“Pergilah jika tidak ada hal penting yang mau dibicarakan. Jangan membuang waktu berhargamu untuk berhadapan dengan Lady terbuang ini.” Timpal Joana dengan memutarkan bola mata malasnya.
“Apa ini rencanamu? Mendiamkan kami agar kami merasa khawatir padamu?” Sambung Jeremy dengan menyunggingkan senyum mengejek. “Tidak akan pernah.”
Mendengar hal itu, Joana terkekeh cukup keras untuk di dengar oleh pria di ambang pintu tersebut. “Aku masih cukup waras untuk tidak merengek meminta perhatian dan kasih sayang dari kalian.” Jawab Joana tanpa ekspresi kemudian menyunggingkan senyum sinisnya. “Jika tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, silahkan keluar! Tuan Muda Jeremy Adalberto yang Terhormat.”
Dalam hati Jeremy tersentak dengan sikap adik kandungnya ini alih-alih takut dan menundukkan kepala, Dia malah berani menjawab setiap ucapanku. Dan Dia bilang apa? ‘Tuan Muda Jeremy Adalberto yang Terhormat?’.
Meskipun terkejut, Jeremy harus menutupinya dengan wajah biasa yang selalu ia tampilkan kala di depan Joana. Jeremy kemudian membalas perkataan adik yang tidak dianggap ini dengan cemoohan lagi, tidak lupa senyum mengejak, “Bertahanlah selama mungkin, kediaman ini lebih terasa damai tanpa kehadiranmu.”
“Ya ya. Aku juga damai disini tanpa kalian.” Sahut Joana cepat kemudian berbalik menyibukkan dirinya dengan naskahnya. “Lebih baik lagi kalau kalian tidak mencampuri urusanku.” Sambung Joana memunggungi sang kakak.
Jeremy semakin terdiam menatap punggung sang adik kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Joana dengan pemikirannya.
***
Sudah satu bulan Joana terjebak di kediaman Duke Adalberto. Terasingkan di lantai tiga yang hanya ditemani oleh pelayan satu-satunya yang ia rekrut saat pergi ke suatu tempat menjual naskahnya.
Hari ini, Joana dengan gaun tebal dan memakai jubah bertudung, Joana untuk pertama kalinya turun dari lantai tiga menuju ke ruangan Ayahnya.
“Saya ingin bertemu dengan Yang Mulia Duke.” Ujar Joana pada Kepala Pelayan yang berjaga di depan pintu ruang Duke seperti yang biasa ia lakukan.
“Saya akan menginformasikan kepada Tuan Duke terlebih dahulu Nona.” Jawab Kepala Pelan yang menundukkan kepala sejenak kemudian masuk ke dalam.
Beberapa menit kemudian Kepala Pelayan keluar dan memberikan izin, lantas ia pun membukakan pintu mempersilahkan nonanya untuk masuk.
Untuk pertama kalinya Joana Adalberto palsu masuk ke ruangan Duke. Disana ada Kakak keduanya Jacob yang berdiri disamping Duke Ferio yang duduk di meja kerjanya.
Mereka berdua sama-sama menatap Joana yang berjalan dengan angkuh tanpa ekspresi. “Selamat pagi Tuan Duke Ferio dan Tuan Muda Jacob Adalberto.” Sapa Joana membungkukkan sedikit badan dan menyilangkan kakinya ala salam para bangsawan.
Jacob yang pertama kali melihat perubahan Joana nampak terkejut, Ia sudah mendengar perubahan Joana dari Kakak dan Ayahnya, tapi tentu Jacob tidak akan mempercayai seorang anak seperti Joana akan berubah.
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Jacob dengan nada ketus dan mencemooh. Sementara Duke hanya diam tanpa ekspresi menatap putri yang terbuang.
“Saya ingin keluar.” Jawab Joana to the point. Ia terlalu malas beromong-kosong dengan penghuni mansion ini.
Ferio menaikkan sebelah alisnya heran sekaligus terkejut dengan putri yang sebulan tidak membuat masalah tiba-tiba meminta keluar.
“Untuk apa?” Tanya Ferio.
“Kau akan mempermalukan keluarga Adalberto jika kau menunjukkan sosokmu yang menjijikkan itu.” Ejek Jacob lagi. Sepertinya pria itu yang paling membenci Joana sebagai adiknya.
