Part 3 : ENOAC

"Nona buka pintunya! Anda tidak apa apa kan? Ini Bibi, Non!"

Tok tok tok (Pintu kamar Fuji diketuk dari luar. Suara ketukan dan teriakan itu berasal dari wanita paruh baya yang merupakan pelayan di kediaman milik Eiji Orochi)

Fuji mendengar teriakan pelayannya segera menurunkan tangan yang telah menghapus air matanya. Ia menetralkan kembali perasaannya setelah mimpi buruk yang ia alami. Kemudian beranjak dari kasur ke arah pintu. Ia membuka pintu kamarnya hingga nampak wajah pelayan yang terlihat membawa nampan berisi sarapan dengan wajah khawatir.

"Aku tidak apa apa, Bi Kira. Terimakasih," ucap Fuji dengan tersenyum tipis. Lalu ia mengambil nampan yang diberikan oleh pelayannya sebelum menutup kembali pintu kamarnya.

"Tuan meminta saya untuk memberitahu Nona kalau jam 12 siang nanti akan ada MUA yang mendandani Nona," ucap pelayan yang di panggil Bibi Kira itu dengan sedikit berteriak agar dapat terdengar oleh nonanya. Untungnya kamar Fuji tidak kedap suara, sehingga memudahkannya untuk berteriak.

Sudah menjadi kebiasaan selama seminggu ini, sang Nona Muda hanya membuka pintu sebentar untuk mengambil sarapan saat pagi. Lalu membuka pintu saat waktu makan siang dan menghabiskan waktu hariannya di dalam mansion itu tanpa boleh menginjakkan kaki keluar rumah. Tentu saja Tuan Besar Eiji melarang keras hal itu, karena untuk meminimalisir kemungkinan sang Nona Muda untuk kabur lagi.

Jadi selama seminggu menetap di sana, Fuji bagaikan tawanan. Bangun, makan, tidur dan dijaga ketat oleh para pengawal.

***

Di salah satu kamar hotel bintang lima yang ada di salah satu hotel di Hiroshima Jepang, pagi ini sudah heboh dengan teriakan bahagia.

"Kau ini lambat sekali," ejek Steven di depan pintu kamar dengan tangan menarik satu koper.

"Aku sudah siap dari semalam. Tapi kesiangan karena semalam menggempur istriku yang lagi hamil muda. Lihatlah ini, kita hanya menunggu istriku bersiap. Bagaimana dengan Tuan Muda? Apakah mereka sudah bersiap?" jawab Rojer yang baru saja selesai memakai sepatunya dan berdiri di samping Steven.

"Ck, tidak tau malu! Dasar tidak berprikejombloan!" ucap Steven berdecak kesal.

"Itu nasibmu. Makanya, cepatlah mencari pendamping. Biar mulutmu itu tidak banyak bicara karena ada yang menyumpal dengan bibir, hahaha..." balas Rojer tertawa mengejek.

"Ehh, kau tidakk tau saja. Sebentar lagi statusku itu akan berubah," ucap Steven dengan bangga.

"Benarkah? Siapa wanita yang mau menikah dengan dokter gila sepertimu! Aku meragukan seleranya," tutur Rojer menampilkan senyum mengejek setelah menghentikan tawanya.

"Kau! Dasar teman lucnuck! Untung aku sahabat yang sabar dan paling imut diantara kita berempat! Kalau tidak, mungkin aku sudah mengatakan pada istrimu itu. Kalau kau sebenarnya—" ucapannya terpotong karena bekapan tangan Rojer di mulutnya.

"Awas saja kalau kau mengatakannya! Aku tidak akan segan-segan membuatmu jomblo seumur hidurmu," ancam Rojer menatap tajam Staven setelah melepas bekapannya.

"Aku cuma heran saja, ternyata kau berhasil membuat istrimu itu hamil. Hihihi..." balas Steven cekikikan.

"Kurang ajar kau Staven!" pekik Rojer emosi mendengar ejekan sahabatnya itu dan siap untuk menghajarnya. Tapi Steven lebih dulu mengelak.

"Oh... woles brother. Tenang, aku tidak akan membocorkan rahasiamu itu. Cuman aku sedikit geli saja setiap kali melihat wajahmu yang manis di depan istrimu itu. Hihihi... " sahut Steven berlari ke arah sofa meninggalkan kopernya di sana.

"Dan oh iya, nanti kau akan melihat calonku. Hehehe... Yeyyy! Otw gak jomblo!" tambah Staven seraya mendudukkan tubuhnya di sofa itu.

Setelah itu mereka berbincang dan tak lama terdengar suara teriakan seorang wanita dari dalam kamar. "Aku sudah siap, Sayang. Ayo kita berangkat!"

