Freish Tidak Boleh Pulang

Percakapan antara ibu dan anak selesai.

Freish masih tidak tahu, hatinya bingung jika mengingat dia sudah memiliki seorang anak. Jika dia memutuskan untuk bercerai, yang menjadi korban adalah anak.

Freish lantas berinisiatif untuk tidak terpaku oleh masalah rumah tangganya. Namun bagaimana mencari solusi terbaik dari setiap masalah yang dia hadapi.

Dia lantas mengalihkan sikap Mister Kanzler suaminya pagi tadi. Freish kemudian menjemur handuk milik Mister Kanzler yang tergeletak di atas kasur, mengambil pakaian yang berserak di atas lantai karena Mister Kanzler sedikitpun tidak pernah mau yang hanya sekedar menaruh pakaian kotor miliknya ke tempat bak cucian kotor.

Setiap hari dia habiskan waktunya di rumah. mengurus rumah dan merawat anaknya. Menunggu hingga larut malam untuk Mister Kanzler kembali pulang ke rumah. Yang Freish bingung sendiri tanpa mempertanyakan mengapa suaminya pulang larut malam. Jam pulang kantor paling awal adalah pukul 22.00 WIB. padahal berangkatnya pagi pukul 07.00 WIB. Freish yang lagi-lagi pasrah dengan rumah tangga seperti apa yang dijalaninya.

.

.

Keesokan harinya.

Pagi itu adalah hari Minggu. Hari dimana Mister Kanzler biasanya senam pagi ke tempat yang lumayan jauh dari rumah.

" Mana baju senamku?" Teriak nya pagi itu menggema ke seluruh sudut rumah.

Freish yang masih di dapur terperanjat dan berlari kecil menuju ke arah Mister Kanzler dan mencari baju senam khusus dengan seragam berwarna putih biru. Freish yang masih sibuk mencari baju senam di balik tumpukan baju yang lainnya.

" Belum ketemu juga, cepetan! senamnya sebentar lagi akan dimulai. Belum perjalanan menuju ke tempatnya juga." Tandasnya.

" A, ini dia." Freish menarik baju senam milik Mister Kanzler dan mengulurkan tangannya kepada Mister Kanzler.

" Kamu ikut nggak? kalau ikut ya buruan ganti baju." Mister Kanzler dengan cepat memakai kaos kerah dan juga celana biru seragam senam yang baru ketemu.

" Iya udah aku ikut, sebentar." Freish dengan cepat menyambar baju seadanya untuk dia pakai.

Sementara Mister Kanzler sudah menyalakan mobil dan memutar mobil dan membunyikan klakson berulang supaya Freish segera untuk naik ke dalam mobil. Padahal jelas-jelas Freish sudah tergesa dan sedang mengunci semua pintu rumah dan juga pagar. Namun klakson mobil masih saja sesekali dibunyikan hingga membuat Freish tergopoh.

Setelah nya Freish naik ke dalam mobil dan mobil berjalan menuju tempat senam. Sepasang matanya tidak berhenti menoleh ke arah jendela menatap jalanan.

Seolah bingung dengan sikap Mister Kanzler yang mengapa untuk sekedar senam saja harus pergi ke tempat yang cukup jauh di tengah kota.

Benar. Senam sudah dimulai. Mister Kanzler dengan cepat mencari tempat parkir dan mengambil tempat senam untuk dirinya berdiri dan mengikuti gerakan senam yang mungkin sudah seperempat jalan. Sementara Freish yang baru membuka pintu mobil dan hanya memperhatikan dari tempat dimana mobil terparkir.

Sekitar 30 menit senam berlangsung dan usai.

" Hai Mister Kanzler." Salah seorang pria yang usianya sebaya dengan Mister Kanzler.

" Hai." Jawab Mister Kanzler yang posisinya tidak jauh dari Freish berdiri.

" Lama kita tidak ketemu. Anda jarang senam sepertinya." pria satu grup senam yang berdiri tidak jauh dari mister Kanzler dan sedang bersama istrinya yang berdiri tepat di sampingnya.

" Hahaha, sibuk." Jawab Mister Kanzler dengan lengan yang menyuruh Freish menjauh dari dirinya karena dia sedang berbincang dengan teman lama satu grup senam perkumpulan nya.

