Bab 3

Malam pukul dua belas. Joana dibangunkan oleh hawa dingin menusuk. Jendela kamarnya tiba-tiba terbuka lebar. Joana bangkit dan menutupnya tanpa memikirkan hal aneh, mungkin angin yang sudah membukanya.

Ketika berbalik dan hendak menuju kasurnya lagi, ia dikejutkan dengan Killian yang sudah duduk santai di tepi ranjang.

"Apa yang Anda lakukan disini?" Tanya Joana tegas.

Pria itu hanya duduk diam dengan wajah datarnya.

"Apa kau mau menggoda seorang gadis polos dengan pakaiannmu itu?" Joana menatap tajam kemeja tipis berwana putih dan celana yang cukup tebal di tengah hawa dingin kerajaan Foresta Fredda.

Tanpa mempedulikan jawaban apa yang akan keluar dari mulut Killian. Joana merebahkan tubuhnya tidur tengkurap disamping pria itu. Seakan tidak mempedulikan bahwa ada laki-laki di kamarnya pada waktu tengah malam.

"Lalu apa kau sedang menggoda seorang pria dengan gaun tidurmu yang tipis itu?" Killian balik bertanya menatap punggung seorang gadis yang dengan santainya tidur meskipun ada iblis disampingnya.

"Jadi, ada apa kemari?" Tanya Joana pada akhirnya. Ia merasa tidak nyaman dengan kehadiran Killian di kamarnya. Apalagi mengingatkan kejadian kemarin yang mana ia hampir mati oleh Killian.

Joana masih dalam posisi tengkurap karena rasa kantuknya yang luar biasa.

"Darimana kau tahu tentang keberadaan pangeran kedua?" Tanya Killian dengan nada pelan. Mengingat sudah tengah malam. Jika berisik pasti orang akan menangkapnya.

"Aku membacanya." Jawab Joana yang mulai hilang kesadarannya.

Mendengar jawaban Joana. Membuat pria itu semakin bingung dengan jawaban yang diberikan. Membacanya?

"Apa yang kau baca?"

Killian tidak mendengarkan jawaban lagi. Kamar Joana yang sepi terasa lebih sunyi senyap.

Killian menatap gadis yang dengan santai tertidur meski ada iblis haus darah berada di dekatnya. Hingga sepersekian detik kemudian senyum terbit di bibir tebal pria tampan itu.

"Gadis aneh." Gumam Killian sambil terkekeh kemudian ikut membaringkan tubuhnya dengan terlentang disamping Joana yang tengkurap.

Lantas Ia menutup tubuh Joana dengan selimut menutupi sampai bawah leher.

Dan Joana hanya menggeliat, memeluk erat selimutnya.

Mereka pun menghabiskan malam dingin bersama.

***

"Nona, bangun. Tuan Duke meminta Anda sarapan bersama." Daisy mencoba membangunkan nonanya dengan menggoyang-goyangkan badan.

"Nona. Bangunlah."

Joana menggeliat diatas kasur, masih mendengar ucapan pelayannya. "Katakan pada Tuan Duke. Aku sedang tidak sudi menatap keluarga busuknya." Gumam Joana dengan suara serak khas pasca bangun tidur kemudian melanjutkan mimpinya.

"Tapi Nona?" Daisy seperti tidak mengerti dengan orang-orang yang ada di mansion Duke ini.

Tidak ada yang lewat atau lalu lalang di lantai atas. Dan Nonanya yang terlihat selalu sendirian tanpa interaksi dengan keluarga Duke lainnya.

"Baiklah, Nona. Saya akan memberitahukannya pada Kepala Pelayan. Tapi setidaknya Anda bangun dan mandi. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk Anda mandi." Mau tidak mau Joana bangun dengan malas.

Gaun tidurnya terlihat lecek dan rambut panjang yang sudah amburadul serta wajah tak kalah jelek dengan sedikit iler di sudut bibirnya.