Namun Joana hanya menatap malas pada pria yang sedang berdiri itu. “Saya bosan.” Hanya itu penjelasan yang diberikan Joana sebagai alasan. Memang benar tujuan utamanya keluar memang karena bosan, dan tujuan lain yaitu menjual naskah sekaligus bertemu dengan ketua gilda informasi yang sekaligus Grand Duke Killian Edellyn.
“Jangan khawatir Tuan Duke. Saya tidak akan membuat nama Anda tercoreng karena Saya. Saya masih waras untuk tidak membuat nama Saya yang jelek lebih jelek lagi.” Sambung Joana yang belum mendengar jawaban dari Duke.
Mendengar hal itu, Jacob semakin menatap Joana dengan tatapan meremehkan sekaligus mengejek. Mungkin dalam hatinya sekarang berkata ‘Itu tahu kalau image mu sudah jelek di kalangan bangsawan’
“Baiklah, ajak pengawal Rion bersamamu.” Jawab Ferion setelah menimbang alasan.
“Terimakasih Tuan Duke.” Joana kembali memperagakan salam ala bangsawannya.
Joana kemudian berbalik dan hendak meinggalkan Ayah dan Anak itu.
***
Di pasar, Joana telah turun dari kereta kuda dengan dibantu oleh pengawal keluarga Adalberto bernama Rion. Pria gagah dengan rambut coklat dan mata hazel yang indah.
“Terimakasih Tuan Rion.” Joana mengucapkan terimaksih kepada pengawal yang memberikan tanggannya membantu turun dari kereta kuda.
“Ini sudah kewajiban Saya, Nona.” Balas pengawal itu membungkkan badan dengan sopan.
“Apa Saya boleh mengantar Anda, Nona?” Tanya pengawal itu karena melihat nonanya celingak celinguk seperti kebingungan.
“Ah, Saya mau mencari tempat yang menjual novel sekaligus penerbitannya.” Sahut Joana akhirnya. Untung saja ada Rion yang bisa ditanyainya.
“Nona tidak perlu sopan pada Saya.” Pengawal Rion merasa ucapan nonanya tidak pantas diucapkan pada pengawal rendahan sepertinya. “Tempat percetakan buku ada di ujung jalan, Nona. Mari Saya antar ke tempat itu.”
Pengawal Rion berjalan beriringan karena Joana merasa tidak nyaman jika Dia hanya berjalan mengikutinya dari belakang. Berangkat bersama tapi kenapa pria itu di belakang. Jadi mau tidak mau pengawal tampan itu menuruti Nonanya.
“Ini Nona tempatnya.”
Rion dan Joana berdiri tepat di bangunan kayu sederhana. Ketika Joana masuk, Dia disambut oleh para penjaga tokoh yang ramah.
Sejak keluarnya Joana dari kediaman Duke, Joana sudah menggunakan gaun tebal sederhana dengan tudung yang menutupi seluruh gaun dan rambutnya. Karena dengan melihat warna rambut hitam Joana, pasti mereka akan segera mengetahui tentang Joana Adalberto sang Lady buangan dari keluarga Duke Adalberto.
“Saya ingin bertemu dengan pemilik toko buku ini.” Sahut Joana akan kedatangannya kesana.
Beberapa menit kemudian, Joana dibawa oleh penjaga toko memasuki ruang yang digunakan sebagai transaksi khusus, sementara Rion berada di luar bangunan.
“Selamat siang, Nona.” Sapa pria yang memiliki tubuh cebol yang di kenal sebagai pemiliki.
Joana diam tidak membalas sapaan tersebut. Kemudian langsung memberikan selembar kertas yang berisi ringkasan cerita yang Dia buat. Joana hanya memberikan satu lembar karena kerahasiaan naskah agar tidak di palgiasi jikalau transasksi gagal dilakukan. Mungkin ini karena otaknya sebagai editor berpikir cerdas sebelum melakukan sesuatu.
“Saya ingin menjual naskah Saya, Tuan Baron. Silahkan Anda membaca sedikit isi dari naskah yang saya buat.” Ujar Joana menyerahkan selembar kertas tersebut pada pemilik.
