar bola matanya dengan malas. "Bagaimana bisa di mulai, yang punya acara aja telat."

Jantung Naya semakin tidak normal, saat mendengar perkataan Keenan barusan. Entah kenapa malam ini otaknya sangat sulit untuk bekerja.

"Maaf, Kita bisa mulai sekarang?" tanya Arkan.

"Alhamdulillah, Bisa." jawab Faizal dengan tersenyum bahagia.

Arkan menarik nafasnya sebelum memulai ucapannya. "Bismillahirrahmanirrahim, Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan. Izinkan aku menjadikan Kamu pasangan dalam hidupku untuk meraih cinta dari sebenar-benarnya cinta, Humaira adinda kanaya, maukah kau melengkapi separuh dari imanku, menjadi pasanganku dan ibu dari anak-anak kita?"

DEG

Naya gelisah di tempat duduknya, tangannya berkeringat karena gugup sekaligus kecewa dan sedih. Dirinya ingin menolak, tapi Ayahnya.

"Sejujurnya, Saya sudah menerima lamaran ini, sebelum kalian datang. Tapi, tetap aja keputusan ada di tangan Naya." Faizal mengelus kepala sang putri dengan penuh kasih sayang.

"Bagaimana, Nak Naya? apa kamu bersedia untuk menjadi istri putra kami, Arkan keyvan utsman?" Suara Hafizah sangat lembut ditelinga Naya. Dan ini benar-benar kesulitan yang Naya alami.

Dengan mata yang berkaca-kaca dan bibir yang gemetar menahan tangisan, serta tenggorokannya terasa dicekik tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.

Naya melirik kearah Ayah yang sedang menatap dirinya dengan senyuman yang sangat tulus dan tatapan mata yang memancarkan penuh pengharapan.

Dengan cepat Naya mengalihkan tatapannya dari mata sang Ayah, Dia tidak sanggup menatap mata itu, Dia tidak sanggup melihat senyuman itu. Ingin rasanya Naya menghilang ke dasar laut.

Terpopuler

Comments

Muawanah

Muawanah

aku mampir nieh kak 😊

2022-12-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!