Joana duduk bersilang masih diatas ranjang, melakukan peregangan. Entah kenapa ia sangat kelelahan kemarin malam, seperti ada orang orang yang menindihnya.

Dan pelakunya adalah Killian. Dia memeluk erat tubuh Joana yang tertidur. Tahu-tahu Killian sudah menghilang saat pagi.

Dan dalam ingatan Joana menganggap kehadiran Killian semalam hanyalah sebuah mimpi.

***

Joana duduk dengan anggun menyantap roti isi sayur dan daging yang dibuat oleh Daisy pelayan barunya.

Tiba-tiba ia di kejutkan dengan kehadiran Duke yang masuk tanpa permisi.

"Apa hubunganmu dengan Grand Duke?" Tanya pria paruh baya itu tanpa basa basi.

Joana menoleh dengan jengah ke arah Ayahnya. Ia memutar bola mata birunya malas. "Aah, Jadi Anda mengajak Saya sarapan bersama untuk bertanya hal ini?" Jawab Joana memasang wajah datar.

Tak berselang lama, Marina sudah berdiri di belakang Duke Ferio.

Mata biru Joana tersentak melihat wajah Marina secara langsung. Tapi ia harus mempertahankan wajah datarnya meski ditatap tajam oleh gadis berambut pirang itu.

"Cukup katakan apa hubunganmu dengan Grand Duke!" Tanya Duke Ferio sekali lagi dengan nada tegas dari suara baritonnya.

"Saya bertemu dengan Grand Duke saat aku keluar dari mansion. Anda puas?"

"Waaah. Pagi-pagi sudah ada drama keluarga." Tiba-tiba sebuah suara milik Killian menggema di lantai tiga. Di ikuti Jacob dan Jeremy menatap acuh Joana yang belum bergeming dari tempat duduknya.

"Sekarang Saya sudah bertemu dengan Lady Joana. Jadi ijinkan Saya bicara dua mata dengannya, Tuan Duke Ferio." Suara berat Killian dengan nada dingin yang terasa menyeramkan akhirnya dengan curiga di setujui oleh Duke.

"Baiklah, Yang Mulia Grand Duke." Ujar Ferio yang harus bersikap sopan pada anak muda yang memiliki gelar lebih tinggi darinya.

Duke beserta anak-anaknya pergi meninggalkan lantai tiga. Sekilas Marina menatap Joana dengan senyuman culas.

Sepeninggal keluarga Adalberto, Grand Duke dengan santai duduk kemudian mengambil alih sarapan Joana.

Tangannya dengan santai mengambil kopi pagi milik Joana kemudian menyeruputnya dengan nikmat.

Di tengah cuaca dingin kerajaan hutan dingin, kopi panas memang pilihan terbaik.

Joana menatap Killian dengan jengah.

"Daisy!" Joana berteriak memanggil pelayannya yang sepertinya berada di pintu depan.

Dan benar, Daisy langsung masuk ketika namanya dipanggil.

"Buatkan aku sarapan lagi." Perintah Joana pada pelayannya.

"Dan juga buatkan aku kopi." Kali ini Killian yang meminta.

Daisy hanya pasrah mengangguk mengiyakan permintaan nona dan tamu nonanya.

"Untuk apa Anda kesini pagi-pagi?" Joana membuka suara setelah kepergian pelayannya. Tanpa embel-embel gelar kehormatan atau menjaga kesopanannya.  "Bukankah disurat Saya sudah menjelaskan permintaan Saya sebagai timbal balik informasi?"

Killian kembali menyesap kopi milik Joana yang hampir habis. "Aku tidak datang pagi-pagi." Ujarnya santai.

"Aku datang tengah malam."

"Hah?" Joana tidak menyangka dengan elakan pria di depannya. "Datang tengah malam?" Sambungnya sembari menyerngitkan kedua alisnya menatap pria yang dikenal sebagai iblis haus darah itu.

"Jadi yang semalam bukan mimpi?" Joana terkejut mengingat ingatan semalam yang dikira mimpi. Wajah datar yang selalu ia pasang roboh karena keterkejutannya pada perilaku pria di depannya. Dalam novel Dia diceritakan sebagai sosok yang pelit bicara dan anti dengan ikut campur urusan orang lain. Tapi siapa yang dihadapannya sekarang?

"Apa kau gila? Datang di tengah malam ke kamar seorang gadis tanpa sihir dan perlindungan?" Kali Joana mengangkat sebelah alisnya memarahi dengan meninggalkan kesopanan Anda-Saya pada pria yang hanya tersenyum tanpa diketahui arti di depannya.

Joana menghela napas kasar. "Jadi apa yang mau kau katakan padaku?"

Killian hanya terkekeh pelan melihat reaksi Joana yang tidak lagi memasang wajah tanpa ekspresi. Apalagi dengan nada  bicaranya yang terlalu santai yang diberikan pada orang sekelas Grand Duke di kerajaan. Meskipun ekspresi yang dia buat adalah marah. Tapi entah kenapa Killian berharap senyum yang akan ada di wajah gadis di depannya.

"Permintaan yang tertulis di suratmu hanya kalimat Jangan Bunuh Saya." Ujar Killian mengingat isi surat yang diberikan bartender padanya. "Apa menurutmu Aku ini tukang bunuh?"

Apa kau tidak sadar dengan julukan iblis haus darah itu hah? Batin Joana rasanya ingin merutukinya secara langsung.

"Bukankah kau Killian iblis haus darah?" Jawab Joana santai. "Kau bisa saja membunuhku kapan saja. Jadi aku meminta perlindunganmu."

Killian tersenyum sekilas. "Aku tidak akan mungkin membunuh barang milikku, Nona."

Barang milikku?

Mendengar jawaban itu, Joana teringat dialog yang seharusnya miliki Marina dan Killian. "Aku tidak akan mungkin membunuh barang milikku."

"Apa kau menyukaiku?" Tanya Joana cepat. Bodo amat jika dia bilang tidak. Karena dalam novel setelah dialog itu Killian mengatakam rasa ketertarikannya pada Marina.

Killian yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak. Tidak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari bibir merah Joana yang terlihat lebih menggoda dari buah peach ranum.

Tunggu. Tapi di novel dialog itu masih sangat lama. Jika kuingat, ini masih di bab 5. Sedangkan dialog Marina dan Killian ada di bab 12 menjelang tamat. Kenapa berubah?

Killian menghentikan tawanya, kemudian menetap Joana yang sedang memikirkan sesuatu. Lantas Ia menahan tangan Joana yang sedari tadi melamun sambil menggigiti kukunya.

"Apa yang kau pikirkan sampai seperti itu?"

"Apa?" Joana tersadar dari lamunannya dan tangan besar yang memegangnya.

"Apa tidak boleh jika benar aku menyukakaimu?"

"Apa?" Joana membulatkan mata birunya dengan pertanyaan terkahir Killian. Terkejut? Pasti.

Seharusnya ucapan suka itu dia tujukan pada Marina. Bukan dirinya.

Tok tok!

Percakapan mereka terjeda dengan adanya Daisy membawa nampan yang diatasnya ada sandwich daging dan dua gelas kopi.

Seakan mengabaikan jawaban apa yang akan diberikan oleh Joana. Killian mengambil sepotong sandwich yang seharusnya untuk Joana.

"Yak." Joana berteriak tidak terima Killian mengambil sandwichnya lagi. Padahal sebelumnya ia mengambil dua potong sandwich miliknya.

Killian hanya terkekeh kemudian berdiri. "Makanlah. Besok aku akan menemuimu kembali." Ujarnya seraya mengacak-acak puncak kepala Joana.

"Sialan!" Hardik Joana pada Killian yang berjalan menuju pintu dengan senyum aneh dan tangan masih memegang sisa sandwich yang akan ia makan selama meninggalkan mansion Duke Adalberto.

***

Setelah kepergian Killian. Marina datang tanpa pemisi langsung menjambak rambut Joana yang sedang duduk di meja kerjanya.

