Bab 4

Joana tersentak ketika api merah menjalar menuju wajahnya. Wuushhhh!

Sedetik kemudian, Joana terbangun dari mimpinya. Napasnya memburu, membayangkan api yang tepat berada di depan mata. Napasnya terengah-tengah menatap langit kamar yang tampak asing di matanya.

"Joana?" Killian terkejut melihat Joana sudah sadarkan diri. "Apa kau baik-baik saja?" Tanya Killian yang terlihat khawatir.

Joana mengabaikan pertanyaan Killian dan hendak menggerakkan badannya hanya untuk duduk dan bersandar.

Dengan telaten Killian membantu Joana untuk duduk.

"Apa kau mau minum?" Tawar Killian pada Joana.

Joana menggeleng pelan kemudian menatap seisi ruangan asing kini ia berada.

"Ini dimana?" Tanya Joana dengan suara serak.

"Kamarku." Jawabnya pada Joana sembari mengelus jemari gadis itu.

"Kenapa aku disini?" Tanyanya selanjutnya.

"Apa kau tidak ingat?" Balas Killian dengan suara berat namun terkesan lembut.

Joana menggeleng mencoba mengingat ingatan terkahir sebelum pingsan.

Di ingatan terakhirnya hanya ia menangis setelah mendapat perlakuan Marina dan kemudian memotong rambutnya.

Joana memegang rambut yang sudah pendek dengan potongan yang asal-asalan.

"Aku akan meminta orang untuk merapikan rambutmu." Gumam Killian menyadari tangan sebelahnya menyentuh rambutnya sendiri, sementara satu tangan di kecup oleh Killian.

"Marina." Gumam Joana pelan yang masih bisa di dengar Killian.

Killian menatap Joana yang pikirannya seperti melayang entah kemana. Tatapan kosong menatap ke depan.

"Apa kau mengingat sesuatu tentang Marina?"

Kemudian Joana menatap Killian dengan tatapan aneh. Kenapa dari dia mengatakan pertanyaan apa kau mengingat sesuatu? Memang apa yang dia lewatkan?

Namun pada detik berikutnya. Joana menitihkan air mata yang disambut panik oleh Killian. Kenapa tiba-tiba Joana menangis?

Killian berdiri dan mendudukkan dirinya diatas ranjang sebelah Joana.

Dengan lembut menghapus air mata yang jatuh di pipi yang nampak kurus.

Joana menatap Killian dengan raut wajah sedih. Ia ingat dengan gambaran yang ditunjukkan Joana asli padanya. Killian tewas dibunuh oleh Marina, wanita yang dicintainya dalam novel.

Joana langsung memeluk tubuh kekar Killian hingga membuat Killian hampir terjatuh.

Ia terkejut dengan perlakuan tiba-tiba yang ia terima. Joana memeluk Killian dengan tangis yang mulai pecah.

Killian yang kebingungan hanya mengelus dan menepuk punggung Joana dengan lembut. Membiarkan gadis itu menangis sejadinya. Hingga pada akhirnya tangisnya terhenti diganti dengan Joana yang tertidur di pelukan Killian.

***

Killian menyuapi Joana dengan telaten. Dia juga menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan Killian.

Jadi yang ditangkap Joana dari penjelasan Killian.

Joana pingsan selama lebih dari sepuluh hari akibat sihir es yang ada di tubuhnya meledak.

"Sihir es?" Joana masih tidak percaya ia bisa mengeluarkan sihir es. Jadi dia bukanlah lagi Lady yang terbuang, dia memiliki sihir yang luar biasa.

"Apa mirip dengan sihirnya Elsa?" Tanya Joana dengan polos.

"Elsa?" Killian mengerutkan keningnya tidak mengerti arah pembicaraan. "Siapa Elsa? Apa dia juga memiliki sihir es sepertimu?"

Sementara yang ditanya hanya bengong dengan tangan yang memperagakan lagi 'let it go... let it go' sambil bernyanyi lirih kemudian terkekeh.

"Kenapa tidak keluar?" Ujar Joana setelah menggerak-gerakan jari dan tangannya ala spiderman, ala ironman, dan ala elsa frozen tentunya. Tapi tetap tidak keluar juga es dari tangannya.

"Apa mirip Harry Potter?" Gumanya kemudian dengan telunjuk mengayun seperti tongkat Harry Potter. "Tetap tidak bisa." Lanjutnya dengan murung.

