Dua hari dirumah eyang membuat Jenita mengerti dengan apa yang diucapkan sang mama dalam pesannya. Tekanan demi tekanan datang kepadanya, terutama dari orang-orang terdekat eyang.
Dia yang sejak kecil digembleng untuk berkarir didunia bisnis. Menggantikan sang kakek dari pihak mamanya untuk meneruskan perusahaannya. Tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke dapur kotor.
Jangankan membuat kue, bahkan untuk memasak pun dirinya tak pernah melakukan nya. Apa yang diinginkannya selalu bisa dicukupi tanpa harus dia bersusah payah.
Saat ini, dirinya malah dihadapkan dengan pembuatan bolu dan kue kue lainnya yang diluar pemahamannya.
Awalnya, Jenita berpikir dirinya akan datang dan mengambil alih toko peninggalan sang eyang tanpa harus repot repot terjun langsung kedapur berkecimpung dengan tepung, telur dan kawan-kawan nya.
Kenyataan bahwa dirinya yang tidak mengerti tentang urusan dapur membuat Ayunita, sang bibi berada di atas angin. Dirinya yang menjadi salah satu orang yang tidak terima atas pengalihan harta ke tangan Jenita pun berupaya mencari banyak cela untuk menjatuhkan gadis itu.
"Apa salahnya jika aku anak mantu angkat saja? toh selama ini mas yang bekerja keras demi kemajuan toko. Dibanding dia dan ibunya, aku dan Dira masih lebih baik dan bisa diandalkan. Sedangkan dia, lihatlah!!! selain tidak bisa membuat kue. Lihat penampilannya yang tidak menarik bahkan tidak enak dipandang."
ucapny pogah didepan para karyawan toko. Mereka yang rata-rata sudah bekerja dalam waktu lama, meng iyakan saja. Karena tidak paham dengan alur keluarga tersebut. Yang mereka tahu hanyalah bekerja dan mendapatkan upah, tanpa sedikitpun ikut campur di dalamnya.
Jenita yang memang berpenampilan sedikit cupu, berbeda jauh dengan dirinya ketika berada di kota S. Dengan celana jeans dan kaos oblong serta kaca mata yang sedikit tebal yang bertengger di hidungnya membuat penampilan Jenita menjadi buah bibir.
Namun, gadis dengan lesung pipi itu tetap santai dengan gunjingan yang diarahkan kepadanya.
"Gadis yang tidak tau apa apa seperti dia tidak pantas untuk melanjutkan usaha ini. Apa jadinya usaha keluarga yang sudah eyang rintis secara turun temurun dan dalam waktu yang lama menjadi hancur karena ketidak becusannya." Lanjutnya.
Sementara itu, Jenita yang juga mendengar secara jelas apa yang diucapkan sang bibi hanya tersenyum. Dirinya yang terbiasa digembleng untuk menang dalam segala hal, tentu tak akan tinggal diam.
Segala hinaan yang dilontarkan oleh sang bibi, dianggapnya cambuk untuk memacu dirinya dalam mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya.
"Sinta, bisa tolong bantu aku untuk mencari seorang guru privat. Yang bisa dan menguasai cara membuat kue terutama bolu. Tapi kalau memungkinkan, carilah ahli yang menguasai lebih banyak teknik pembuatan kue."
Ucapnya ketika panggilannya tersambung dengan sekertaris yang merupakan sahabatnya tersebut.
"Kamu mau beralih profesi menjadi pembuat kue, Clau?"
"Iya, kamu tahu sendirilah. Usaha eyang bergerak dibidang kuliner terutama bolu."
"Tapi kamu tak harus membuatnya sendiri kan?"
"Justru aku harus menguasainya, Sin. Paling tidak teknik dasarnya. Bukan hanya demi kepercayaan yang eyang berikan dan juga mama. Tapi lebih kepada diriku sendiri. Aku ingin membuktikan pada diri ini, kalau aku juga memiliki kemampuan. Tidak hanya soal bolpoin dan kertas, aku juga ingin menaklukkan tepung dan loyang."
Senyum mengembang disudut bibir Jenita diujung kalimatnya. Benar apa yang diucapkannya. Dirinya hanya ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dirinya mampu. Dengan begitu, Jenita dapat menatap lurus kedepan saat melangkah tanpa malu lagi kepada orang-orang yang meremehkan nya.
"Baiklah, tunggu beberapa waktu. Aku akan mencarikan nya untukmu."
"Usahakan jangan terlalu lama, Sin."
"Kamu pikir mencari seseorang dengan kriteria yang kamu itu semuda mencari martabak telor?" Sinta mendengus, membuat Jenita terkekeh diujung sana.
Mereka berdua adalah sahabat. Sinta mengikuti Jenita sejak gadis itu mulai meniti karir. Tak heran, keduanya lebih terlihat seperti saudara ketimbang atasan dan bawahan.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Seminggu berlalu sejak pembicaraan tersebut. Pada akhirnya, Sinta mengirimkan pesan yang membuat Jenita tersenyum puas dengan hasil kerja sang sekertaris.
Tak tanggung tangung, Sinta berhasil mengontrak Chef Andrian. Seorang Chef kenamaan yang sedang naik daun karena kelihaiannya meramu tepung, telur dan teman temannya menjadi penganan yang kuat.
Kesepakatan pun dibuat antara Jenita dan Chef Andrian. Di sebuah restoran mereka melakukan pertemuan. Mereka sepakat melakukan tiga kali pertemuan disetiap minggunya. Namun, jadwal tersebut bisa berubah-ubah sesuai kesibukan masing-masing.
