Sebulan sudah berlalu setelah terakhir kali Gia marah ke atasannya, karena kasus seorang koruptor kelas kakap bernama Mutia. Ia duduk di sebelah jendela sebuah kafe bersama Citra, satu-satunya teman yang waras dan memiliki misi yang sama seperti dirinya di LPA. Gia heran kenapa susah sekali merubah tatanan suatu sistem jika sudah busuk seperti ini.
Menatap kopinya dengan menyanggah pipi, Gia lagi-lagi membuang napas kasar dari mulut. Ia bahkan tahu bahwa ada sebuah kasus perebutan hak asuh, di mana Rafli ada indikasi memihak karena uang. Ingin rasanya Gia berhenti bekerja di LPA, tapi kontrak lima tahun yang tidak dia baca dengan teliti membuatnya terjebak di sana. Belum lagi mengingat bagaimana dulu nama LPA bersinar saat dipimpin sang mama, Gia juga ingin membuat lembaga itu kembali ke jalan yang benar.
“Gi, apa kamu sudah melihat berita terkini tentang kasus KDRT yang dilakukan CEO kecap ke istrinya? Ada rumor yang menyebutkan bahwa itu rekayasa si mba A karena ingin berpisah, mba A ini berselingkuh,” ucap Citra dengan nada julid.
“Kenapa harus pakai inisial? Bilang saja A-li-na,” eja Gia dengan penekanan di setiap kata. “Aku sudah diminta pak Rafli melakukan observasi, tapi waktu itu Alina tidak ada di rumahnya, dan sang pembantu pun tidak mengizinkan aku masuk menemui putranya.”
Gia mengangkat cangkir, menyeruput coffee latte yang amat sangat dia sukai. Bibirnya maju karena kopi itu dirasa kurang manis.
“Kenapa?” tanya Citra dengan tatapan heran.
“Tidak apa-apa, seperti kurang gula,” jawab Gia. Ia mencoba meminum kopinya lagi sedangkan Citra sibuk berselancar di dunia maya dengan ponsel di tangan.
“Lalu kapan kamu akan melakukan observasi ke anak artis itu lagi, apa jangan-jangan pak Rafli sudah memberikan pekerjaan ini ke Sofia?” tebak Citra. “Jika benar Sofia yang mengerjakan, sudah bisa dipastikan ada yang tidak beres.”
“Aku tidak peduli. Apa kamu tahu? aku diam-diam merakit bom, aku akan melemparkannya ke depan muka pak Rafli saat sudah siap nanti,” kata Gia dengan menggebu.
“Dan saat itu tiba …. BOOM!” Gia membuat Citra kaget dan bahkan menatap tanpa berkedip.
“Aku akan membuatnya jatuh, dia tidak akan bisa mengelak semua perbuatan korupnya itu,” imbuh Gia.
Citra menelan ludah, tangannya terangkat ke atas ingin memukul Gia karena sudah membuatnya kaget. Gadis manis berkacamata minus tiga itu pun kembali menatap ponsel untuk mencari berita apa yang paling terbaru hari itu.
“Gi, lihat ini! pria bernama Airlangga ini sangat tampan, wajahnya kalem, dia terlihat seperti pria baik-baik, aku masih tidak percaya dia melakukan KDRT ke istrinya,” cerocos Citra, dia menunjukkan foto pria yang disebutnya CEO kecap tadi ke Gia.
“Mereka akan bercerai ‘kan? setelah bercerai lihat saja, pasti akan ada perebutan hak asuh anak mereka yang bernama Gani. Aku tahu dan yakin, siapa yang meminta bantuan pak Rafli pasti adalah pihak yang penuh dusta.”
Gia menoleh ke luar jendela kafe, dia menatap jauh ke jalanan dan tak sadar sepasang mata tanpa sengaja menoleh dan kebetulan melihatnya. Gadis itu membuang napas lagi, membuat pria yang menatapnya dari dalam mobil bergumam sendiri.
“Ternyata, bukan aku saja yang merasa banyak masalah.” Airlangga duduk di kursi penumpang mobilnya. Ia memulas senyum tipis dan seketika murung kembali mengingat gugatan cerai yang dilayangkan sang istri.
“Pak, jika Anda tidak segera memberi klarifikasi, saya takut rumor akan semakin liar beredar. Di sosial media, semua orang tidak lagi menyebut kecap cap Angsa tapi kecap KDRT,” ujar Alvian – yang merupakan sekretaris pria berumur 36 tahun itu.
