Semenjak bertemu dengan Airlangga menolong ibu-ibu dan anaknya yang kecelakaan di jalan, entah kenapa Gia selalu memikirkan pria itu. Dingin sekaligus baik hati, mana yang merupakan sifat asli Airlangga? Bukankah pria yang baik hati biasanya akan bersikap sangat hangat minimal ramah? Rasa penasaran akan hal itu menggerogoti hati Gia.
“Hadeh!”
Gia bergumam lagi, menyanggah kepala sambil menatap tumpukan berkas yang sejak tadi belum selesai dia periksa. Gia pusing dan miris, semakin banyak tindakan kekerasan pada anak yang terjadi, tapi Rafli masih saja fokus ke urusan perebutan hak asuh anak-anak orang kaya, dan melindungi tikus-tikus sawah yang datang meminta bantuan.
Di saat Gia masih sibuk dengan pikirannya, Citra tiba-tiba menggeser kursi melewati kubikel. Lagi dan lagi, gadis itu menunjukkan berita tentang Alina dan Airlangga. Gia pun semakin malas, dia memang belum bercerita ke Citra bahwa kemarin bertemu mantan suami artis itu.
“Gi, Apa kamu percaya dia berumur 36 tahun? dia pasti vampire atau zombie,” kata Citra. “Perhatikan, wajahnya terlalu cute tahu,” imbuh gadis itu sambil terus mengagumi foto Airlangga yang terpampang di sebuah kanal berita online.
Gia melirik sekilas sebelum memutar bola matanya malas. “Ta, coba deh cari di Gulugulu. vampire dan zombie itu jelek. Pria ini pasti pakai pesugihan, dan tumbalnya kawin cerai,”ujar Gia dengan muka sinis.
“Ah … masa iya.”
Gia kaget, tak menyangka bahwa Citra akan sepolos ini menanggapi ucapannya. Gia pun mengangguk, sebelum berkata lagi, "Iya, tapi kawin cerainya harus sama janda. Kamu tahu? almarhum istri pertamanya adalah janda, istri keduanya juga janda. Bukankah Alina sudah pernah menikah dengan aktor yang berasal dari negeri Jiran? Jadi CEO kecap itu memang mengincar janda.”
Citra terdiam mencerna ucapan Gia, dia hanya bisa memindai wajah temannya itu yang mengangguk-angguk kecil untuk meyakinkan dirinya. Hingga mata Citra tiba-tiba membola, mulutnya menganga karena otaknya baru saja memberikan sebuah informasi yang membuatnya tercengang.
“Kenapa? kenapa mukamu begitu?” tanya Gia sedikit malas.
“Benar! dia memang lebih suka menikahi janda, dan janda yang dia nikahi itu ujung-ujungnya akan mati, jadi apa Alina tahu kalau dia akan mati jika terus bersama CEO kecap itu?” Citra bertanya-tanya sendiri.
"Iya, tentu saja. Kalau terus di KDRT, benar ‘kan Gi?”
Ingin rasanya Gia memukul Citra. Menyadarkan gadis jomlo itu, meski hidup tak seindah drama Oppa, tapi juga tak seburuk sinetron di saluran burung berenang.
“Kembali bekerja sana! aku tidak mau lembur lagi malam ini."
Gia mendorong kursi Citra hingga temannya itu menjauh dari meja kerjanya. Citra pun memajukan bibir, sedangkan Gia kembali fokus ke dokumen di meja. Hanya perlu tiga tahun lagi dia bertahan di LPA, dan sebelum itu dia berjanji pada diri sendiri akan merubah tatanan lembaga itu agar jauh lebih baik.
Satu jam berlalu, jemari Gia masih lincah menulis ringkasan perkembangan beberapa kasus yang ditangani, sampai satu per satu orang yang ada di ruangan menyapa Rafli dengan ramah. Gia seolah tahu dari mana atasannya itu, Rafli pasti bertemu orang yang mau memberinya segepok uang untuk memenangkan kasus.
“Citra, pesan barbeque yang paling enak ke kantor. Kita akan pesta hari ini,” ucap Rafli sambil menggoyangkan bagian atas badannya.
Sementara itu, Citra yang diperintah menoleh ke arah kubikel Gia. Ia mendapati gadis itu bersikap cuek seolah tak mendengar ucapan Rafli.
“Terus, siapa yang bayar Pak?” tanya Citra, mengingat bagian keuangan kantor sedang cuti hari itu. Jangan sampai dia yang pesan dan dia juga yang harus membayar semua makanan itu. Ini sudah masuk tanggal tua, uang Citra juga sudah seperti baju branded di mall ‘limited edition’.