Pria cebol berambut keriting itu hanya menerimanya dalam diam. Ada rasa tertekan saat berhadapan dengan Nona misterius di depannya. Apalagi dengan tudung dan hanya menampakkan wajah yang datar tanpa ekspresi.
“Wow. Sangat bagus, Nona.” Puji pemilik toko buku itu setelah membaca habis rangkuman cerita.
“Ini pertama kalinya saya membaca novel bergenre tragedi, romantis, komedi, dan perselingkuhan, Nona.” Sambungnya dengan nada ceria seakan mendapat rejeki nomplok yang akan datang setelah bukunya terbit.
“60 : 40” Sahut Joana langsung merundingkan keuntungan tanpa banyak omong. “Saya 60 dan Anda 40 persen, bagaimana?”
Pria cebol itu terkejut dengan tawaran yang diberikan Joana. “Nona, tapi kami biasanya membagi keuntungan 70:30, Nona. 70 untuk penulis, dan sisanya untuk toko ini.” Jawab pemliki toko. Usaha toko buku yang ia jalankan selalu menerapkan keuntungan tersebut, makanya ia tidak serta merta menerima permintaan gadis polos tanpa tahu hukum bisnis.
“Saya tahu.” Balas Joana cepat. “Sepuluh persen tambahan untuk Anda jika merahasiakan identitas Saya.”
Joana kemudian membuka tudungnya yang memperlihatkan rambut hitam lurus yang dikucir kuda.
Seketika mata pemilik toko itu membulat lebar, “Nona Joana Adalberto? Salam hormat bertemu dengan Anda, Nona.” Dengan cepat pemilik toko itu berdiri dan kemudian membungkukkan padanya.
“Tidak perlu terlalu sopan, Tuan Baron. Saya disini adalah partner kerja Anda. Apalagi Saya hanya Lady yang terbuang, jadi tidak perlu sesopan itu pada Saya.”
“Ah, Baik.” Pria itu kembali duduk. Namun duduknya terasa canggung karena gadis di depannya ternyata seorang bangsawan kelas atas.
“Jadi Saya memiliki permintaan, Tuan.” Ujar Joan kemudian. “Novel yang Saya buat dengan nama pena Alexandra ini akan Saya berikan satu bab dalam satu minngu. Dan setiap minggu, datanglah ke kediaman Duke Adalberto untuk mengambil naskahnya. Tentu harus dilakukan diam-diam, Saya tidak ingin keluarga Saya mengetahuinya.” Jelas Joana dengan muka datar yang belum luntur sejak masuk ke toko.
“Baik, Saya akan melakukannya, Nona.” Timpal pemilik toko dengan sopan.
“Untuk masalah pembayaran, tolong Anda simpan dulu sampai Saya menemukan orang yang tepat sebagai penyimpan dana saya.”
Pria itupun mengangguk lagi, mengerti dengan permintaan Joana.
***
Setelah menandatangani kontrak, Joana beralih ke gilda informasi. Joana telah lepas dari pengawalan Rion dengan alasan ingin ke toko baju, dan sepertinya Rion masih berdiri di depan toko baju menunggunya.
Joana memasuki sebuah bar. Tanpa perkenalan atau apa, Joana langsung memesan kode rahasia pada bartender. Dan bartender pun mengerti permintaan wanita yang dilayaninya.
“Saya ingin kopi yang spesial.” Ujar Joana seperti kode meminta bertemu dengan ketua gilda.
Awalnya bartender merasa terkejut bagaimana wanita yang tampak polos seperti tidak mengetahui dunia luar mengetahui kode yang paling rahasia, tapi ia tetap melayaninya sebagai pelanggan gilda dengan ramah.
Tanpa pikir panjang, bartender itu masuk ke dalam bar, menuju ruang khusus yang digunakan oleh ketua gilda.
“Tuan, ada Nona yang mau bertemu dengan Anda.” Ujar bartender itu dengan sopan pada seorang pria berbadan kekar memakai topeng menutupi wajahnya.
“Nona?” Pria itu menaikkan sebelah alisnya yang tertutup oleh topeng, kemudian dilanjutkan dengan senyum yang entah apa artinya. “Bawa kesini.”
***
Sebenarnya Joana terpaksa menemui ketua gilda yang sekaligus tokoh antagonis yang menjadi tokoh utama novel, yaitu Grand Duke Killian Edellyn.