Freish yang sadar akan kode dari Mister Kanzler lantas pergi menjauh. Duduk sendirian dengan mata berkaca-kaca di area parkiran yang ada di dekat resto makanan cepat saji yang ternama.

Dari kejauhan hanya memperhatikan Mister Kanzler yang masih berbincang cukup lama dengan teman-teman kumpulan grup senamnya yang malah semakin banyak bergerombol berbincang tanpa henti.

Freish sepertinya harus tahan dengan sikap Mister Kanzler yang menganggapnya seperti orang asing. Dia cukup sehat berpikir, masih membela sikap Mister Kanzler yang dilakukannya padanya dengan banyak kemungkinan mengapa Mister Kanzler melakukannya. Dia berpikir, jika dia bertemu dengan teman-temannya dan bersamanya. Teman-temannya yang tidak tahu masalah rumah tangganya terdahulu yang sudah bercerai akan menjadi tahu jika sebenarnya dia sudah bercerai. Mungkin Mister Kanzler malu dan malas menjelaskan kepada semua teman-temannya itu. Jadi lebih baik jika dirinya pergi dari tempatnya berdiri tadi supaya teman-temannya hanya bisa menyimpan pertanyaan dalam hati mereka masing-masing tanpa melanjutkan tanya itu kepada suaminya.

" Apa kamu mau makan?" Tanya Mister Kanzler yang sudah menghampiri Freish.

Freish hanya menggeleng sembari menundukkan kepala karena tidak mau terlihat matanya berkaca-kaca. Freish sudah tidak nafsu makan dan rasanya ingin segera pulang.

Pasangan suami istri itu kemudian naik ke dalam mobil dan pulang ke rumah. Yang menambah kekesalan Freish dengan pertanyaan Why? yang hanya senam tidak ada satu jam saja harus ngajak ribut pagi-pagi dengan hanya mencari baju setelan senam. Masih di sini juga aku bagaikan bukan seorang istri melainkan orang asing.

Setelah keduanya sampai rumah. Ponsel Freish berbunyi.

" Hallo." Jawab Freish setelah menekan tombol hijau sebagai kode menyetujui panggilan masuk diterima.

" Hallo." Suara ibu Freish yang sedikit serak.

" Ibu sakit?" tanya Freish sembari memberhentikan langkahnya dan memelankan suaranya. Seolah sudah tahu dengan sifat Mister Kanzler yang tidak menyukai jika dirinya terlalu dekat dengan keluarganya sendiri. Entah dengan alasan apa? jika alasan nya karena uang. Toh ketika mister Kanzler menikahinya juga tidak mengeluarkan uang banyak untuk pernikahan nya. Jika memang keluarganya merepotkan masalah uang, toh juga Mister Kanzler sejauh ini tidak pernah memberikan uang sepeser pun untuk keluarganya. Malah dirinya yang banyak dibantu oleh keluarganya. Namun dengan sembunyi-sembunyi ibu Freish terkadang masih memberikan uang untuk Freish.

" Iya, ibu sakit. Ini dirawat inap di rumah sakit."

Deg jantung Freish bergetar. Jangan-jangan, ibu memikirkan masalah rumah tanggaku. Soalnya kan kemarin aku berkata ingin bercerai. batinnya.

" Coba nanti saya bilang ke Mister Kanzler, supaya aku bisa jenguk ibu ke rumah sakit."

" Nggak papa, ibu nggak papa." Ibu Freish yang sedikit mengeluarkan batuk-batuk.

" Ibu istirahat ya, tolong jangan pikirkan masalah rumah tanggaku. Biar aku tanggung sendiri. Ini semua juga kesalahanku karena tidak dengarkan nasihat ibu." Freish dengan lirih sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan mengatakan hal itu kepada ibunya karena takut jika mister Kanzler mendengarnya.

Alhasil percakapan antara ibu dan anak selesai. Freish kemudian masuk ke dalam kamar dimana Mister Kanzler sudah bersantai ria dengan bertelanjang dada karena gerah dan tidak memiliki AC dengan merebahkan tubuhnya sembari memainkan gawainya.