“Aku yang bayar, tenang saja!” ucap Rafli. Ia menjulurkan kepala untuk melihat Gia yang paling tidak antusias dengan ajakannya.
Gia mencebik kesal, dia tak peduli meski semua temannya memuji, bertepuk tangan bahkan bersorak gembira karena ucapan Rafli.
Namun, pada akhirnya Gia ikut makan-makan itu karena Citra menariknya paksa. Meja panjang yang biasa mereka gunakan untuk rapat sudah disulap menjadi meja untuk menata makanan. Pintu dan jendela yang ada di ruangan itu dibuka lebar agar asap pembakaran tidak memenuhi ruangan. Dua buah kompor portable dan wajan panggang sudah mulai diolesi margarin. Gia memilih tak ikut membantu, dia bersedekap dada duduk berhadapan dengan Rafli yang juga melakukan hal sama.
Duo atasan dan bawahan itu seperti musuh, hingga suasana yang tercipta menjadi sedikit menegangkan. Orang-orang yang awalnya berisik seketika diam, sampai Rafli menoleh dan meminta mereka kembali memanggang daging.
“Ck .. ck … Gia … Gia, apa tidak bisa seperti yang lain? Lihat! mereka senang sekali bisa mendapatkan perbaikan gizi,” ucap Rafli. Ia mengucapkan terima kasih saat Sofia meletakkan piring berisi daging yang sudah matang di depannya.
“Saya tidak mau perbaikan gizi kalau duitnya haram.”
Semua teman-teman Gia mendelik, ada yang sudah memasukkan daging ke dalam mulut lalu terpaksa berhenti mengunyah, ada yang hendak menyupkan daging itu, bahkan ada yang baru ingin mengambil daging dari wajan panggangan.
“Siapa lagi yang memberi uang untuk dibela kali ini?” tanya Gia.” Bapak tidak bisa merahasiakan ini, polanya sudah terlalu terlihat jelas Pak Rafli.”
Rafli yang mendengar ucapan seperti itu pun memilih untuk meletakkan sumpit. Ia mengambil sebotol air mineral sebelum menenggaknya sedikit.
“Kamu itu terlalu berburuk sangka Gia, tidak semua orang yang memberi uang sebagai ucapan terima kasih itu buruk,” kata Rafli.
“Ucapan terima kasih itu diberikan di akhir Pak Rafli, kalau di depan namanya suap. Apa hal seperti ini saja Anda tidak mengerti?” sergah Gia.
Semua staff pun saling pandang, beberapa ada yang kesal kenapa Gia malah membahas hal semacam ini. Jarang-jarang mereka bisa makan daging seenak ini. Namun, beberapa juga ada yang berpikir Gia benar, Rafli memang sesekali harus diperingatkan. Padahal tanpa mereka tahu Gia sudah memperingatkan berkali-kali.
“Ini bukan suap Gia, Pak Airlangga hanya ingin mengucapkan terima kasih karena aku mau datang menemuinya dan mendengar ceritanya.” Rafli menoleh anak buahnya, meminta mereka untuk makan, dan dia pun menyuapkan daging ke dalam mulut.
“Semoga darah tinggimu kumat setelah ini,” gumam Gia di dalam hati. Menyumpahi Rafli meski tahu perbuatannya ini kurang terpuji. “Gila! CEO kecap itu berarti benar-benar melakukan KDRT ke istrinya.”
“Apa yang dia minta kali ini? mengupayakan pemenangan hak asuh anaknya dari artis itu?” tebak Gia. Dia jelas tak perlu jawaban karena tebakannya sudah pasti benar.
“Hem … istrinya itu tidak perhatian ke anaknya, jadi kalau anaknya jatuh ke tangan Alina bisa-bisa anak itu malah menderita,” ucap Rafli sambil berbisik.
“Hah …, apa pria rambut cangkok ini mau mengibul? Orang yang meminta bantuanmu jelas sama busuknya denganmu.” Gia berbicara di dalam hati. Matanya menyipit menunjukkan betapa curiganya dia dengan Rafli dan pria bernama Airlangga itu.
“CEO Kecap itu ternyata benar-benar, licik!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Mara
Jangan berburuk sangka pada jodoh mu gia😘
2023-03-21
3
Mara
iya habis dapet uang sogokan🙈bagi2 dosa 🤭
2023-03-21
1
Mara
Hooohhh aja deh cit...🤣🤣🤣
Namanya juga pesugihan biar cepat kaya🤣🤣🤣
2023-03-21
1