"Apa hubunganmu dengan Grand Duke Killian?" Tanya Marina memperlihatkan otot di pelipisnya.

Rambut panjang Joana ditarik sekuat tenaga oleh gadis itu. "Kau semakin bertingkah saja akhir-akhir ini. Jangan harap merebut kasih sayang keluarga kandungmu yang diberikan padaku. Kau hanya anak buangan, Sialan!" Marina kemudian melempar tubuh Joana menghantam meja yang digunakannya.

Brak!

Joana berusaha berdiri namun punggung tangannya di injak oleh kaki beralaskan sepatu berhak yang sangat keras. "Aakkkk!" Teriak Joana menggeram kesakitan.

Beberapa bulan tidak menerima perlakuan Marina. Joana sempat lupa kalau Marina adalah antagonis yang brutal.

"Lepaskan!" Joana mencoba memberontak, meringis menahan rasa sakit ditangannya.

"Jangan sok cari perhatian di depan Grand Duke! Kau pikir kau pantas?!" Sahutnya dengan senyum culas dan semakin menekan kakinya menginjak tangan Joana. "Apa kubakar saja wajahmu agar semua orang lebih membencimu?"

Aaakkk! "Marina, kumohon lepaskan kakimu, sakit." Joana sudah tidak sanggup hingga menitikan air mata. "Marinaaaaa." Joana masih menangis memanggil nama Marina.

"Aaaaaakkkkkkk!!" Teriak Joana lebih keras karena sihir api kuning Marina yang diarahkan di pipi Joana. Sakit... Sakit seperti terbakar... Panas.

Joana merintih kesakitan sementara sang pelaku hanya tersenyum jahat menjambak dan membakar pipi Joana.

"Marina!" Tiba-tiba Jeremy datang setelah mendengar keributan di kamar Joana.

Melihat kedatangan Jeremy sang kakak, Marina langsung melepas tangannya yang manarik rambut Joana dan menghilangkan sihirnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Jeremy berteriak meninggikan seuaranya pada Marina yang melakukan kekerasan pada Joana.

Marina kalang kabut mencari alasan agar tidak disalahkan.

Namun sesaat sebelum Marina memberikan argumen, Joana berjalan cepat dan duduk di depan meja rias, mengambil gunting dan memotong rambutnya asal.

Joana dalam ingatannya selalu dianiyaya oleh Marina, rambut panjangnya salalu menjadi bahan kekerasan Marina.

Pada awal kedatangannya di dunia ini Marina sudah melakukan kekerasan padanya. dua minggu lalu, di perpustakaan, disaat Joana membaca buku di perpustakaan tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Marina dan langsung menjambak dan melemparnya hingga dinding perpustakaan retak terhantam tubuh lemah Joana. Hingga hal itu membuat Joana Alexandra takut setiap kali bertatapan dengan Marina.

"Joana!" Kali ini Jeremy panik dengan perilaku Joana yang tiba-tiba mengambil gunting.

Berhasil terpotong, rambut Joana kini pendek sebahu dengan potongan yang tidak rapi. Joana merasa sudah lepas dari beban jika ia akan dijambak lagi oleh Marina.

Jeremy membulatkan nertranya menatap sang Adik seperti hilang kendali setelah kekerasan yang ia terima dari Marina.

Sedetik kemudian, Joana meneteskan air mata yang selama ini tahan. Ia sudah lelah dengan keluarga Duke. Ia sudah lelah dengan kekerasan dari anak tak tahu diri menganggap keluarga Duke adalah keluarganya sendiri.

Jeremy kemudian menatap tajam Marina yang berdiri kaku.

Marina tentu tahu seberapa kuat kekuatan Jeremy kakak angkatnya.

Sedetik kemudian Marina langsung menjatuhkan dirinya bersujud meminta maaf pada kakaknya.

"Kak. Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf. Aku diluar kendali." Alibi Marina yang ketakutan pada sang kakak setelah Jeremy mengeluarkan sihir api birunya.