Joana telah menunggu sesuai alur dalam novel, tapi sayangnya Marina tidak menujukkan gelagat perubahan meski alur yang sebenarnya sudah terlewat dan Marina masih di tahap mencintai Putra Mahkota dengan gila.
Jika bukan Marina, maka Joana yang akan menggantikan alur dalam novel.
Joana diarahkan menuju ruang rahasia oleh sang bartender. Hingga tiba di sebuah pintu berwarna hitam pekat dengan gagang perak berbentuk bulat. Bartender itu mengetuk sebagai tanda bahwa sudah membawa tamu.
“Masuklah.” Suara berat dari dalam yang terdengar merdu.
Pria dengan topeng itu menatap tajam ke arah seorang gadis yang tertutup tudung. Terlihat gadis itu dengan angkuh duduk di depan kursi yang berhadapan dengannya. Tanpa meja, hanya kursi.
“Apa yang kau inginkan, Gadis kecil?” Tanya Killian dengan suara khas bariton. Ia masih mengamati gadis itu dengan tajam. Penasaran apa yang di inginkan gadis polos masuk ke gilda informasi bertemu dengan ketuanya langsung.
“Saya memiliki informasi yang menarik, Yang Mulia Grand Duke Killian Edellyn.” Jawab Joana sembari menurunkan tudungnya yang menampilkan rambut hitam pekat dibawah sinar lampu. Kemudian mata birunya menatap tajam mata merah yang dimiliki Killian tanpa rasa takut.
Grand Duke Killian terkejut bagaimana gadis ini mengetahui identitasnya yang bahkan tidak diketahui anggota gildanya sendiri.
Namun ketika gadis itu membuka tudungnya, lebih terkejut lagi ketika mengetahui dia adalah Lady yang dirumorkan sebagai Lady yang terbuang dari keluaraga Adalberto.
“Bagaimana kau tahu?” Tanya Killian dengan nada mengancam serta mengeluarkan sihir pekatnya untuk menekan gadis di depannya.
Joana terbatuk-batuk merasakan lehernya seperti di cekik oleh sesuatu. Ia berusaha tetap bertahan meski Killian memberikan sihir padanya. Ia juga tidak bisa melawan karena Dia tidak memiliki sihir sama sekali.
“Tu-an.” Joana berusaha membuka suara ditengah tekanan sihir Killian sang antagonis novel. Ia sadar pertemuannya dengan Killian pasti mengundang bahaya.
Kedua tangan Joana tetap memegang lehernya yang terasa sakit dan napas yang tercekat, berusaha mencari udara untuk membuatnya tetap bertahan.
Akhirnya setelah beberapa menit, Killian melepaskan sihir penekan memberi kesempatan pada gadis berambut hitam itu. Datang ke rumah iblis tanpa tahu bahayanya, Gadis bodoh. Apa Dia tidak tahu sedang berhadapan dengan iblis haus darah?
Killian cukup penasaran bagaimana gadis yang tidak mengetahui dunia luar tahu tentang dirinya yang seorang Grand Duke. Rasa penasaran akhirnya muncul di benak Killian.
"Baiklah Nona. Anda hanya memiliki satu kesempatan." Sahut Killian dengan nada mengancam namun ada sedikit senyum yang muncul di sudut bibirnya yang tertutup topeng.
Sementara Joana terlihat berusaha mengatur napasnya yang tersengal akibat sihir Killian.
Terdapat bekas merah seperti luka yang disebabkan luka tercekik sebuah tali, melingkar di leher Joana yang kontras dengan kulitunya yang putih.
"Sa-ya-me-miliki informasi, Yang-Mulia." Jawab Joana dengan tersengal.
"Informasi apa yang kau berikan?" Tanya Killian lagi dengan mengangkat sebelah alisnya keheranan.
"Pangeran." Jawab Joana mantap. Menegakkan tubuhnya dan berusaha mengatur napasnya kembali.
"Pangeran? Putra Mahkota Kinsey?"
Joana menggeleng cepat. "Bukan. Pangeran kedua, Kenzie De Fredda."
Mendengar nama pangeran yang sudah mati di bahas, membuat Killian semakin penasaran dengan informasi dari gadis pemberani ini. Apa dia akan memberitahu informasi penyebab kematian pangeran?
