"Mungkin sebaiknya kau menunggu sampai Jumat nanti," kata ayahnya, terang-terangan menggodanya. "Kita bicarakan yang lain saja." Ia mengendurkan dasi dan mulai melepaskan jasnya.
"Jangan!" Teriak Alice memprotes ayahnya. "Dad yang mulai. Sekarang Dad juga yang harus menyelesaikannya."
Mr. Morgan merogoh saku jasnya kemudian menaruh satu set kunci di tangan Alice. "Oke. Kau menang. Selamat ulang tahun!"
Alice memandangi kunci-kunci itu dengan raut wajah kebingungan. "Apa ini?"
"Lihat!" Ayahnya membuka pintu depan.
Sebuah Pontiac Firebird warna biru berkilau terparkir di jalan mobil di halaman rumah mereka.
"Dad bergurau?" Alice berteriak, setelah menyadarinya. "Itu untukku?"
Ayahnya hanya menyeringai seraya mengangguk.
"Aku tak percaya!" Alice melompat memeluk ayahnya hingga nyaris terjengkang. Setelah itu ia mendorong pintu depan dan berlari menghambur keluar untuk melihat mobil barunya.
"Coba saja masuk!" Mr. Morgan menyuruhnya setelah mereka mengelilingi mobil itu selusin kali.
"Aku tak percaya ini kepunyaanku." Alice duduk di belakang kemudi dan menarik napas panjang, menghirup wanginya mobil baru. Diusapkannya tangannya ke permukaan jok berbahan kulit, kemudian mencoba setirnya.
"Mungkin aku akan meminjamnya kapan-kapan," kata ayahnya seraya membungkukkan badannya yang besar, lalu duduk di samping Alice.
"Dad, ini terlalu banyak."
"Apa maksudmu?"
"Dad tahu maksudku. Mobil ini terlalu mewah."
Mr. Morgan tertawa. "Yeah, kau memang terlalu dimanjakan. Dimanjakan habis-habisan. Mungkin sebaiknya mobil ini kuambil lagi saja."
Mr. Morgan menyambar kunci kontak dari tangan Alice, tapi Alice segera merebutnya kembali. "Setelah kupikir-pikir, tidak ada salahnya kan dimanjakan habis-habisan?" Alice menyeringai.
Mr. Morgan menghela napas. Seketika senyumnya memudar. "Dulu waktu aku sebaya denganmu, aku sudah merasa cukup beruntung kalau aku bisa mendapat mobil mainan. Suasana ulang tahun dalam keluargaku saat itu memprihatinkan."
"Ya, aku tahu. Grandma tidak mampu memesan kue ulang tahun, sehingga dia membeli kue ulang tahun basi yang lupa diambil orang. Pada ulang tahun ketiga, Daddy mengatakan pada setiap orang bahwa nama Dad adalah Seymour, karena itulah nama yang terukir di kue."
Mr. Morgan menggeleng-geleng. "Kau sudah hafal semua lelucon kunoku. Dengar, aku sendiri merasa senang kalau bisa memberimu hadiah yang bagus. Itu membuatku sadar betapa besar kemajuan yang telah kucapai selama sekian tahun ini."
Alice mencium pipi ayahnya. "Aku akan menunjukkan mobil ini pada Shannon. Boleh aku menjalankannya?"
Mr. Morgan mengangkat bahu dan keluar dari mobil. "Ini milikmu. Pergilah. Tapi jangan terlalu lama. Ibumu akan kecewa kalau tidak melihatnya."
"Asyik! Shannon pasti takkan percaya!" Alice bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan SIM-nya, lalu kembali ke mobilnya.
Mr. Morgan masih berdiri di samping mobil itu, sedang menyeka noda di kap mobil dengan lengan jasnya.
Alice duduk di belakang kemudi dan berhati-hati menutup pintu mobilnya.
"Kau kelihatan hebat," puji ayahnya. "Rambutmu seperti baru saja tertiup angin, padahal kau belum bergerak."
"Lucu, Dad. Ingatkan aku untuk tertawa nanti kalau sudah pulang."
Kenapa setiap orang selalu mengejek rambutnya?
Alice memutar kunci kontak dengan kesal. Mobilnya mulai bergetar dengan lembut. Ia menoleh ke jendela belakang dan mulai memundurkan mobilnya perlahan dengan sangat hati-hati.
