Seorang mermaid berenang cepat dengan kantong yang ia bawa di tangannya. Ia bertabrakan dengan seseorang. Merasa kesal, ia bermaksud memarahi sosok tersebut. Hatinya semakin kesal setelah mengenali siapa yang bertabrakan dengan dirinya.
“Kau? Apa kau tidak bisa lewat jalan lain? Sampai-sampai kita bertabrakan begini!”
“Maafkan aku, Kak.”
Vaelia tertawa, ia menyelipkan kantong tadi di pinggangnya. Kemudian berjalan mendekati Cyrano.
“Kau panggil apa tadi? Kak? Aku bukan kakakmu!”
“Tetapi, Ayah berkata....”
“Ibu kita tidak sama! Berbeda kelas! Ibumu entah siapa, dan ibuku ratu Mertopia. Mengerti?”
“Iya, Kak.”
Vaelia berenang menjauh, tetapi terhenti saat Cyrano mengucapkan kalimat terakhirnya.
“Sudah kubilang, aku bukan kakakmu! Jangan panggil aku kakak! Ibumu yang murahan itu, tidak sepadan dengan penduduk Mertopia mana pun!” Vaelia berenang cepat dengan kesal. Namun ia tidak tahu, bahwa perkataannya akan berakibat buruk kelak.
Cyrano terpancing emosi. Amarahnya memuncak. Ia memang belum pernah melihat ibunya. Perkataan kakak seayahnya itu benar-benar membuatnya marah. Tanpa disadari, laki-laki itu menggenggam tangan, genggamannya itu mengumpulkan energi peri yang ada di dalam tubuhnya. Lama kelamaan, energi itu menjadi sebuah pusaran yang makin membesar. Air laut mulai bergejolak lagi. Ia berteriak sekeras-kerasnya, hingga membuat petir menyambar di permukaan laut.
Tangisannya, seperti didengar awan yang mulai mencurahkan hujan lebat. Rakyat Mertopia memandangi air laut yang berpusar dan bergejolak. Mereka khawatir seperti puluhan tahun lalu. Seorang penasihat kerajaan, meminta Triton untuk menenangkan amukan badai dan gelombang dengan trompet kerang sakti yang ia miliki. Namun, ia berkata dalam pembaringannya, trompet itu tidak ada di tempat.
Mendengar Raja Triton yang kehilangan pusaka, seorang prajurit Merman yang baru pulang berpatroli melaporkan bahwa ia melihat seorang Merman ada di tengah pusaran badai. Triton memerintahkan Odahinu untuk mendatangi tempat yang dimaksud. Sang raja yakin, orang itulah yang mencuri benda penting miliknya. Berdasarkan asumsi, tidak ada mermaid yang mempunyai kemampuan menciptakan badai.
Betapa terkejutnya sang panglima saat melihat siapa di tengah pusaran badai. Tidak lain adalah putra Triton sendiri, Cyrano. Ia tidak yakin bahwa pemuda itu yang mencuri trompet tersebut. Namun, prajurit yang lain berusaha meringkus sosok itu dan memasukkannya ke dalam kurungan. Sangkar yang terbuat dari tulang-tulang hiu, yang disihir Triton.
“Paman, aku tidak mencuri apa pun. Tolong lepaskan aku, Paman!” pinta Cyrano saat ia sudah kembali tenang.
“Tidak mungkin seorang Merman atau Mermaid bisa mengubah cuaca seperti itu tanpa bantuan benda tersebut.”
“Tetapi kau tahu, aku siapa, Paman.”
“Rakyat Mertopia tidak tahu siapa dirimu sebenarnya!”
Cyrano frustasi, ia memukul-mukul sangkar itu. Odahinu sudah pergi melapor kepada Triton, bahwa pelakunya sudah ditangkap. Dari kejauhan, Vaelia tersenyum licik. Ia senang, saudara tirinya itu menderita. Baginya itu sepadan dengan rasa kesal yang ia tanggung bertahun-tahun karena kehadiran Merman tersebut di Mertopia. Gadis itu akan terus melakukan usaha untuk mengusir laki-laki itu.
Beberapa binatang laut, sahabatnya, datang menjenguk Cyrano yang dikurung dalam sangkar besar tersebut. Mereka merasa sedih melihat kawannya meringkuk di dalam sana.
“Cyra, kau baik-baik saja?” tanya kuda laut gemuk dengan nada khawatir.
“Aku baik-baik saja, hanya tidak bisa keluar dari sini.”
“Aku dengar, kau dituduh mencuri ....”
“Oh, ayolah, Marley! Bagaimana aku bisa mencuri milik ayah jika aku terus bermain bersama kalian di luar?”
“Ah, iya. Betul juga!”
“Kami semua ingin menolongmu, tetapi kau dianggap bersalah. Kalau kami menolongmu. Kami juga akan dianggap bersalah, maaf.”