"Pangeran kedua, masih hidup."
Seketika membuat Killian terkejut. Bagaimana mungkin orang yang dinyatakan mati malah dibilang masih hidup oleh seorang gadis polos. Memang benar sampai saat ini jasadnya tidak ditemukan. Tapi Killian telah mencarinya selama beberapa tahun belum menemukan jasad atau tubuh pangeran kedua yang sekaligus sahabatnya itu.
"Apa bukti yang menunjukkan pangeran Kenzie masih hidup?"
Joana tahu betul isi jalan cerita dalam novel. Pangeran kedua adalah second lead yang mencintai Ellia. Dan selama ini, keluarga Ellia lah yang menemukan Pangeran kedua. Namun karena keluarga Count Earlene tidak pernah mengetahui wajah keluarga kerajaan, hingga akhirnya ia menjadikan Kenzie sebagai pengawal untuk putrinya. Dan bagi pangeran kedua sekaligus sebagai tempat persembunyian dari kegilaan Putra Makota yang rakus akan kekuasaan.
Ellia sang protagonis juga memperlakukan Kenzie selayaknya teman sendiri, bukan hubungan atasan dan bawahan. Hal itu yang membuat Kenzie jatuh cinta pada Ellia Earlene. Sehingga Kenzie memilih tinggal bersama dengan keluarga Earlene dan melupakan dirinya yang sebagai pangeran Kerajaan Foresta Fredda.
"Pangeran bersembunyi di tempat di keluarga bangsawan jatuh. Keluarga Count Earlene."
Mata merah Killian membulat sempurna mendengar penjelasan Joana. Bagaimana mungkin, gadis kecil dan polos tahu keberadaan Kenzie sementara dirinya yang sudah berkeliling negeri tidak pernah menemukan jejeknya.
Killian terkekeh pelan. Betapa beraninya gadis ini. Mengucapkan lokasi keberadaan pangeran dengan gamblang.
"Saya tahu Anda tidak akan percaya. Tapi mengingat Saya mengetahui identitas Anda. Saya harap Anda menyelidikinya. Jika terlambat sedikit, sahabat Anda akan benar-benar mati." Sambung Joana dengan tatapan dingin menatap netra merah Killian.
Mendengar ancaman gadis berambut hitam didepannya, lantas Killian melepas topeng dengan sukarela. Menatap mata biru yang membalas tatapannya dengan berani tanpa rasa takut dimatanya. Selama hidupnya, tidak ada yang berani menatap langsung mata merah seperti darah ini.
Killian tertawa keras hingga menggema di ruangan sempit itu. Bagaimana ia tidak tertawa, ini pertama kalinya ada orang yang berani berhadapan langsung dengan iblis kejam dari utara yang terkenal dengan kegilaannya pada darah.
Gadis di depannya itu tidak takut sama sekali. Bahkan tubuhnya tidak bergetar sama sekali. Terlihat angkuh namun juga anggun. Apalagi gadis berani ini sama sekali tidak memiliki sihir. Tidak memiliki perlindungan sama sekali.
"Baiklah, Nona. Jadi apa yang kau inginkan sebagai timbal balik informasi ini?" Tanya Killian setelah menghentikan tawanya dan kembali menatap bola mata biru Joana.
"Saya ingin hidup." Jawab Joana dengan yakin.
Killian mendengar permintaannya pun menyerngit keheranan. Datang kemari seperti menghantarkan nyawa. Tapi apa dia bilang? Ingin hidup?
"Apapun yang terjadi. Kuharap Anda melindungi Saya, Tuan." Sambung Joana dengan tatapan yang masih tertuju pada Killian.
"Akan kupikirkan setelah menyelidiki informasimu."
"Terimakasih, Tuan." Joana kemudian berdiri membungkukkan badannya seolah memberi salam perpisahan pada Grand Duke.
"Tapi kau akan mendapat konsekuensi jika ucapanmu itu salah." Killian memberikan ancaman sebelum membiarkan Joana meninggalkan ruangan.
Namun Joana hanya diam tanpa ekspresi kemudian berjalan keluar dari tempat mengerikan itu.
Setelah Joana menghilang dari ruangan sempit minim cahaya itu, Killian memanggil bayangan di belakangnya.