Jenita yang tak mempermasalahkan hal tersebut, hanya mengikuti schedule yang dibuat Chef Andrian.
"Untuk tempat les, bagaimana?" Chef Andrian mulai bertanya, setelah adanya beberapa poin yang telah disepakati.
"Ada rekomendasi?"
"Kalau dilakukan langsung di tokomu, bagaimana? Bukankah itu lebih praktis. Selain kamu bisa menunjuk salah satu karyawan mu untuk menyimak, bukankah itu lebih baik dan menguntungkan?" Chef tampan itu tersenyum.
Dia yang tidak pernah perhitungan dan pelit berbagi ilmu, tentu tidak keberatan. Jika Jenita menyetujui usulannya.
"Ah tidak tidak, aku tidak setuju." Jawab gadis dengan lesung pipi itu cepat.
"Why?"
"Setidaknya untuk saat ini aku ingin belajar sendiri. Paling tidak, aku harus menguasi hal paling mendasar tentang pembuatan bolu. Kalau dilakukan disana, aku akan kelihatan bodo dihadapan karyawan ku sendiri. Aku tidak mau itu."
Andrian tergelak dengan jawaban lugas Jenita. Penampilan sederhana dari gadis yang duduk dihadapannya tersebut, tak bisa menyembunyikan kecerdasan yang dimilikinya.
Bahkan, Andrian bisa menebak. Dalam waktu singkat, Jenita akan berhasil menguasai
teknik pembuatan bolu.
"Baiklah, kalau begitu terserah padamu. Untuk pertemuan pertama kita mulai besok lusa. Apa kamu tidak keberatan?. Untuk besok dan dua hari setelahnya, aku harus menghadiri pertemuan di luar kota. Jadi hanya lusalah, waktu senggang yang kumiliki untuk mengajarimu."
"Baik, paling lambat besok malam. Aku akan mengirimkan alamat dimana kita bisa bertemu lusa."
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Sesuai kesepakatan diawal. Andrian datang ketempat yang alamatnya telah dikirimkan Jenita sebelumnya. Adalah sebuah ruko 2 lantai yang gadis itu sulap menjadi rumah produksi.
Terdapat beberapa alat yang sudah tersedia disana. Ada mixer, oven dan berbagai loyang dengan ukuran beragam. Serta bahan baku pembuatan bolu pun telah Jenita persiapkan.
Percobaan demi percobaan telah dilakukan gadis itu dengan penuh kegigihan. Kegagalan berulang terkadang membuatnya mengumpat kesal.
Dengan sabar, Chef Andrian menerangkan langkah demi langkah yang harus dilakukan Jenita.
"Untuk pengadukan, kamu harus memperhatikan kecepatannya. Setiap bolu mempunyai karakter berbeda. Ada yang harus menggunakan kocokan dengan tempo cepat dan ada pula sebaliknya. Kenali tekstur kue yang akan kita buat terlebih dahulu. Karena itu juga mempengaruhi hasil akhir dari bolu yang kita buat."
Selama hampir tiga minggu Jenita fokus dalam belajarnya. Tak terhitung juga berapa kali dirinya mengalami kegagalan. Terkadang bolu yang dihasilkan kurang lembut, kurang mengembang atau bahkan keras.
Selama tiga minggu pula dirinya jarang ke toko.
"Yes, akhirnya." Teriaknya senang.
Sebuah bolu yang baru keluar dari dalam oven nampak sempurna. Dan itu membuatnya bisa bernafas lega. Bahkan, Andrian sampai menggelengkan kepalanya melihat kelakuan gadis didepannya yang nampak lucu.
"Kamu puas?"
Tanyanya pada Jenita yang baru memotong dan mencicipi bolu hasil karyanya. Dan gelengan kepala didapatkan dari gadis itu.
"Kenapa?"
"Ini belum seberapa, masih banyak yang harus aku pelajari lebih dalam lagi. Dan kamu harus membantuku untuk itu."
Benar, Jenita sangat mengingat kata kata Ayu beberapa hari lalu. Wanita seusia mamanya itu sudah menampakkan ketidak sukaannya kepada Jenita, semenjak gadis itu menginjakkan kakinya dirumah eyang.
"Anak manja seperti mu bisa apa? heran aku, kenapa ibu malah memeberikan toko ini kepada gadis sepertimu. Jangankan membuat bolu, untuk mendandani diri sendiri saja kamu kampungan begitu." Sinis nya.
"Orang bebas menilai saya bagaimana, bi. Bagi seseorang yang penting itu hati dan tingkah lakunya. Bukan ucapan dan dandanan yang bisa dirubah kapanpun itu. Seperti bibi misalnya. Dengan melihat dandanan bibi yang seperti ini, orang sudah bisa menyimpulkan kalau bibi berasal dari golongan berada. Tapi, ketika mereka mendengarkan kata kata kasar yang bibi lontarkan. Pandangan itupun akan cepat berubah. Yang kita tawarkan disini adalah bolu bibi, produk makanan. Bukan kosmetik atau barang barang ber merk."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ㅤKᵝ⃟ᴸRaisya𝐙⃝🦜
yesssss semangat jennnnn
2022-11-25
5
Nyai💔
racun aja bibi macam bgtu 🤣🤣
2022-11-24
3
Chika£Hiats
Mulai saat ini kamu harus berdamai dan bersahabat dengan tepung telur dan kawan-kawannya ya Jen, kamu pasti bisa menaklukan mereka.
Termasuk membungkam bibi Ayu dan yang meremehkan kemampuanmu.
2022-10-29
46