Airlangga membuang napas kasar dari mulut, sama persis seperti apa yang dilakukan gadis yang dilihatnya tadi. Ia melempar muka ke luar jendela mobil. Termenung sejenak kemudian berpikir.
“Sepertinya ucapan papa benar, setelah ini aku harus mencari perawan untuk dijadikan istri.”
_
_
Gia menatap layar laptopnya malam itu, dia masih butuh menyelesaikan laporan beberapa kasus yang ditangani oleh LPA, salah satunya kasus seorang anak bernama Mahameru. Gia berpikir tidak akan bersinggungan dengan masalah ini, karena si rambut cangkok seperti tidak ingin dirinya terlibat. Namun, tiba-tiba saja atasannya itu berkata pria yang disebut bukan ayah kandung Mahameru, meminta dirinya melakukan observasi ke anak itu.
“Sepertinya perjuanganku tidak sia-sia, baguslah kalau semakin banyak orang luar yang tahu, bahwa LPA tidak sedang baik-baik saja,” gumam Gia.
Awalnya penuh semangat, tapi tak lama pundaknya jatuh karena merasa perkerjaan tidak habis-habis. Rafli seolah selalu menindasnya setelah dia ikut campur ke urusan yang mendatangkan keuntungan pribadi bagi pria itu. Rasanya Gia ingin behenti, tapi hati nuraninya tidak bisa mengingkari, dia ingin mengembalikan LPA seperti sedia kala.
Di sisi lain, Airlangga juga sama. Ia diam di depan meja kerjanya dengan penerangan lampu temaram. Baginya kantor adalah tempat ternyaman untuk merenung. Karena jika dia pulang ke rumah, ada putri tirinya yang sangat berisik, anak dari almarhum istri pertamanya itu memang ikut dengannya. Hal ini bukan tanpa alasan. Papa kandung putri tirinya itu juga sudah tiada. Saat mamanya meninggal anak itu menangis berhari-hari bahkan sampai berlutut memohon agar dia tidak membuangnya. Siapa yang tega melihat gadis yang selalu ceria berubah menjadi putus asa seperti itu.
“Zie pasti tahu aku sedang lembur, atau jangan-jangan ada Marsha di rumah, jadi dia tidak bawel menanyakan jam berapa aku pulang.”
Airlangga berbicara sendiri, sebelum tatapan matanya tertuju pada sebuah pigura di atas meja. Potret keluarganya yang nampak bahagia terpampang jelas di sana. Dirinya, Alina, Zie dan juga Gani. Airlangga mengusap mukanya kasar, dia masih tidak percaya bahwa akan muncul berita KDRT yang dialami Alina karena perbuatannya. Padahal sudah jelas wanita itu yang berselingkuh dengan produser film yang pernah dibintangi.
“Huh ….” Airlangga membuang napas kasar dari mulut, haruskah dia dua kali menjadi duda? Setelah ditinggal mati, kini diceraikan. Benar kata orang kalau cinta sejati susah untuk ditemukan.
“Sepertinya aku tidak cocok memiliki istri seorang artis, tapi dipikir-pikir aku sudah pernah menikahi wanita biasa. Apa setelah ini aku harus mencari wanita pekerja kantoran untuk dijadikan istri, atau menduda saja sampai mati?"
“PERAWAN, CARI YANG PERAWAN!”
Airlangga membelalakkan mata, bulu kuduknya merinding saat suara itu tiba-tiba saja menggema di ruang kerjanya. Ia mengerjab dan langsung berdiri. Cepat-cepat dia sambar jas dan ponsel dari meja. Airlangga lari terbirit-birit keluar dari ruang kerja menuju lift untuk pergi dari sana.
“Aku sepertinya sudah lelah, aku memang tidak cocok bekerja lembur. Bagaimana bisa suara Papa terdengar jelas membentak seperti tadi,” ucap Airlangga ketakutan, karena sang Papa sudah beda alam dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
jumirah slavina
ntah knp walaupun horor tp Aku sukaaa.. lanjutkn Gia🤣🤣🤣
2024-05-05
1
Sweet Girl
Duda ketemu janda, cerita nya...???
2024-01-01
0
Sweet Girl
Emang waktu kamu nikahin Alina, titelnya Jendes...???
2024-01-01
0