Kakek pemulung itu tertawa kecil.
"Ada apa dengan mu nak? Apa aku terlihat sangat kasihan sehingga kamu mau menjadi cucu ku?" Tatapan kakek pemulunh itu sangat hangat.
"Kalau bicara soal kasihan, sudah pasti aku pemenangnya kek. Aku tidak punya saudara, ibu ku pergi dari rumah saat umur ku sepuluh tahun.
Ayah ku penjudi dan pemabuk berat, aku kabur dari rumah saat usia ku empat belas tahun. Menjadi buruh di pasar ikan diusia yang sangat muda demi menghidupi diriku sendiri." Yumi menceritakan kisah singkat hidupnya.
Kakek pemulung itu tampak sedih mendengar cerita hidup Yumi.
"Tapi semua sudah berlalu, sekarang aku sudah hidup dengan layak dan bahagia." Sebuah senyuman mengembang di bibir mungil Yumi.
"Kau mau makan apa?" Tanya sang kakek.
"Japchae." Kata Yumi dengan nada gembira.
*Japchae \= makanan khas Korea Selatan berisi soun yang biasany dicampur dengan wortel, jamur, daun bawang, irisan daging sapi dan lain-lain.
"Ada kedai makan di dekat rumah ku yang menjual Japchae yang sangat lezat. Kau mau makan disana?" Tanya kakek pemulung itu.
Yumi mengangguk semangat.
"Nama ku Yumi, Lee Yumi. Kalau kakek?" Tanya Yumi sambil membantu mendorong gerobak milik si kakek.
"Kwak Dong-Il."
"Nama yang indah."
"Benarkah?"
Dengan sangat cepat Yumi dan Dong-Il menjadi akrab layaknya kakek dan cucunya.
Mereka berdua berjalan sambil menarik gerobak berisi kardus bekas milik Dong-Il hingga sampai ke tempat tujuan.
"Wahh.. tumben sekali kakek datang dengan seseorang." Sapa pemilik kedai makan.
"Dia cucuku." Jawab Dong-Il.
"Annyeonghaseyo." Yumi memberi hormat kepada pemilik kedai.
"Cucumu?" Pemilik kedai mengikuti Yumi dan Dong-Il sampai mereka duduk.
"Cantik kan?" Dong-Il dengan bangga memuji Yumi.
"Hehe.. kalau begitu untuk merayakan kakek Dong-Il yang akhirnya tidak makan sendirian akan aku beri promo, beli satu porsi japchae ukuran besar gratis satu porsi lagi, bagaimana? Menarik kan?" Pemilik kedai itu sudah sangat akrab dengan Dong-Il.
"Baiklah, buatkan untuk kami. Aku pesan sikhye, kau mau minum apa?" Tanya Dong-Il pada Yumi.
*Sikhye \= minuman khas Korea Selatan yang terbuat dari beras yang difermentasi dengan tepung ragi (non alkohol)
"Sama."
"Oke, kalau begitu akan segera aku buatkan." Pemilik kedai pergi dari hadapan mereka.
"Kakek selalu makan sendiri disini?" Tanya Yumi.
"Bukan cuma disini, dimanapun aku makan sendiri. Aku hidup sendiri."
"Waaah.. kalau begitu kita sama kek."
"Orang baik sepertimu seharusnya tidak hidup sendiri, kau tidak punya kekasih?"
"Tidak, aku tidak punya waktu untuk berkencan, aku harus rajin mengumpulkan uang."
"Apa pekerjaanmu?"
"Penulis novel online kek."
"Wah.. hebat, selain baik ternyata kamu juga seorang yang kreatif. Tuhan pasti sedang bahagia saat menciptakanmu." Puji Dong-Il.
Yumi hanya tersenyum, dia sebenarnya tidak setuju dengan pernyataan Dong-Il, dia merasa dirinya terlahir dengan kesialan dan kesengsaraan.
Makanan yang mereka pesan datang.
"Silahkan menikmati." Pelayan pergi.
"Ayo makan." Ajak Dong-Il.
Yumi mencicipi japchae yang terhidang dihadapannya.
"Hmmmm.. enak sekali kek, benar-benar juara." Yumi melahap japchae dengan semangat.
"Syukurlah kalau sesuai dengan seleramu."
Mereka sesekali berbicara disela-sela makan.
Selesai makan Dong-Il mengeluarkan obat dari saku celananya.
"Kakek sakit?" Tanya Yumi.
"Iya, aku menderita sakit kanker paru-paru stadium akhir."
Yumi merasa iba dengan keadaan Dong-Il, apalagi dia tahu bahwa umur Dong-Il tersisa tiga hari saja.
Dong-Il meminum empat macam obat.
"Kau menangis?" Tanya Dong-Il
"Ah.. bukan, mungkin karen japchaenya terlalu pedas." Yumi menyeka air matanya, dia berbohong untuk menutupi kesedihannya.
Dong-Il menyodorkan sapu tangan miliknya.
"Ini belum aku pakai, aku selalu membawa sapu tangan tiga atau empat buah saat bekerja."
"Terimakasih kek." Yumi menerima sapu tangan berwarna krem itu.
Selesai makan Yumi mengantar Dong-Il ke rumahnya.
Rumah Dong-Il hanya berukuran enam kali lima meter dengan halaman kecil yang penuh dengan barang pulung.
"Aku ingin mengajakmu masuk ke rumah tapi rumahku tidak layak untuk menjamu, jadi maaf ya Yumi." Kata Dong-Il.