"Iya, Sayang!" jawab Rojer dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya kala menatap wanita cantik yang keluar dari kamar. Itu Chinzui Haruka Hitomaci atau kerap di sapa Chizu, istri dari Rojer. Rojer adalah pria berusia tiga puluh tahun yang selalu tampak datar dan dingin ternyata berbanding terbalik jika berada di samping istri tercintanya yang berkebangsaan Jepang itu.

Mereka semua akhirnya keluar dari kamar dan menuju mobil yang telah siap berangkat menuju bandara untuk menaiki pesawat pribadi menuju kota Nagasaki.

Terlihat dari kejauhan, Eiden baru saja mempersilahkan Alan untuk masuk ke dalam mobil disusul olehnya yang mengambil alih kemudi.

Rombongan mobil yang membawa mereka menuju bandara ada sekitar dua pulu mobil. Ada lima puluh pengawal yang selalu siap menemani perjalanan panjang mereka. Rojer sendiri satu mobil dengan keluarganya, sebab ia membawa istri dan adik iparnya—Naomi Haruka Hitomaci. Lalu ada juga Staven yang satu mobil dengan seorang wanita cantik yang memakai jas putih. Ia adalah Maudy Sinthia Putri yang akan menjadi partner Staven kali ini untuk berlayar.

Entah bagaimana caranya seorang dokter yang terkenal jomblo berusia dua puluh sembilan tahun itu, bisa mendapatkan partner berlayar dalam semalam. Maudy yang seorang dokter ahli bedah berusia dua puluh delapan tahun itu berperawakan asli Indonesia. Kemungkinan besar, Maudy adalah wanita yang sedang diperjuangkan Staven untuk mengalihkan statusnya yang jomblo itu.

Berbeda dengan mereka yang tampak bahagia, Alan sendiri terlihat kesal.

"Mereka membawa wanita?" tanya Alan dengan nada kesal pada Eiden.

"Iya Tuan. Rojer membawa istri dan adik iparnya serta Staven yang membawa partner dokternya," jawab Eiden sambil melirik ke kaca spion.

"Kau tidak berniat membawa wanita juga seperti mereka, Eiden?" tanyanya lagi.

"Saya tidak pernah berfikir ke sana, Tuan." Eiden tersenyum hambar menanggapi pertanyaan Alan.

"Ck, sebaiknya lakukan tugasmu dan jangan lengah, Eiden. Dan oh iya, hilangkan formalitasmu itu saat bicara berdua denganku," tutur Alan terlihat jengah melihat kekakuan Eiden. Padahal ia juga sama kakunya seperti asistennya itu. Apalagi jika berkaitan dengan wanita.

"Hm, tenanglah Al. Aku akan menjauhkan wanita itu darimu," ucap Eiden yang menyadari keresahan dan kekesalan Alan mengenai wanita.

"Baiklah, aku percaya padamu. Aku harap, perjalanan kita nantinya lancar. Tanpa drama dari wanita-wanita itu di sana. Ck, aku sungguh muak melihat mereka," balas Alan sambil berdecak kesal.

Alan sungguh membenci segala sesuatu yang berkaitan dengan wanita. Karena baginya, semua wanita itu sama saja. Sama-sama penghianat dan munafik.

Ketidaksukaan Alan terhadap wanita terlalu nampak hingga mudah terendus publik. Banyak pemberitaan yang mengatakan Alan adalah seorang gay. Bahkan banyak yang berfikir kalau Eiden merupakan kekasih yang selalu menjaga Alan. Berita itu menyebar entah dari mana asalnya. Namun meskipun begitu, Alan tidak pernah berniat menghapus ataupun memberikan kebenaran dari pemberitaan miring tentangnya. Karena meski ada pemberitaan miring tentangnya, para wanita bukannya mundur tapi masih saja ada yang gentar untuk mendekatinya.

"Oh iya Tuan, anda harus bersiap nanti malam. Karena kita akan melakukan pertemuan sebelum kapal pesiar berlayar. Dan kemungkinan kolega bisnis kita akan membawa partner wanitanya juga," kata Eiden yang membuat Alan menghela nafas kasar.

"Hm," dehem Alan menjawab Eiden. Ia hanya melirik sekilas ke arah kemudi yang ditempati Eiden, kemudian kembali memejamkan matanya.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

🍾⃝ͩғᷞʟͧᴏᷠɴͣ🦚⃟🎮

🍾⃝ͩғᷞʟͧᴏᷠɴͣ🦚⃟🎮

jgn terlalu dingin,

2022-12-20

0

🍾⃝🦚ʜαͩmᷞιͧδαᷠʜͣᵇᵃˢᵉ༄

🍾⃝🦚ʜαͩmᷞιͧδαᷠʜͣᵇᵃˢᵉ༄

meskipun diriku suka sekali rebahan tapi klo ngk keluar sama sekali jg sumpek jdi kasian ama Fuji🙂

2022-12-20

1

🌸Santi Suki🌸

🌸Santi Suki🌸

baru bab ini aku bisa sedikit tersenyum. Good karya kamu Kak 😍

2022-12-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!