Ayahnya masih berdiri mengawasinya.
Aku akan menabrak pagar, Alice membatin, menyadari dirinya begitu tegang mengendarai mobil yang bagus itu.
Namun mobil itu menggelinding keluar dengan selamat kemudian meluncur keluar Ghostroses dan tiba di Artland tak lama kemudian. Alice membelokkan mobil ke arah jembatan dan meluncur ke arah perbatasan tempat Shannon Meyer tinggal.
Mobil barunya tidak sulit dikendalikan dan nyaman. Hanya saja di jembatan sangat macet, banyak orang pulang kerja tapi sebagian besar berlawanan arah dengan Alice.
Matahari sudah tertutup pepohonan di ujung jembatan, tetapi udara masih terasa panas dan lembab.
Alice membelok ke jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, kemudian menginjak pedal gas keras-keras. Mobil itu segera meraung dan melaju kencang.
Tunggu sampai Aaron melihat ini, pikirnya. Ia mendahului sebuah truk sayur yang berjalan lambat, kemudian kembali ke jalur kanan. Tunggu sampai semua orang melihat ini!
Diliriknya spidometer. Kecepatan mencapai 120 kilo meter per jam. Buru-buru gadis itu mengurangi kecepatannya.
Sekarang laju mobilnya berlawanan arah dengan sinar matahari. Diturunkannya tebeng kaca depan, namun tetap tak mengurangi kesilauannya.
Tiba-tiba saja mobilnya melenceng ke kanan dengan sendirinya. Alice memekik. Dicengkeramnya kemudi dengan erat. Jantungnya berdegup kencang.
Apa yang terjadi? Apakah mobilnya ditarik ke kanan? Tidak. Peristiwa itu terjadi begitu saja, seolah ada seseorang yang memutar setir selain dirinya.
Gadis itu mendadak merasa dingin. Didekatkannya sebelah tangannya ke lubang AC, untuk memeriksa kalau-kalau AC itu menyala. Tapi ternyata tidak.
Sinar terang matahari menyelubungi kaca depan, namun di dalam mobil terasa sangat dingin.
Alice memperlambat laju mobilnya, dengan tangan masih mencengkeram kemudi. Ia baru saja merasa sedikit rileks ketika tiba-tiba mobil itu tersentak lagi, melenceng ke kanan. Ban mobilnya berputar arah ke bahu jalan. Ia berusaha mengendalikannya.
Apa yang terjadi sebenarnya?
Lagi-lagi seperti ada seseorang yang menyentakkan kemudi.
Alice mencengkeram setir kuat-kuat dan duduk tegak. Buku-buku jarinya sampai memutih akibat cengkeramannya yang terlalu kuat. Laju mobil diturunkannya sampai empat puluh. Ada yang tak beres dengan mobil ini, batinnya.
Tiba-tiba sesuatu mendesis di telinga Alice.
Suara apa itu?
Terdengar seperti bisikan. Begitu dekat. Tidak, itu angin.
Ia mendengarnya lagi. Lalu gemetar kedinginan, terkejut dan mendadak takut. Dicengkeramnya kemudi mobil erat-erat dan ia terbelalak memandang ke depan.
Suara itu kembali berdesis di telinganya.
Apa katanya?
Ia bisa mendengarnya dengan jelas sekarang. Bisikan itu tepat di telinganya.
Namanyakah yang disebut?
Ya, seperti begitu.
Aaalliiiiiiice...
Cuma angin. Angin dingin di telinganya. Angin dingin yang berbisik lembut di telinganya.
Aaaaliiiiiiice...
Rumah Shannon hanya tinggal beberapa blok lagi. Aku pasti bisa sampai di sana, pikirnya, sambil mengacuhkan bisikan angin yang mengulang-ulang namanya dengan nada mendesak.
Aku pasti bisa jika aku tetap dapat menguasai mobil...
Tapi lagi-lagi, seperti ada seseorang yang menyentakkan setir, berusaha merebut kendali kemudi.
"Tidak!" Teriaknya, ketika mobil itu tiba-tiba melenceng tajam, kali ini ke kiri, melintasi batas tengah dan masuk ke jalur truk tangki minyak yang sedang melaju kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Esther Nelwan
aduuuh...
2022-11-05
0