"Tidak apa-apa kek, aku juga harus segera pulang."
"Kalau begitu pulanglah." Dong-Il memberi Yumi selembar uang lima ribu won.
"Tidak usah kek." Yumi menolak dengan sopan.
"Bawa saja untuk naik bus, ini adalah uang saku kakek untuk cucunya. Ambilah."
"Tapi kakek sudah mentraktir ku makan."
"Tidak, yang kau makan tidak bayar, gratis dari pemilik kedai. Terimalah Yumi." Dong-Il menyelipkan uang di tangan Yumi.
"Terimakasih kek, aku jadi tidak enak." Yumi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak apa-apa aku senang bertemu dengan mu, lagi pula hanya lima ribu won. Kalau masih merasa tidak enak lain kali saat bertemu denganku kau harus menyapa, oke?"
'Lain kali?' Kata itu membuat hati Yumi semakin sedih, dia merasa tidak akan ada lain kali diantara mereka karena umur Dong-Il yang pendek.
"Kalau begitu aku pulang dulu kek, jaga kesehatan kakek. Aku permisi." Yumi pamit.
Yumi menangis selama perjalanan di dalam busway, dia tidak perduli penumpang lain melihatnya, dia sudah menahan air matanya saat bersama Dong-Il dan sekarang sudah tidak terbendung lagi.
...----------------...
Sampai di rumah Yumi.
"Kau sudah pulang?" Sapa Gyu-Sik.
Yumi memasuk ke rumah, dia berjalan gontai lalu duduk di sofa, di sebelah Gyu-Sik.
"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Gyu-Sik.
"Aku bertemu seorang kakek pemulung yang umurnya tinggal dua hari." Kata Yumi sambil sesenggukan.
"Kau habis menangis karena itu?"
"Tentu saja! Aku sedih, aku tidak tega melihatnya. Dia sudah tua, dia tinggal sendiri, dia sakit parah, tapi dia tetap semangat bekerja. Huhuhu.." Tangis Yumi semakin menjadi-jadi.
"Nanti kamu juga akan terbiasa, sudah.. sudah.." Gyu-Sik menepuk-nepuk pundak Yumi.
"Apa katamu?? Terbiasa?? Tidak! Aku bukan malaikat maut yang terbiasa melihat orang meninggal! Dasar malaikat maut tidak berperasaan!" Yumi kesal mendengar perkataan Gyu-Sik yang seolah menganggap remeh kejadian itu.
"Maaf aku salah."
"Kau pasti sudah biasa melihat orang meninggal karena terlahir sebagai malaikat maut, tapi aku tidak!"
"Tidak, aku terlahir sebagai manusia, sama sepertimu."
"Manusia? Lalu kenapa kau jadi malaikat maut sekarang?"
"Ceritanya panjang." Gyu-Sik menjawab seadanya karena malas bercerita tentang dirinya ke Yumi.
"Cerita saja, siapa tahu setelah mendengar ceritamu perasaanku akan lebih baik." Yumi malah meminta Gyu-Sik bercerita.
"Tidak."
Yumi kembali menangis.
"Kenapa menangis lagi?" Gyu-Sik kewalahan menghadapi mood swing Yumi.
Gyu-Sik menarik sapu tangan yang sejak tadi Yumi genggam, dia menyeka air mata di pipi Yumi.
"Jangan sembarangan! Ini pemberian kakek Dong-Il, huhuhu.." Yumi menarik sapu tangan itu dari Gyu-Sik.
"Maaf." Gyu-Sik benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan tangisan Yumi.
Gyu-Sik setia mendengarkan cerita Yumi mengenai Dong-Il, sesekali Yumi kembali terisak.
Gyu-Sik merasa kasihan pada Yumi, dia harus merasakan kesedihan karena bisa mengetahui orang yang akan meninggal.
"Aku tidak tahu bahwa mengetahui umur orang yang pendek dapat membuat seseorang sedih seperti ini." Ucap Gyu-Sik.
"Jelas saja membuat sedih, bukan hanya aku. Jika orang lain yang ada dalam posisiku juga pasti akan merasakan hal yang sama."
"Tapi aku tidak, saat menjadi manusia aku sudah sering melihat orang mati di hadapanku." Gyu-Sik tidak sadar menyinggung tentang dirinya.
"Kamu hidup di jaman perang ya? Makanya sudah biasa melihat orang meninggal?" Yumi menebak.
"Bukan, aku hidup dua ratus tujuh puluh tahun lalu."
"Waaah.. jadi umur mu sudah setua itu??" Yumi merasa takjub.
"Ya.. begitulah."
"Coba ceritakan lagi tentangmu."
"Tidak, sudah cukup."
"Aku mau dengar lagi, sepertinya seru." Di otak Yumi terpikirkan sebuah ide cerita mengenai malaikat maut.
"Oiya.. mana makan siangku?" Gyu-Sik mengalihkan pembicaraan.
"Astaga! Aku lupa, maaf. Nih.. kau beli saja sendiri." Yumi menyodorkan uang sepuluh ribu won.
"Mana cukup buat beli makan berdua?"
"Aku sudah makan, beli makan untukmu saja." Yumi berjalan menuju kamarnya.
"Kasihan juga dia." Gyu-Sik merasa iba pada Yumi.
To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Agusrita Wijayanti
ngeri juga ya ....mengetahui batas waktu hidup seseorang 🙄
2022-11-12
0
Lalaluna14
kasiaaan kakeknya😭
2022-10-29
1