Di sisi Killian dia tidak mengerti dengan gerakan dan gumaman aneh dari Joana. Tadi Elsa, sekarang Harry siapa?

"Apa kau mengenal penyihir es, Joana?" Tanya Killian menyelidik. "Siapa itu Elsa dan Harry?"

"Ah." Joana tersentak mendengar pertanyaan Killian, namun Joana hanya tertawa lepas. Ia baru ingat di dunia ini tidak Elsa dan Harry Potter.

Cantik. Begitulah isi batin Killian menatap Joana yang tertawa ceria.

"Kau ingin tahu?" Sahut Joana dengan senyum yang masih belum luntur. "Elsa itu ratu cantik dari Arendell dan Harry Potter itu Penyihir legendaris."

Penyihir legendaris?

"Apa si Harry masih hidup?" Siapa tahu si Harry ini dapat menyelesaikan permasalahannya tentang Joana. Dan satu lagi, Dimana Arrendell itu?

Entah kenapa Killian seperti dibuat bodoh oleh Joana.

Mendengar pertanyaan dadakan dan terkesan aneh itu membuat Joana berpikir cukup keras. "Mm. Dia berada di dunia lain." Jawabnya kemudian dengan senyum yang entah apa artinya. Semoga Killian tidak menanyainya tentang Harry atau Elsa lagi.

"Aaaa" Joana mengalihkan pembicraan, membuka mulutnya lebar-lebar untuk menerima suapan dari Killian lagi.

***

Beberapa hari tinggal di mansion Grand Duke Edellyn membuat Joana seperti sudah terbiasa menerima pelayanan di mansion mewah Killian sejak kabar runtuhnya mansion Adalberto akibat ulahnya.

Joana sedang sarapaan bersama Killian. Killian duduk di kursi utama dan Joana duduk di kursi samping Killian. Meja makan yang mereka gunakan sangatlah panjang yang bisa menampung puluhan tamu. Maklum orang kaya.

"Mulai besok kau harus berlatih sihir denganku. Setiap hari setelah makan siang temui Aku di aula barat." Killian membuka suara setelah kesunyian yang hanya ada suara dentingan sendok dan piring.

Joana mengangguk begitu saja dengan permintaan Killian sang tuan rumah.

"By the way, dimana keluarga Adalberto sekarang tinggal?" Tanya Joana pada akhirnya. Jika semua mansion runtuh, tidak ada tempat tinggal lagi untuk mereka kan?

"Mereka tinggal di Villa bagian utara Kerajaan Foresta Fredda."

"Lalu bagaimana dengan Marina?" Tanya Joana yang memang itu tujuan basa-basi menanyakan keluarga kandungnya.

Mengantisipasi jika tiba-tiba Marina meninggal saat insiden itu. Joana takut jika Joana Adalberto memang sudah tidak bisa menahan jiwa Marina dari abad 21.

Jika Marina bangkit, tentu itu akan menjadi ke khawatiran Joana yang sudah memutuskan tinggal di Kerajaan antah berantah ini. Dia bisa mati tragis di dunia ini.

"Marina masih belum sadarkan diri." Suara berat dari Killian membuat Joana tersentak.

Selagi Marina belum masuk ke tubuhnya, ia harus memikirkan rencana untuk melindungi Killian dan melindungi seluruh dunia ini.

Joana kembali berpikir bagaimana caranya menghentikan Marina sebelum terlambat. Apa kubunuh saja sampai tubuhnya terpisah? Ah. Tidak. Aku bukan pshycopat yang membunuh saudara sendiri walaupun saudara angkat.

"Joana!" Suara panik dari Killian mengagetkan Joana. Killian menahan tangan Joana agar tidak menggigiti kukunya lagi.

"Ah. Maafkan Aku." Timpal Joana menarik lengannya dari genggaman Killian.

Sebelumnya Killian menatap Joana yang panik setelah mengetahui kabar Marina. Wajah Joana menunjukkan raut wajah ketakutan tanpa sebab.

Setiap kali panik dan takut, Joana selalu menggigiti kukunya sendiri. Ini sudah menjadi kebiasaan pada kehidupan pertamanya.

"Apa yang kau pikirkan sampai ketakutan seperti itu?" Tanya Killian menaikkan sebelah alisnya.