" Aku mau jenguk ibu. Aku mau pulang." Lirih Freish.

Kedua bola mata Mister Kanzler bergeser dengan raut wajah yang tak pernah teduh untuk dilihatnya. Entahlah, berbeda sekali saat keduanya pertama kali bertemu. Semenjak menikah entah efek samping dari keselurahan biaya kuliah dan biaya anak pasca bercerai dengan mantan istri harus ditanggungnya bersamaan dengan sekarang menikah dengan Freish yang memiliki anak. Menjadikannya emosi setiap hari karena tekanan hidup yang dia alami.

" Nggak usah pulang!" Nada datar yang tidak peduli sama sekali.

" Aku naik bus saja, kamu tidak usah repot-repot antar aku."

" Aku bilang nggak usah pulang, ya nggak usah pulang!" semakin meninggi nada mister Kanzler bersamaan dengan posisi tidur yang dia ubah menjadi posisi duduk di atas kasur dengan menghentikan aktivitas bermain gawainya.

" Tapi kan ibuku sakit." Freish yang berusaha menjelaskan kepada Mister Kanzler.

" Kamu itu sudah menikah, nurut sama suami. Urusan ibumu itu sudah bukan urusanmu lagi!" Mister kanzler yang keluar kamar menuju kamar mandi.

Brak suara pintu stainless steel yang sudah rusak gagang pintunya yang membuat suara terkesan dibanting, padahal mah memang biasanya harus begitu supaya nutupnya kencang biar tidak terbuka kembali. Namun tetap saja Freish kaget dengan menyembulkan kedua pundaknya.

Kali ini Freish benar-benar tidak bisa menyembunyikan matanya untuk berkaca-kaca. Namun ketika mister Kanzler mengetahuinya pun acuh terhadap Freish yang kecewa dengan jawabannya.

Bagi Freish, Mister Kanzler bagai suami tak berhati nurani. Bagaimana tidak? Semenjak menikah, dia tidak pernah pulang ke rumah orang tuanya yang sekedar ingin bertemu kangen dengan ibunya. Bahkan di hari lebaran yang kebanyakan anak pulang kampung untuk bersilaturahmi kepada ibu nya saja tidak di bolehkan. Malah Mister Kanzler menggelar open house bersama keluarga besarnya setiap lebaran tiba, padahal kedua orangtuanya juga sudah tiada. Lagi-lagi Freish hanya bisa menahan semuanya. Tanpa bisa melawan karena menurutnya saat itu apa yang dikatakan oleh suaminya adalah benar. Bahwa ketika suami melarang sesuatu. Maka perintah itu harus kita patuhi sebagai seorang istri. Karena tugas orang tua kita selesai dengan sudah menyerahkan anaknya kepada suaminya.

Namun lagi-lagi ketika sanggahan tentang suami yang baik seharusnya tidak melarang seorang anak yang hanya ingin bertemu kelurganya. Selalu tertepis dari pikiran jernihnya yang sesaat. Merasa Freish dipisahkan dari keluarganya. Semua itu hanya tertahan sementara di kepalanya. Seolah melupakan sifat buruk Mister Kanzler dengan masih mentolerir lewat segala kebaikan yang masih dia dapat sebagai seorang istri Mister Kanzler.

Entahlah.

" Sakit apa sih ibu kamu?" tanya sengak Mister Kanzler.

" Sakit maag akut. Lambungnya kumat dan harus rawat inap di rumah sakit."

" Ya sudah, kirim uang saja sana!" Perintahnya yang langsung bertanya berapa nomor rekening milik ibu Freish. " Tapi kamu nggak usah pulang!"

" Iya terimakasih." Meskipun Freish sedikit kecewa dengan sikap Mister Kanzler yang tidak membolehkan dirinya untuk menjenguk ibunya, namun Freish lagi-lagi masih berpikir kebaikan Mister Kanzler yang masih memberikan sedikit uang untuk ibu Freish.

Freish dengan cepat menyambar ponsel murahnya di atas ranjang berukuran sedang kamarnya. Memberi tahu ibunya jika dia tidak diizinkan pulang untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Sesak dada Freish, merasa suaminya berubah tidak seperti yang dia kenal pertama bertemu.

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!