“Tidak masalah. Aku akan menunggu dewan kerajaan membuktikan aku benar-benar bersalah atau tidak.”
“Ya, hingga saat itu, kau akan mengering seperti ikan asin!” cibir sang kuda laut.
“Diamlah! Kau jangan menakut-nakuti Cyra,” sergah Marley si ikan Marlin.
Cyrano terdiam, ia tahu ayahnya sangat bijaksana. Namun, jika ia tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak mencuri. Hukum tetaplah hukum. Laki-laki itu mendesah kesal. Mulai memikirkan cara lain. Ia ingin melarikan diri saja dan tidak ingin kembali ke Mertopia untuk selamanya.
“Cyra, hey, dengar! Seingatku, kau adalah setengah Nereid. Kau bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh Mermaid.” Marley mendekat dan berbicara dengan volume suara yang diturunkan.
“Lalu, apa yang semestinya kulakukan?”
“Gunakan sihirmu! Sihir para Nereid.”
Cyrano terdiam, ia memikirkan perkataan Marley dalam-dalam. Yang ia tahu, ia hanya bisa menciptakan badai dan gelombang, serta menghentikannya. Akan tetapi, apa salahnya untuk mencoba?
Cyrano tersenyum.
“Terima kasih, kawan. Perkataanmu memunculkan sebuah ide di kepala.”
Kemilau cahaya muncul dari genggaman Cyrano. Ia berusaha menghapus sihir yang melingkupi sangkar tempat ia dikurung.
“Kalian semua, pergilah dari sini!” perintahnya pada binatang-binatang laut yang ada di tempat itu.
Cyrano memusatkan pikirannya untuk mengalirkan semua energi sihir yang dimiliki ke dalam genggamannya. Pusaran air mulai terbentuk kembali, membesar dan makin membesar. Ia tidak bisa berhenti lagi, sampai air mulai bergejolak.
Sementara itu, Odahinu yang melihat pergerakan air yang mulai aneh, berdecak kesal.
“Bertingkah apa lagi, anak itu?” Ia mengambil tombak bermata tiga andalannya. Memanggil pasukan Merman menuju ke tempat di mana Cyrano dikurung.
Sesampainya di tempat tersebut, sangkar kurungan itu sudah terbungkus pusaran air, tidak ada satu pun yang bisa mendekati.
“Ah, jenggot Poseidon! Merepotkan sekali!” keluh sang panglima Mertopia.
Sangkar yang terbuat dari tulang itu mulai terangkat bersama pusaran air yang semakin tinggi.
Seolah-olah seperti bambu, benda itu menjadi lebih ringan dan terus naik menuju permukaan laut. Cyrano dalam kondisi tidak sadarkan diri. Namun sihirnya masih bekerja. Tenaganya mulai habis. Ia terkulai lemah di dalam kurungan yang mulai mengapung di permukaan laut.
Di saat yang sama, sebuah kapal pesiar mewah yang berlayar dari kerajaan Inggris, berhenti di tengah lautan karena badai. Beberapa orang sudah bersiap-siaga untuk menyelamatkan diri, jika kapal mulai tidak stabil. Namun seperti biasa, beberapa Nereid berusaha menolong kapal yang oleng terkena gelombang besar. Setelah lautan menjadi tenang, kapal itu kembali melanjutkan perjalanan.
Seorang gadis dengan rambut merah dan bermata hijau, duduk di anjungan kapal. Ia memandang sekeliling lautan sambil menikmati semilir angin beraroma garam. Ia merasa heran, tadi laut seperti murka. Namun, sekarang begitu tenang. Di pangkuannya, terdapat sebuah buku. Beberapa lukisan, ia gambar sendiri di lembaran kertas itu.
“Medelline! Kau masih bermimpi untuk bertemu duyung itu?” teriak seorang laki-laki paruh baya dari atas balkon.
“Ya, Paman. Aku yakin betul dengan itu! Tanya saja ayahku.”
Suara tawa cemoohan terdengar dari laki-laki tadi.
“Kau tak pernah tahu bukan? Mereka suka makan manusia! Apalagi gadis muda sepertimu!”
“Omong kosong!”
Medelline kembali memusatkan pandangan ke air yang berwarna biru menghampar di depannya. Ia terkejut dan hampir tidak percaya saat melihat sebuah sangkar, mengapung di permukaan laut. Ia memicingkan mata agar lebih jelas, mengamati objek tersebut. Kebetulan, kapal yang ia tumpangi berjalan ke arah tak jauh dari sangkar itu.
Seketika, muncul ide di kepala gadis berkulit pucat itu. Ia menuju buritan kapal. Menurunkan sebuah sekoci darurat. Kemudian, ia mendayung cepat, mendekati sangkar tadi.
“Astaga! Itu benar-benar ....”
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments