Saat fajar Jam 3 pagi Arya melancarkan aksinya kembali, Kemala hanya pasrah mengikuti permainan Arya yang semakin liar. Setelah selesai Arya membersihkan tubuhnya lebih dulu dan membiarkan Kemala tak berdaya di atas tempat tidur. Setelah selesai Arya mengenakan baju dan melihat Kemala masih di Posisi yang sama.
Arya mengeluarkan lima gepok uang dan ia letakkan di tempat tidur di samping Kemala. Sekilas Arya melihat noda darah di seprai tempat tidur pun tersenyum tipis. Rupanya benar Kemala masih gadis.
“Itu tambahan bayaranmu, Jika suatu saat nanti aku membutuhkanmu lagi, Aku akan menghubungi Haris! dan kau tinggal datang kemari di kamar ini.”
Kemala hanya diam lalu ia bangkit dan tidak berani menatap Arya, padahal Arya sudah tidak menggunakan topeng. Andai saja ia melihat wajah Arya. Pasti ia akan tahu siapa yang sudah membayarnya mahal. ia lakukan semua demi Ibu.
Arya Kemudian pergi begitu saja meninggalkan Kemala. Arya pulang ke rumah di jam 4 pagi. Kemala menangis sejadi-jadinya. menyesali perbuatannya yang sudah menjual dirinya demi sang Ibu. Ia tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan uang sebanyak itu.
Kemala kemudian turun dari tempat tidur dan terseok-seok berjalan ke kamar mandi. ia berendam di bathtub untuk meredakan rasa nyerinya di bagian intinya. Setelah merasa lebih baik, ia mandi dan membersihkan dirinya. setelah itu ia berdiri di depan cermin dan melihat dadanya yang penuh tanda merah. Beruntung lawanya tidak membuat tanda merah itu di leher.
Kemala melihat pergelangan tangannya bekas luka siksaan Ayahnya. Ia menangis mengingat perlakuan sang Ayah pada dirinya dan sang Ibu.
Kemala keluar dari kamar mandi dan membereskan barang-barangnya serta uang yang diberikan oleh Arya. Jam 5 pagi Kemala keluar dari hotel dan langsung menuju rumah sakit. Ia pun langsung membayar lunas biaya rumah sakit sampai orang tuanya dinyatakan pulih.
Setelah dari bagian administrasi, Kemala menemui sang Ibu dan kerabatnya yang menjaga Ibunya.
“Ibu. Cepet sembuh ya. Biaya rumah sakit sudah Mala lunasi, Mala pinjam di kantor, Bu. Sekarang Mala mau berangkat kerja dulu ya.” Mala mencium kening ibunya yang masih koma.
“Bu lek, titip Ibu ya. Oh iya ini untuk Bu lek. terima kasih sudah membantu Mala menjaga Ibu.”
“Tidak usah, Mala. Simpan saja uangnya.”
“Tidak apa, Bu lek. Tolong di terima biar sama-sama enak.”
“Ya sudah, Bu lek terima ya. Kamu juga jaga kesehatan, Jangan sering menangis.”
Kemala tersenyum lalu melihat sang Ibu. Kemala berharap Ibunya segera pulih seperti sedia kali.
“Ya sudah, Bu lek Mala berangkat kerja.”
“Iya hati-hati.”
Mala berangkat kerja dengan menaiki angkot, ia duduk di samping sopir dan air matanya terus menetes. Sedangkan Arya di rumah melanjutkan tidurnya tidak peduli teriakan sang Mama yang membangunkan dirinya. Sebab Utari tidak tahu jika Arya sampai rumah jam 5.
Semenjak Laura meninggal, Utari lebih sering di rumah Arya, dan membiarkan Abi terkadang di rumah sendiri. Jika Abi tidak mendapati Utari di rumah, Abi memilih untuk pulang ke rumah istri mudanya. Abi tidak hanya mencari kenyamanan di rumah Kalina melainkan membahas pekerjaan dan hal lain. Bagi Abi Kalina mengerti dirinya dan enak jika berdiskusi.
Abi akan kembali atau menyusul ke rumah Arya setelah sarapan pagi dari rumah Kalina. Sepertinya saat ini. Abi melihat sang istri, Utari sedang menggedor pintu kamar Arya sambil mengoceh.
“Arya! Bangun. Kamu tidak ke kantor. Ini sudah mau jam 7 pagi.”
Abi menghela nafas panjang melihat istrinya. Ia duduk menghampiri kedua cucunya yang sedang sarapan.
“Astaga, Mama! Aku itu bukan anak kecil lagi. Aku baru pulang jam 5 pagi.” terdengar suara Arya. Utari terdiam saat tahu sang anak baru pulang.
“Ma. Sudahlah. Arya itu sudah 40 tahun. Biarkan Mengurus dirinya sendiri,” sambung Abi yang hendak ke ruang makan.