"Temukan Kenzie dan cari tahu tentang gadis itu." Perintah Killian langsung dilaksanakan oleh prajurit bayaran yang menghilang seperti sekelebat angin.
Setelahnya, Killian tertawa dengan wajah yang menunjukkan ketertarikan.
Bagaimana seorang gadis polos mengetahui identitasnya, bagaimana seorang gadis polos tahu tentang persahabatannya dengan pangeran kedua, bagaiman gadis tanpa sihir dengan berani masuk ke dalam sarang iblis? Dia itu bodoh atau apa?
***
Joana keluar dari bar kemudian berjalan lemas menuju sembarang arah. Kakinya sudah lemas setelah diskusinya dengan Killian.
Ia lupa kalau Killian memiliki julukan iblis haus darah.
Jika saja ia menunjukkan ketakutannya sedikit, mungkin ia akan mati lebih cepat di tangan Killian.
"Nona." Suara familier menyentuh pundak Joana yang terasa kaku. Ia masih dalam posisinya tanpa menoleh ke sumber suara. Napasnya masih tercekat dan berusaha menstabilkan pernapasannya.
"Apa Anda terluka?" Tanya Rion panik menemukan nonanya dalam kondisi lemas berpegangan pada tembok bangunan.
"Ayo kita kembali." Joana mengabaikan pertanyaan Rion dan berniat menyudahi kegiatannya.
Sebelum beranjak, tiba-tiba tangan Joana di cekal oleh seorang gadis muda yang gemetar ketakutan.
Rion yang melihat ada pengganggu, menarik pedangnya dan mengarahkan ke leher gadis yang telah terduduk menarik lengan nonanya.
"Nona, Saya mohon bantu Saya. Hiks." Gadis itu ketakutan sambil menangis meminta pertolongan pada siapapun yang di temuinya.
Gadis itu masih memegang tangan Joana dengan erat. Mengindahkan ada pedang yang mengarah di lehernya.
"Bawa kembali pedangmu Rion." Perintah Joana pada pengawalnya.
"Tapi Nona..." Sebelum menyelesaikan ucapannya, Tiba-tiba seorang laki-laki bertubuh jumbo nan kekar menghampiri mereka bertiga. Gadis itu melihat pria jumbo itu dengan rasa takut setengah mati.
Rion lantas dengan sigap berdiri membelakangi nonanya dan gadis malang itu. Berdiri dalam posisi kuda-kuda menodongkan pedang sebagai perlindungan. "Siapa Kau?" Ujar Rion dengan suara baritonnya.
"Nona kumohon." Gadis itu menangis sesenggukan masih meminta pertolongan padanya.
'Aku sudah sangat pusing sekarang, lalu apa?' Batin Joana yang menatap gadis itu tanpa perasaan.
"Kembalikan gadis sialan itu, Nona. Tapi jika Nona mau ikut dengan Saya tentu Saya tidak keberatan." Ujar pria raksasa tak tahu malu.
Lihat wajah jeleknya semakin jelek ketika tersenyum seperti itu. Menjijikkan.
"Rion." Sahut Joana yang memandangi punggung pengawalnya yang sudah siap siaga berjaga di depan melindungi nonanya dari belakang. "Bunuh dia." Sambung Joana dengan dingin.
"Baik, Nona." Rion langsung menyerang pria jumbo itu dengan sadis.
Hingga tak menunggu waktu lama. Pria raksasa itu sudah tumbang di tangan Rion. Darah disekujur tubuh.
Lantas Rion memasukkan kembali pedanganya yang sudah berlumuran darah kedalam sarungnya.
Memang tidak salah, sesuai penggambarannya di novel, Rion adalah kesatria yang sihir dan kekuatannya setara dengan Jacob.
"Kita pulang sekarang, Rion." Rion menoleh kebelakang melihat nona yang menjadi pengawasannya.
Sementara gadis malang itu terkejut ketakutan melihat jasad penuh darah pada orang yang mengejarnya.
"Nona, kumohon bawa Saya. Saya akan melakukan apapun, Nona." Rengek gadis malang yang memakai gaun kotor dan terkoyak.
"Apa perlu Saya bunuh juga, Nona?" Rion menatap tajam pada gadis yang tidak lepas dart tarikannya menarik tangan nonanya dengan memohon.