Disisi lain, Joana yang sudah merasakan tekanan batin yang luar biasa meluapkan emosinya yang hampir meledak.

Tiba-tiba kabut putih memenuhi kamar Joana.

Sehingga hal itu mengalihkan tatapan Jeremy pada Marina beralih menatap adik kandungnya yang mengeluarkan kabut sihir sihir berwana putih yang sangat pekat.

Ada hawa dingin di kabut itu, seperti akan terjadi badai salju di ruangan mereka berada.

"Joana!" Teriak Jeremy terkejut melihat sang adik seperti hilang kendali atas tubuhnya. Jeremy menarik tangan Joana membawanya untuk berhadapan dengannya.

Deg!

Warna bola mata Joana berganti menjadi hitam pekat dengan tatapan kosong.

"Joana!" Jeremy seakan membangunkan Joana, Jeremy merasakan di tubuh Joana ada aliran sihir yang sebentar lagi akan meledak.

Jeremy berusaha memnggunakan api birunya mengurangi suhu dingin menusuk yang ada di kamar. Marina yang masih disana merasakan ketakutan yang luar biasa. Menatap punggung Joana dan Jeremy yang ada di sebelehnya.

Perlahan perapian yang ada di kamar Joana padam, sudah tidak ada kehangatan lagi disana.

Tangan Joana mengepal erat, ada kabut putih pekat disekitarnya.

Jeremy merasakan, detik ini juga, aliran sihir Joana akan meledak. Dengan langkah cepat ia menyusul Marina yang masih bersimpuh ketakutan. Memeluknya kemudian membuat pelindung sihir dari bayangan hitamnya.

Dan benar, tak beberapa.

Booommmmmm!

Seisi ruangan beterbangan, Jeremi dan Marina terpelanting membentur tembok dengan sangat keras. Sihir pelindung yang dibuat Jeremy tidak dapat menahan ledakan kekuatan Joana.

Mereka berdua seperti di lempar oleh angin dahsyat yang menerjang apapun di sekitarnya.

Di dalam kamar Joana dipenuh dengan es runcing raksasa dan siap untuk siap menusukkan pada siapapun yang memegangnya.

Joana dengan mata yang sudah berganti dengan warna hitam pekat mendekati mereka berdua yang terduduk lemas di depan tembok akibat terpelanting. Untung saja mereka tidak terkena es runcing yang tepat berada di sebelahnya. Jika terkena mungkin mereka berdua akan tamat.

Dengan langkah perlahan tapi pasti. Joana berjalan kearah wanita dengan rambut pirang, mengeluarkan sihir yang keluar dari tangannya.

Tangannya kemudian mengeluarkan es beberbentuk kerucut runcing siap untuk menghunus leher wanita berambut pirang itu.

Dengan ketakutan Marina menangis melihat kengerian sihir Joana yang telah bangkit.

Sementara di sisi lain Duke Ferio, Jacob, dan Grand Duke Killian segera berlari menuju sumber keributan.

Ketika sampai di kamar Joana, ketiganya terkejut dengan Joana yang bisa menggunakan sihir.

Dengan cepat Killian mendekati Joana yang sudah hilang kesadaran digantikan kekejaman pembalasan dendam Joana yang selama ini tertahan. Joana yang sekarang seperti alter ego yang meledak ingin keluar dari raga Joana.

Killian menahan kedua tangan Joana dari belakang, mencegah Joana bertindak agresif yang bukan inisiatifnya.

Namun kekuatan Killian kalah dan terpelanting terbang kebelakang menghantam es raksasa kemudian terpelanting hampir jatuh dari ketinggian lantai tiga. Tubuh Killian yang besar memecahkan es batu runcing yang menahannya.

Duke Ferio juga berusaha membuat pelindung kegelapan yang berwarna hitam pekat menutupi seluruh tubuh Joana.

Namun gagal, sihir yang dimiliki Joana lebih kuat dari Duke Ferio.