Mendengar pertanyaan itu, Joana ragu apakah dia mengungkapkan yang sebenarnya, atau tetap menutup rahasia serapat mungkin? Tapi apa dia akan percaya?

"Mm. Bukan apa-apa." Jawab Joana pada akhirnya dengan memberikan senyum seadanya.

"Kau tidak pandai berbohong rupanya." Timpal Killian masih menatap netra biru gadis di sampingnya. "Apa kau mengetahui atau menyembunyikan sesuatu?" Sambung Killian menyelidik.

Semenjak tinggal di mansion Grand Duke Killian Edellyn, Joana mulai bereskspresi. Selain wajah datarnya, Joana terkadang marah, panik, kecewa, sedih, maupun ketakutan. Joana merasa lebih hidup di sini.

"Nanti. Jika waktunya tepat, aku akan memberitahukannya padamu." Jawab Joana pada akhirnya. Ia juga bingung dengan dirinya. Seperti Joana Alexandra yang sudah kembali sepenuhnya. Joana yang ramah dan banyak bicara pada teman sekantornya.

"Baiklah. Aku akan terus menagih janjimu itu."

Joana mengangguk dan menyelesaikan acara makan dengan tenang.

***

Tok tok!

Joana tengah berbaring ketika mendengar suara ketukan dari balik pintu.

Sekarang Joana sudah mulai nyaman dengan tempat tinggal barunya di Mansion Grand Duke.

Tinggal di kamar mewah dengan banyak hiasan berwana biru sesuai dengan warna kesukaannya. Di dalam kamar terdapat ranjang big size dengan tiang ala arsitektur kuno, meja rias dan segala perlengkapan yang lengkap, dan perapian yang cukup mewah jika dinading dengan perapian lusuh di kediaman Duke Ferio. Kamar mandi luas dengan kolam yang selalu terdapat air panas, dan almari yang seperti sebuah kamar kecil dengan banyak gaun berbagai warna.

"Masuk." Sahut Joana mempersilahkan orang dari balik pintu untuk masuk.

Dengan sopan wanita berbaju pelayan itu masuk. Ternyata Daisy, pelayan yang ternyata masih hidup dari kejadian tempo dulu.

"Ada apa?" Tanya Joana yang terlalu malas untuk bangkit dari posisi rebahannya.

"Ada Tuan Duke Ferio Adalberto dan Tuan Muda Jeremy Adalberto, Nona." Jawab Daisy dengan menundukkan kepalanya.

Semenjak kejadian itu, Daisy terlihat lebih sopan dan tidak mengikuti kemanapun nonanya pergi. Dia takut dengan kengerian sihir nonanya yang membuat dia hampir terbunuh tertusuk es batu runcing.

mendengar perkataan pelayannya. Joana membuang napas jengah mendengar keluar Adalberto datang ke mansion Grand Duke.

"Siapkan pakaian untukku, Aku akan menemui pria itu." Sahut Joana bangkit dari posisi terlentangnya.

"Baik, Nona."

***

Joana dengan anggun melangkah menuruni tangga menuju ruang tamu kediaman Grand Duke.

Setelah turun, Joana langsung mendudukkan dirinya di kursi semacam sofa tunggal.

Dengan tatapan malas Joana menerima kedatangan kedua pria yang dipanggil Ayah dan Kakak ini.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Duke membuka suara. Duke Ferio menatap Putri kandungnya dengan ekspresi sendu seperti merindukan sosok Joana yang selalu merengek perhatian darinya.

"Anda lihat sediri kan? Saya masih hidup, Tuan Duke Ferio Adalberto." Jawab Joana yang memasang wajah tanpa ekspresi.

Mendengar panggilan 'Tuan Duke' yang ditujukan padanya membuat Duke Ferio seperti sakit hati. Dia menyesal memperlakukan Joana dengan kejam. Memukulinya dan mengabaikan seorang anak yang membutuhkan perhatian darinya.

"Syukurlah." Gumam Ferio kemudian.

"Kau terlihat lebih segar tinggal disini." Kali ini Jeremy membuka suara.

Joana tersenyum sinis mendengarnya. "Tentu saja. Grand Duke memperlakukan Saya selayaknya manusia. Tidak seperti perlakuan kalian yang keluarga kandung sendiri." Joana tersenyum mengejek di akhir kalimatnya.

"Aku minta maaf." Duke Ferio menundukkan kepala meminta maaf tulus pada gadis berambut hitam pendek.