“Kalau tidak Mama yang mengurus siapa lagi, Pa. Dia di suruh menikah lagi tidak mau.”
“Tidak ada yang mau menjadi menantu Mama kalau Mama selalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Papa bersyukur Tasya di bawa suaminya.”
“Buktinya Wilona baik-baik saja, Aku itu tidak bermaksud mencampuri, Pa. Tapi hanya ingin anak kita mendapatkan terbaik,” balas Utari yang semakin menjadi dan tidak menyadari kesalahannya selama ini.
“Terbaik bagi Mama, belum tentu baik anak kita.”
Utari duduk di samping Abi dan wajahnya sedikit cemberut.“ Buktinya Wilona nurut-nurut saja sama Mama. Bahkan satu rumah dengan kita.”
“Terserah, Mama! Bibi minta kopi!” seru Abi meminta kopi di akhir kalimatnya.
“Baik tuan!” jawab Bibi sopan.
Utari melirik suaminya dan masih bermuka masam.“kenapa minta sama bibi, kenapa gak minta kopi sama Mama!”
“Minta sama Mama, wajah Mama masam seperti ini. Kopiku bukan pahit manis tapi asem!” Jawab Abi lalu mencium pipi Utari membuat Utari sedikit tersenyum.
“Papa bisa saja. Pa...!”
“Hm ... apa?”
Utari mengalungkan tangannya di leher Abi. “Papa kok sekarang gak pernah minta sama Mama.”
“Katanya sakit, sebulan lalu Papa minta, katanya sakit. Kering.”
“Nanti malam coba lagi, pa. Mama punya resepnya dari dokter,” bisik Utari.
Abi menghela nafas panjang dan mengangguk. Ia sebenarnya juga merindukan Utari yang dulu, yang hangat dan penuh kasih sayang. Bagaimana pun Utari adalah istri yang mengurus anak-anaknya dengan baik. Tetapi entah mengapa semakin bertambah usia Utari semakin protektif terhadap anak-anaknya, menganggap anaknya masih kecil dan jarang memperhatikan sang suami.
Tak lama Arya keluar dari kamarnya dan menuju ruang makan. Ia melihat sang Mama dan Papa sedang bermesraan. Arya hanya bisa menghela nafas panjang lalu menghampiri keduanya.
“Pagi Ma, Pa!” sapa Arya lalu mencium pipi sang Mama lalu duduk di kursi.
“Katanya mau tidur!”
“Sudah tidak bisa tidur lagi. Mau ke kantor saja. Masih banyak pekerjaan yang belum selesai.”
“Kamu semalaman tidak pulang tidur di mana?”
“Cari kesenangan.”
“Wanita mana yang kamu ajak tiduri?”
“Sudahlah, Ma! Tidak usah berdebat. Aku punya kebutuhan yang tidak bisa Mama penuhi. Lebih baik Mama urus Papa saja. Kalau Mama membicarakan pernikahan, Nanti saja, Jika sudah ada yang cocok di hati dan untuk cucu Mama.” Arya bangkit dari duduknya lalu membuat kopi sendiri.
“Papa!” panggil kedua anak Arya.
“Ya sayang! Papa sedang membuat kopi!”
“Papa. Kami berangkat sekolah ya!” Kedua anaknya itu pun mengulurkan tangannya untuk Salim.
Arya mensejajarkan tinggi dengan kedua anaknya lalu menerima uluran tangan sang anak lalu memeluk keduanya.
“Kalian jangan nakal di sekolah ya. Harus nurut sama apa kata Bu guru!”
“Iya, Pa. Oh Iya, Pa. Ada Ibu guru baru. Namanya Ibu Audy. Orangnya cantik, baik, Pa!”
Arya tersenyum lalu menganggusap lembut pipi kedua anaknya.” Iya sayang. berangkat lah. Zidan kamu jaga adik Zea ya!”
“Iya, Pa.” Arya kemudian mencium pipi Zea dan m ngusap lembut kepala Zidan, kemudian mereka berangkat sekolah setelah bersalaman dengan Oma dan opanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
wahhhh anaknya Arya mau ngenalin guru cantik ke bapaknya
2022-11-17
1
yuni kazandozi
abi pinter bagi waktu ke istri istrinya,,ya bagaimana abi ga nyari yang lebih muda yang masih basah,sedangkan punya Utari sudah kering 😀😀,,eeeedaaah kirain wanita yg disuguhkan ke arya cuma kemala,ini datang lagi audy,pusing kamu arya nanti,arya sukanya kemala,anak anak suka nya bu Guru audy
2022-11-03
1
⏤͟͟͞R◇Adist
nah sebabnya knpa utari skenrg jadi nyebelin wkkw gituu?????
kirain Arya jodohnya bkalan ma bu audy wkwkwk
2022-11-01
3