Joana berjalan kembali ke arah Marina, dan sekarang tepat berdiri di depan Marina yang terduduk lemas dan ketakutan.

Joana dengan enteng menarik tubuh Marina hingga dia berdiri dengan paksa. Joana langsung menusukkan es runcing itu. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, Joana semakin memperdalam tekanannya di bagian jantung Marina.

"Aaaakkkkkk!!!" Teriakan Marina setelah tubuhnya mengeluarkan darah. "Aaaakkkkk!" Teriakan Marina lagi.

Marina kini sudah menangis meneriman rasa sakit yang luar biasa. Darahnya seperti membeku ketika bersentuhan dengan es di pegang Joana.

"Joana!" Duke menarik tubuh Joana menjauh dari Marina. Namun sayang, tubuh Joana tak bergeming.

Satu tangan Joana menahan tubuh Marina agar tetap berdiri, sementara tangan lain memegang es menusuk tubuh Marina.

Dengan badan tertatih, Killian bangkit memeluk Joana dari belakang, menahan tangan Joana turun dari Marina.

Deg!

Killian terkejut melihat tatapan Joana yang hitam pekat.

Sekali lagi Killian terpelanting, namun berkat Killian, Marina sudah terjatuh karena sebelah tangan Joana digunakan untuk melempar tubuh Killian. Sekali lagi dengan kaki yang terluka, Killian membisikkan sebuah mantra dan sepersekian detik kemudian Joana jatuh pingsan di pelukan Killian dan Marina yang selamat dari kengerian Joana meski ia harus memiliki luka yang cukup dalam di bagian dada.

Joana tertidur lemah. Matanya yang sayup, kulitnya semakin pucat namun anehnya bibirnya berwarna merah pekat seperti merah darah.

"Saya akan membawa Joana ke mansion Saya." Sahut Killian yang langsung hilang seperti sekelabat bayangan.

Sedangkan Marina di bopong oleh Duke. Dan Jeremy dipapah oleh Jacob meninggalkan kamar Joana untuk mengobati luka.

Di sepanjang menuruni tangga, semua pemandangan yang biasa terlihat rapi kini berubah menjadi hutan es penuh duri es raksasa yang sangat banyak dan tajam.

Dengan langkah cepat Duke membawa Marina untuk diobati.

Sementara Jacob dan Jeremy berjalan pelan sembari menatap hasil kengerian yang Joana lakukan.

"Aku tidak pernah mendengar tentang sihir es, Kak." Ujar Jacob pelan.

"Mungkin karena ini, mengapa sihir Joana tidak terdeteksi pada bola sihir, karena sihir yang belum diketahui." Jawab Jeremy penuh asumsi.

Keduanya terpaku menatap es dimanapun berada yang hampir berada di seluruh mansion.

***

Sementara di tempat lain, Killian membaringkan tubuh Joana di ranjang big size miliknya.

Di susul oleh beberapa orang yang diantaranya Arhan penyihir agung dari menara sihir, Aarash yang memiliki kemampuan penyembuhan, dan pangeran kedua yang sudah dipanggil oleh pengawal bayangan oleh Killian.

"Sihir es kau bilang?" Kenzie, pangeran kedua membuka suara menanyakan kembali kepastian setelah di berikan sekilas informasi dari pengawal bayangan Killian. Dan dengan cepat ia meninggalkan urusannya bersama Ellia untuk menuju kemari.

"Tolong diperiksa." Ujar Killian pada Arhan. Meminta penyihir agung mengidentifikasi sihir di tubuh Joana.

Setelah beberapa menit mencoba, penyihir agung tetap tidak dapat merasakan energi sihir dari tubuh gadis yang berbaring lemah itu.

Killian menghela napas kasar. Padahal saat kejadian ia merasakan aura sihir yang begitu besar. Ia memijat pangkal hidungnya.

"Pada saat Joana hilang kendali, Aku merasakan aliran sihir di tubuhnya. Apa Kau yakin tidak merasakannya?"