"Aku tidak tahu Marina selalu memperlakukanmu dengan buruk." Kini ganti Jeremy yang juga memasang wajah bersalah.

Pada detik berikutnya Joana tersenyum getir pada kedua pria berbeda usia ini. Jika Dia Joana yang asli pasti akan sangat senang mendengar penyesalan Ayah dan Kakaknya. Tapi sayangnya Dia bukanlah Joana putri mereka.

"Itu karena kalian yang memang tidak memperhatikan putri kandung dan hanya mengutamakan putri angkat. Jadi wajar kalau dia tidak tahu diri menganggap dirinya sebagai putri kesayangan Adalberto. Kalian lebih bersikap tidak peduli denganku."

Deg!

Mereka berdua seakan tertampar dengan ucapan gadis di depannya.

Memang benar, mereka tidak pernah memperdulikan Joana yang Anak atau Adik dari Adalberto.

"Jika tidak ada urusan lain, silahkan Anda kembali. Sebentar lagi Killian akan pulang. Dia tidak akan senang dengan kehadiran kalian."

Joana mengangkat tubuhnya berjalan meninggalkan kedua pria berbeda usia yang masih merasakan rasa bersalah.

***

Setelah kepergian keluarga Duke Adalberto, Joana lebih memilih menghibur diri di perpustakaan Killian.

Ia duduk lesehan bersandar pada salah satu rak buku sembari membaca buku tentang sejarah Kerajaan Foresta Fredda.

Ternyata dulunya Foresta Fredda memiliki empat musim. Tapi semenjak 100 tahun yang lalu, tidak diketahui penyebabnya Kerajaan selalu tertutup salju. Dan karena sejak 100 tahun yang lalu itu juga, semua penduduk di Kerajaan Foresta Fredda di karuniahi kekuatan sihir luar biasa. Ada empat jenis sihir di dunia ini.

Ada enam jenis sihir yang ada di Kerajaan Foresta Fredda, yaitu api, tanah, air, udara, kegelapan, dan cahaya. Dan untuk sihir api terbagi lagi kedalam beberapa warna sesuai tingkatannya, dari tingkatan yang terendah yaitu api kuning, jingga, merah, biru, hijau, dan api hitam.

"Tapi kenapa tidak ada yang membahas tentang sihir es?" Gumam Joana pada diri sendiri.

"Apa yang kau baca?" Suara berat Killian mengangetkan Joana yang melamun.

Killian lantas ikut duduk lesehan disamping Joana. "Apa kau mencari tahu tentang kekuatan sihirmu?" Sahut Killian yang seperti tahu maksud Joana membaca buku sejarah kerajaan. Killian tanpa permisi merebahkan kepalanya di pundak gadis yang memiliki rambut pendek disampingnya.

Sontak membuat Joana tersentak dengan tindakan Killian yang tiba-tiba.

Entah angin darimana, Joana merasa jantungnya sedang berpacu begitu cepat.

Ia menoleh menatap tajam pujuk rambut berwarna coklat pria di sampingnya.

"Iya. Aku tidak menemukannya." Jawab Joana memalingkan wajahnya.

"Sihirmu seperti ada kaitannya dengan alasan Kerajaan Foresta Fredda selalu diselimuti musim dingin." Ujar Killian dengan suara lembut dan nyaman pada pundak gadis bermata biru itu.

"Bagaimana Kau yakin?"

"Aku juga tidak yakin dengan itu. Kenzie sedang menyelidikinya bersama penyihir agung."

"Kenzie?" Tanya Joana yang penasaran kenapa nama pangeran kedua dibawa-bawa. "Jadi Kau memasukkan Kenzie kedalam gengmu lagi? Kupikir Kau membencinya karena Dia menyukai Ellia, wanita yang juga Kau sukai."

"Ellia?" Killian menegakkan kepala kemudian memicingkan matanya. Heran bagaimana gadis itu berasumsi Dia menyukai Ellia gadis tidak berguna itu. "Aku tidak pernah menyukai Ellia si gadis cengeng itu, Joana."

Mendengar pengakuan Killian, Joana akhirnya tersadar pada perkataannya. Ia sadar bahwa alur sudah banyaka berubah semenjak kedatangannya di dunia ini.

Dengan cepat menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Mulutnya ember banget sih.

Ia menoleh ke netra merah yang menatapnya dengan tajam. Mampus! Apa aku bilang aja ya?"