Joana menghela napas panjang. Ia sudah lelah dan pusing.
"Biarkan dia ikut." Gumam Joana dengan wajah datar khas miliknya. Ia tidak mau membuat masalah semakin panjang. Ia yakin dengan intuisinya jika ia menolak, maka akan semakin gadis ini ngotot.
Dan sejak kedatangan Daisy di lantai tiga kediaman Duke Adalberto sedikit demi sedikit mengisi kekosongan rumah yang selalu tampak membosankan.
"Nona, ada surat dari Tuan Baron." Daisy datang memberikan sepucuk surat dari pemilik toko buku. Di surat tidak disebutkan siapa baron yang dimaksud, tapi Joana tahu, surat yang hanya ditujukan padanya dari tuan baron pasti membahas mengenai novelnya.
"Letakkan diatas meja." Jawab Joana yang masih santai merebahkan tubuhnya yang lelah diatas ranjang kesayangannya.
"Nona?" Lagi, Daisy memanggil nonanya yang dalam kondisi save batery mode.
"Apa?" Balas Joana dengan malas masih tengkurap diatas ranjang.
"Ada burung pembawa surat di balkon, Nona."
Mendengar hal itu, lantas Joana menarik tubuhnya dari kasur lembutnya.
Dengan rambut dan gaun yang berantakan, Joana berjalan membuka jendela balkon mempersilahkan burung itu masuk.
Ia berdiri dan kemudian membuka jendela balkonnya. Burung itu membawa surat di kakinya dengan di ikat pita yang melambangkan keluarga Grand Duke Edellyn. Pasti Killian yang mengirimnya.
Joana melepas pita yabg mengikat surat kemudian membiarkan burung merpati putih terbang ke pemiliknya lagi.
"Daisy. Aku ingin makan buah." Gumam Joana yang berusaha mengusir Daisy dari kamarnya.
Sejak kemarin setelah Joana memutuskan membawa ke kediaman Adalberto, ia selalu ada rasa curiga pada pelayan barunya itu. Dia selalu menempel kemanapun Joana pergi.
Merepotkan.
"Baik, Nona." Daisy kemudian pergi melaksanakan perintah dari nonanya.
Joana pun duduk di meja kerjanya membaca surat dari Grand Duke.
'Saya sudah mendapatkan hasil penyelidikan. Saya harap Anda besok bisa menemui Saya di gilda terkait kesepakatan kita. Tertanda Killian Edellyn'
Cepat sekali pria itu mendapatkan informasi. Tapi yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana caranya keluar dari mansion sialan ini.
Baru kemarin ia keluar dari mansion dan sudah meminta pengawalnya membunuh seseorang.
Joana di kurung tidak boleh keluar rumah sampai tiga bulan. Dan Rion di jatuhi hukuman skors tidak boleh menampakkan diri di barak latihan selama seminggu.
Beberapa saat kemudian Daisy mengetuk pintu dan kemudian masuk membawa sepiring buah segar diatas meja.
"Ini, Nona." Daisy dengan senyum polosnya memberikan beberapa potong buah yang telah di kupas dan dipotong kecil.
Joana pun mencelupkan kertas berisi pesan dari Killian kedalam gelas yang ada disampingnya. Membuat kertasnya menjadi bubur.
Joana lantas bergerak menuju meja tempat biasa ia makan. Ia mengambil sepotong apel kemudian memakannya.
"Daisy." Ujarnya setelah diamnya Joana memakan habis buah yang di hidangkan. "Berikan ini pada bartender di bar di persimpangan pasar." Joana memberikan sebuah botol kecil yang didalamnya terdapat surat balasan untuk Killian. "Katakan pada bartender itu, terimakasih untuk kopinya spesialnya."
Daisy mengiyakan permintaan nonanya dan menerima botol tersebut. Dengan segera ia membawa botol tersebut ke alamat yang bersangkutan.
Selepas kepergian Daisy. Ia membuka surat yang dikirim oleh baron pemilik toko buku.
Disana dijelaskan kalau novelnya sudah di cetak dan akan di perjualkan besok.
Joana lantas membaringkan tubuhnya diatas kasur kemudian entah angin darimana, Joana langsung tertidur pulas.
***
Bagaimana part ini? Jangan lupa tulis di komentar ya:D
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments