Karena Tak Ingin Kehilangan

Karena Tak Ingin Kehilangan

2 - Mencari

“Naira?!” Anaya memanggil anaknya penuh rasa khawatir.

“Mama!” Naira mendongak dan langsung menghampiri mamanya.

Lelaki tinggi dan tegap itu berdiri dan tersenyum padanya. Anaya memeluk Naira erat. Baru saja Anaya akan membuka mulutnya untuk bertanya, sebuah pekikan terdengar dari pintu pembatas ruang tamu dan ruang tengah.

“Anaya! Waduh, baru pulang jam segini!” seru seorang pemuda berambut gondrong yang tiba-tiba muncul sambil membawa dua mug kopi.

Dia adalah Randi, kakak sepupu Anaya dan juga klien tetap perusahaan event organizernya.

“Hai! Kok, kamu ngga bilang-bilang mau datang?” tanya Anaya heran.

“Loh! Minggu lalu kamu kan nyuruh aku kesini bawa arsitek dan kontraktor yang mau renovasi rumah ini?”

Anaya ingat hal tersebut. Ia memang tertarik dengan hasil karya kontraktor yang telah membangun rumah Randi, dan berencana memakai jasanya untuk merenovasi rumahnya. Tetapi, ia tidak mengira Randi datang dengan mendadak bersamanya, tanpa memberitahu terlebih dulu. Ingin ia mendebat, namun  kadang percuma mempertahankan pendapat pada Randi yang memang suka seenaknya sendiri.

“Eh! Kenalin Zar, ini Anaya, yang punya rumah ini!” seru Randi pada temannya sambil meletakkan kopinya di meja. Entah kemana Mba Kemi, sampai Randi membawa sendiri minumannya.

“Selamat malam, saya Izzar!” Lelaki asing yang sedari tadi berdiri, mengulurkan tangannya kepada Anaya. Senyumnya sangat santun terkembang di wajahnya yang tampan. Keramahan begitu jelas tersirat di matanya.

“Anaya!” Anaya membalas salam Izzar singkat dan datar, kemudian mempersilahkannya duduk kembali.

“Mama, boleh aku mewarnai lagi sama Om Izzar?” tanya Naira menyela.

Anaya terkejut. Dalam hati ia bertanya, sudah berapa lama sebenarnya Randi dan Izzar ini di rumahnya, kok bisa-bisanya Naira tampak telah akrab dengan lelaki yang baru dikenalnya,

“Sama Om Randi saja ya belajarnya. Mama mau ngobrol sama  Om Izzar.”  Randi, mengambil alih perhatian Naira.

Dengan sikap yang formal, Anaya berbincang dengan Izzar. Ia menyampaikan secara garis besar keinginannya merenovasi rumah peninggalan orang tuanya. Kemudian, ia menunjukkan bagian-bagian dan sudut-sudut bangunan yang ingin diperbaiki dan dirombaknya.

“Rumah ini bisa direnovasi seperti kemauan Anaya, Zar?” tanya Randi pada Izzar setelah mereka kembali duduk di ruang tamu.

“Bisa. Tapi karena ini sudah malam, aku belum bisa cek kondisi struktur bangunannya lebih detail. Kalau Anaya berkenan, besok siang aku kesini lagi mengecek dan mengukur semuanya, baru aku bisa membuat gambar dan estimasi biayanya,” tutur Izzar menjawab pertanyaan Randi.

“Gimana, Nay?” Randi menoleh pada Anaya.

“Oke.” Anaya menjawab singkat.

Sandra muncul saat Randi dan Izzar berpamitan. Sepeninggal kedua lelaki tersebut, Sandra menarik lengan Anaya dan mengajaknya duduk di kursi teras.

“Siapa dia, Nay? Ganteng, loh!” goda Sandra.

“Arsitek yang mau renovasi rumah ini. Temannya Randi,” jawab Anaya tidak antusias. “Di telefon, kamu bilang ada informasi penting. Apa, sih?”

“Aku habis ketemuan dengan Alex, dia tim pengacara ayahnya Ridwan. Aku penasaran dengan rencana Ridwan soal Naira. Makanya kuajak dia makan siang dan ngobrol untuk mengorek informasi. Untung saja dia pernah naksir aku,” jawab Sandra seraya tertawa.

Anaya tak mengira Sandra akan melakukan hal tersebut. Tapi, ia tidak keberatan, malah senang dan jadi penasaran.

“Jadi, alasan utama mengapa Ridwan ingin meminta hak asuh penuh atas Naira adalah karena ayahnya dalam waktu dekat ini akan memberikan harta hibah warisan dengan nilai yang sangat besar kepada Naira. Berhubung Naira masih di bawah umur, maka harta tersebut akan diserahkan pengelolaannya kepada kamu sebagai walinya. Makanya, Ridwan mendadak ngotot menuntut perwalian penuh atas Naira, Nay!” Sandra bertutur.

Geram Anaya mendengarnya. Jadi, alasan mengapa Ridwan sangat berhasrat menguasai Naira ternyata hanya demi mendapatkan hak mengelola hartanya. Jika demikian, maka ia memang harus segera menikah. Tapi, dengan siapa?

“Izzar tadi itu, boleh juga Nay!” Sandra memberikan saran sambil mengedipkan matanya.

Anaya merenung. Ia bisa melihat mudahnya Naira dekat dengan Izzar tadi. Katanya, hati anak kecil yang masih polos bisa membedakan orang yang baik dan tidak. Anaya juga bisa merasakan ketenangan di diri lelaki itu.

Melalui Randi, Anaya menggali informasi tentang Izzar Adhitama. Arsitek itu kini berstatus single. Tunangannya meninggalkannya dua tahun yang lalu, berbarengan dengan bangkrutnya perusahaan miliknya karena tertipu sejumlah proyek fiktif dan terbawa dalam kasus korupsi pihak lainnya, hingga harus berurusan dengan proses hukum pengadilan.

Izzar habis-habisan menjual semua aset untuk menutupi hutang-hutangnya. Ia hanya tinggal memiliki sebuah rumah sederhana dan satu mobil tua.

Berdasarkan informasi tersebut, Anaya tahu, lelaki itu sedang sangat membutuhkan uang untuk segera melunasi sisa hutangnya, dan ia bisa memanfaat kondisi itu untuk memaksa Izzar mau menikahinya.

Saat tiga hari kemudian Izzar datang ke kantor Anaya, mengajukan proposal estimasi biaya renovasi rumahnya, Anaya membacanya sekilas-sekilas.

“Bagaimana?” tanya Izzar.  Ia sungguh berharap Anaya mau menerima proposalnya. Bila, Anaya setuju, pekerjaan ini akan menjadi proyek pertama yang diperolehnya lagi setelah keterpurukannya.

Anaya memandang wajah tampan Izzar. Ia menarik nafas sebelum menjawab.

“Pada intinya, aku setuju dengan proposal ini. Malah aku akan memberikan tambahan lima kali lipat dari nilai biaya yang kamu ajukan, tetapi, dengan satu syarat …" Anaya tidak melanjutkan ucapannya.

“Apa syaratnya?” tanya Izzar.

“Kamu harus menikah denganku.” Anaya mengucapkan kalimat tersebut dengan nada sedatar mungkin.

Namun, tak urung Izzar terkejut. Lelaki itu terpana menatap Anaya dengan mata nyaris tak berkedip.

Anaya tidak peduli dengan keterkejutan Izzar. Ia kemudian menjelaskan alasan mengapa ia meminta Izzar menikahinya.

Mulut Izzar terbuka, tetapi tak ada sepatah kata pun yang keluar. Ditatapnya wajah Anaya sekali lagi cukup lama. Ia heran sendiri melihat sosok perempuan secantik Anaya sebegini putus asanya mencari suami. Namun, ia segera menyadari, ada sesuatu di sikap Anaya yang memang membuat perempuan ini seperti menara gading yang susah didekati.

“Ini serius?” Izzar bertanya karena masih tak percaya.

“Serius!” jawab Anaya.

“Kalau aku menolak?” pancing Izzar.

“Proyek renovasi batal, dan aku akan meminta Randi untuk tidak membantumu lagi mencarikan proyek pekerjaan lainnya.” Anaya mengancam.

Izzar terhenyak. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi. Randi adalah satu-sataunya teman yang masih percaya dan baik kepadanya. Izzar jadi kehilangan semua kosa kata di otaknya untuk menanggapi situasi yang seakan ditujukan untuk menjeratnya.

Akhirnya, Izzar mencari aman dengan meminta waktu untuk memikirkannya. Meskipun ia memang membutuhkan uang, dan keuntungan dari pembiayaan renovasi rumah serta imbalan yang ditawarkan Anaya cukup untuk melunasi semua sisa hutangnya, ia tidak mau gegabah.

Setelah meninggalkan kantor Anaya, Izzar memilih duduk menyendiri di sebuah coffee shop. Ia termenung memikirkan tawaran Anaya. Sebagian hatinya mendorongnya untuk menerima saja, sebab kompensasi yang akan diberikan bisa langsung melepaskannya dari himpitan hutangnya. Namun, separuh hati yang lain mengelak karena ia tidak punya ketertarikan pada Anaya. Pertemuannya dengan Anaya yang sudah berlangsung tiga kali, hanya melahirkan kesan bahwa wanita itu angkuh, dan seakan memandang rendah dirinya.

Sedang  ia memikirkan itu semua, telefon genggamnya berbunyi dan layarnya memampangkan nama mamanya. Izzar segera menjawabnya.

“Kamu di mana, Zar?”

“Sedang di jalan, habis ada meeting tadi. Kenapa, Ma?”

“Tadi ada temanmu datang kesini. Katanya janjian sama kamu di rumah mama. Mama bilang, kamu ngga ninggalin pesan kalau mau ada teman yang datang. Terus, dia pergi dan pesan begini : Bilang saja ke Izzar, tadi Adrian kesini.”

Deg! Dada Izzar tersentak. Adrian adalah investor licik yang menyeretnya ke dalam permainan bisnis kotor yang membuat Izzar bangkrut dan memiliki banyak hutang. Kenapa pria itu datang ke rumah ibunya?

“Kamu kenal dengan Adrian itu, Zar?” tanya mamanya.

“Iya aku kenal, Ma. Maaf, aku lupa kasi tahu. kalau aku rencannya memang mau ke rumah mama hari ini dan janjian sama dia… Tapi, karena ada meeting dadakan, aku belum sempat info ke dia kalau aku terlambat. Sudah Mama tenang saja. Biar aku telefon dia dulu, ya!” Izzar menenangkan mamanya.

Izzar menutup telefonnya. Ia geram karena Adrian, yang dulu adalah rekan bisnisnya, berani datang ke rumah orang tuanya. Ia tahu, itu adalah strategi Adrian untuk menekannya segera melunasi hutangnya yang tenggat waktunya tinggal sebulan lagi.

Baru saja Izzar mencari nama Adrian di kontak ponselnya, pria culas itu menelefonnya.

“Halo, Izzar!”

“Hei! Untuk apa kamu datang ke rumah mamaku? Kan sudah kubilang, jangan libatkan keluargaku ke dalam persoalan kita?” Izzar langsung menanyainya tanpa basa-basi.

“Untuk mengingatkan bahwa kamu punya kewajiban yang belum kamu tuntaskan kepadaku.”

“Aku ingat kewajibanku!” sahut Izzar gusar.

“Baguslah! Karena kalau tidak, aku akan kembali ke rumah ibumu. Jangan sampai aku berbuat yang tidak kamu inginkan di sana!”

Nada suara Adrian begitu dingin dan tersirat sadis, hingga membuat Izzar bergidik.

***

Terpopuler

Comments

lilis herawati

lilis herawati

Jangan Izzar aku pun terkejut...

2023-04-04

0

lilis herawati

lilis herawati

Waah Naya pun ikut2an Ridwan kalau begini. Ngeri ah...

2023-04-04

0

lilis herawati

lilis herawati

Semoga Naya bijaksana dalam menetapkan pilihan apalagi urusan jodoh.

2023-04-04

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!