"Sebelumnya aku masih menaruh curiga padamu, Joana. Kau mengetahui pangeran kedua masih hidup, dan bagaimana kau tahu identitas ketua gilda adalah diriku? Bahkan semua anggota gilda saja tidak tahu, tapi bagaimana kau mengetahuinya?" Killian memberikan pertanyaan beruntun yang menjadi pernyataan yang belum terjawab darinya. "Kau pernah bilang kau membacanya? Apa yang kau baca?"

Deg!

Apa aku pernah membertitahunya sebelumnya? Bagaimana Killian tahu aku membaca novelnya?

Setelah beberapa detik menimbang. Joana membuang napas kasar, menutup buku yang telah dia baca. Kemudian menatap mata Killian dengan yakin.

"Apa kau yakin mau mendengarnya? Kau tidak akan mempercayai ucapanku."

"Apapun yang akan kau katakan. Meskipun kau berbohong sekalipun aku akan mempercayaimu, Joana." Balas Killian kemudian mengecup punggung tangan Joana.

Kini mereka dalam posisi salaing berhadapan duduk di lantai perpustakaan.

Joana menarik napas membuang napas kemudian memberikan alibinya. Entah pria itu akan percaya atau tidak, tapi dia harus mengungkapkannya demi menyelamatkan Killian.

"Aku... Aku datang dari dunia lain." Sahutnya pelan dan sedikit ragu. Ia mulai tertunduk menjelaskan lebih banyak. "Dunia ini... Adalah dunia novel, dan aku sudah membaca seluruh isi novelnya." Sambungnya kemudian.

Killian yang mendengarnya cukup terkejut dengan penuturan gadis yang tertunduk di depannya. Namun Killian hanya diam mendengarkan kembali gadis itu.

"Marina akan mati dan hidup kembali dengan jiwa yang datang dari tempat yang sama denganku. Dalam novel Kau dan Marina akan berjuang bersama melawan kematian yang sudah ditakdirkan sesuai alur, tapi-" Joana menggantungkan kalimatnya.

"Tapi pada kenyataannya, Marina akan meluluh lantahkan dunia ini dan membunuhmu." Sambung Joana yang kini meneteskan air mata gemetar ketakutan mengingat sedikit adegan mengerikan yang ditunjukkan Joana asli dialam mimpi.

Killian tersentak mendengar kalimat terakhir. Dengan lembut dia menarik gadis itu kedalam pelukannya. Mengusap punggung dan menenangkannya.

Killian diam tanpa ekspresi, batinnya cukup tercengang dengan kenyataan yang tidak masuk akal. Tapi Dia memilih percaya dengan Joana. Dia telah menjawab seluruh rasa penasarannya. Bagaimana gadis yang penakut berubah menjadi dingin, bagaimana gadis yang tidak berguna menjadi gadis paling berani yang pernah ia temui.

"Kapan... Marina akan bangkit?" Tanya Killian dengan nada lembut masih dalam posisi memeluk dan sesaat kemudian melepasnya.

Ia menatap netra biru yang sudah basah oleh air mata.

Menghapus tetesan air mata yang jatuh dengan jempolnya.

"Hiks. Aku. Hiks. Tidak. tahu." Jawab Joana dengan sesenggukan. Bayangan daratan hitam pekat kembali menyeruak di pikiran Joana. Tangisnya pecah, bukan karena daratan yang sudah lulu lantah, tapi karena kematian Killian yang tragis.

Ini pertama kalinya Killian melihat Joana menangis.

Dari lubuk hatinya yang terdalam, Killian merasa sakit melihat gadis yang entah sejak kapan memasuki hatinya menangis terisak. Gadis dingin telah berubah menjadi gadis lemah.

Killian menggenggam kedua tangan kecil itu dengan lembut. Menguatkan Joana yang lemah di hadapannya.

"Aku mencintaimu, Joana. Aku tidak akan mengikuti takdir itu, Aku tidak akan mencintai gadis lain selain dirimu." Gumam Killian kemudian memeluk Joana dalam dekapan tubuh besarnya. "Temani Aku mengubah takdir, Joana."

***

Bagaimana part ini? Jangan lupa kasih komentar:D

salam dari ImYourList

Terpopuler

Comments

Light Blue.D

Light Blue.D

Ya ampun Elsa mana ada di sana Joannaku sayang 😬😬,

2022-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!