"Bola matanya berubah menjadi hitam dan dia kehilangan kendali atas dirinya. Semua es yang dia keluarkan menyeruak tajam di kediaman Duke Adalberto. Bagaimana mungkin tidak terdeteksi?" Sambung Killian mencoba menjelaskan peristiwa pada semua yang ada disana.

"Aku juga tidak merasakan aura sihir di tubuhnya Killian." Kenzie kembali memberikan asumsinya. "Jika benar gadis itu memiliki sihir es, kita perlu menyelidikinya lebih lanjut, mengapa tiba-tiba aliran sihirnya hilang."

Killian memijat pelipisnya dan menghembuskan napasnya dengan kasar. "Aarash, sembuhkan luka yang ada ditubuhnya." Killian menyuruh Aarash.

Aarash pun dengan segera memeriksa tubuh Joana dan dengan kekuatan cahayanya, menyembuhkan luka yang ada tubuh gadis itu tanpa berbekas.

"Sepanjang sejarah tidak ada yang memiliki sihir es. Aku sudah membaca semua buku kuno di istana, tapi tidak pernah menemukan sihir es ini." Kenzie membuka suara setelah senyap menatap Joana yang tengah diobati Aarash.

Killian lantas menyibak rambutnya kebelakang.

Ia bingung dengan kondisi langka Joana.

"Bagaimana?" Tanya Killian setelah melihat Aarash selesai melakukan penyembuhan.

"Tidak ada keanehan atau kerusakan fatal di tubuh Nona Joana. Dia akan tertidur selama beberapa hari karena tenaganya yang terkuras."

***

Seorang gadis tergeletak penuh darah merintih kesakitan mencari pertolongan dijalan dengan lampu yang cukup terang di persimpangan sebuah gang. Tiba-tiba ia berada di tempat gelap tak berujung. Terus berjalan hingga berlari, gadis itu menemukan secercah cahaya putih. Ketika di dekati itu adalah gunung es yang sangat indah.

"Hallo, Joana." Sapa wanita yang sangat mirip dengannya. Yang membedakan adalah warna bola mata. Joana Alexandra memiliki warna mata hitam. Jadi... Gadis di depannya ini... Joana Adaberto?

"Saya minta maaf telah menarikmu ke duniaku." Ujar Joana dengan mata biru. "Saya yang menghalangi Marina berpindah jiwa." Sambungnya dengan suara lembut menenangkan jiwa. "Sebagai ganti menghalangi jiwa Marina. Saya mengorbankan jiwa saya sendiri."

"Kenapa?" Tanya Joana bermata hitam penasaran.

Joana bermata biru kemudian tersenyum penuh arti menatap Joana lain di depannya.

"Cerita itu sudah berantakan dan memiliki akhir tragis yang tidak dituliskan dalam novel. Marina memusnahkan semua yang ada di dunia. Dan tujuan Marina adalah balas dendam pada akhir tragis reinkarnasinya."

Joana bermata hitam mengernyitkan alisnya hingga saling bertautan. Ia masih tidak mengerti arah pembicaraan.

Joana bermata biru menghela napas panjang sebelum melanjutkan penjelasannya.

"Lindungi Killian. Dia yang akan menuntunmu. Saya tidak bisa menahan Marina lebih lama lagi. Dia akan berganti jiwa sebentar lagi. Kuharap kamu bisa mengehentikan Marina dari penghancuran dunia. Untuk lebih jelasnya lihatlah sendiri Joana."

Pada detik berikutnya Joana menampilkan adegan peristiwa yang menampilkan Marina dengan sihir api merahnya membumi hanguskan seluruh daratan. Semua daratan nampak hitam, hutan yang semula hijau tertutupi salju putih, kini berubah menjadi hutan hitam dengan salju berwana hitam.

Joana tersentak ketika api merah menjalar menuju wajahnya. Wuushhhh!

Bagaimana part ini? Jangan lupa kasih komnetar:D

Terpopuler

Comments

Nuraishah❤💚

Nuraishah❤💚

hebat author!!👍👏👏

2023-01-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!