KDRT Verbal

Langkahnya lesu, menapaki teras depan rumah. Melihat dalam rumah yang kacau banyak barang-barang yang tidak memiliki tempat semestinya. Semuanya serba minim bahkan terbilang mengenaskan.

Sudah gaji suami yang tidak tahu berapanya? Pulang larut malam entah bekerja apa?

Dinas luar kota yang seenak jidatnya. Membuat kehidupan rumah tangga yang harus dijalaninya bagai bara yang dia genggam sendirian.

" Freish, sini!" Teriak Mister Kanzler pada istri yang dianggapnya bodoh.

Freish dengan cepat melangkahkan kaki menuju kamar yang dimana Mister Kanzler sudah duduk di ujung ranjang berukuran sedang itu. " Iya."

" Kamu bisa setrika nggak sih? Masak nyetrika kayak begini!" Mister Kanzler yang memberikan dengan kasar ke dada Freish kemeja yang akan dipakainya untuk bekerja.

Freish yang sepasang bola matanya sudah berkaca-kaca sembari memegang kemeja yang diberikan ke dadanya secara kasar oleh Mister Kanzler suaminya.

Merentangkan kemeja yang akan di pakai oleh suaminya, yang menurutnya hanya terdapat bekas lipatan saja dan tidak akan menjadi masalah jika di pakai, toh juga kemeja yang dikenakannya bagian bawah disembunyikan di balik celana kerja dan dikencangkan oleh ikat pinggang melingkar yang sudah pasti membuat kemeja bagian bawah berkerut juga.

Freish lantas menyetrika kembali kemeja yang diberikan Mister Kanzler secara kasar itu ke dadanya.

" Ini." Freish yang mengulurkan tangan beserta kemeja yang selesai disetrika ulang oleh Freish.

" Iya begini harusnya, kemeja kerja itu jangan dilipat tapi digantung." Nada kasarnya seolah membuat telinga Freish semakin tersiksa.

Kan bisa pelan menyuruhnya, ngasih tahunya. Kenapa harus pakai otot? sampai kelihatan urat-uratnya. gumam dalam hati Freish.

Freish lantas pergi ke dapur untuk mengambilkan sarapan pagi untuk Mister Kanzler. Mengambilkan sarapan pagi dengan potongan buah pepaya yang sengaja dia potong kotak-kotak dan juga membawakan nasi dengan tumis kacang tahu tempe dengan lauk tongkol goreng dan juga segelas teh hangat setiap paginya.

" Ini sarapannya." Freish yang meletakkan sarapan Mister Kanzler di meja bulat kecil, meja yang dia beli sendiri dengan menjual emas-emasan hasil dari tabungan uang sisa belanja yang pas-pasan.

Mister Kanzler yang kemudian menyeruput teh dalam gelas. " Tehnya kurang manis, tambahin gula!" Mister Kanzler dengan mengulurkan tangan ke arah Freish untuk menambah gula pada teh yang dia minum.

" Sengaja aku kurangi gula, usia mu sudah 45, takut saja kalau banyak gula malah nambah penyakit. Sengaja aku buat teh tawar." Ujar Freish.

" Tam ba hin gu la." Permintaan yang tidak bisa ditawar apalagi kalau sepasang matanya sudah mendelik mengarah melihat Freish.

Freish akhirnya menambahkan gula pada teh milik Mister Kanzler. Mengantar kan kembali gelas berisi teh ke teras depan untuk teman sarapan sebelum berangkat ke kantor.

" ini tehnya." Freish yang meletakkan gelas berisi teh yang sudah manis itu ke meja bulat teras. Sembari melihat piring di samping gelas yang masih tersisa nasi dan juga lauk yang tidak habis. " Ini kenapa nggak di habiskan?" tanya Freish pelan.

" Masakanmu asin semua, apalagi tumis nya, pedas ngalor ngidul gak genah rasanya." Jawab kesal Mister Kanzler tanpa tedeng aling-aling yang jelas melukai perasaan Freish yang memang diakuinya baru belajar menjadi istri dan masak baru-baru ini.

Tanpa berdosa, Mister Kanzler memasukkan potongan buah pepaya mendarat masuk ke dalam mulutnya dengan posisi duduk santai menyandarkan punggungnya di kursi dengan ekspresi wajah datar biasa saja. Rasanya hanya irisan potongan buah pepaya yang tanpa cela pagi ini.

Freish yang kemudian membawa makanan sisa ke belakang. Entah mengapa? hatinya begitu sensitif ketika celaan kasar keluar dari mulut Mister Kanzler tanpa memikirkan perasaannya.

Hari demi hari, hanya berdiam di rumah. Menunggu Mister Kanzler pulang ke rumah yang sudah tentu pulangnya hampir dini hari yang Freish sendiri tidak tahu apa yang dikerjakannya di luar.

Uang juga sampai di tangannya sangat pas-pasan. Bahkan cenderung kurang. Sudah pulang larut malam meninggalkan waktu bersama keluarga hanya untuk bekerja siang malam yang Freish sendiri tidak tahu hasilnya kemana, gajinya berapa yang Mister Kanzler tidak pernah terbuka kepadanya. Apakah ini namanya rumah tangga?

Sampai dimana tanggal 25 yang menjadi tanggal muda bagi kaum ibu-ibu rumah tangga seperti Freish. Mister Kanzler kemudian memberikan uang yang katanya untuk belanja selama satu bulan yang bisa dikatakan itu setara dengan uang makan siangnya Mister Kanzler saja selama satu bulan. Miris bukan?

Yang sudah tentu dengan lugu entah memang bodoh atau memang akal sehat Freish tidak bisa berpikir jernih. Dengan uang tersebut pun, Dia tetap menomor satukan Mister Kanzler ketimbang dirinya dan anaknya yang masih kecil.

Membelikan sayur, buah dan apa-apa yang menjadi kesukaan Mister Kanzler terlebih dulu. Baru diikuti dirinya dan anaknya itu pun jika masih ada sisa.

Sampai suatu ketika. Saking merasa jenuhnya ingin keluar rumah yang menurutnya bagaikan tahanan kota. Freish mengajak anaknya untuk pergi makan bakso di tengah kota.

" Mas, bakso campur satu mangkok dan bakso halus saja satu mangkok ya." Freish memesan bakso yang berada di tengah kota dengan dia naik sepeda motor miliknya.

" Iya Bu."

Tidak lama pesanan datang. Freish masih sibuk meniup kuah bakso yang panas. Membelah bakso bulat besar dalam mangkok itu menjadi dua bagian supaya anaknya makan tanpa kepanasan lidahnya. Masih menyuapi anaknya dan melupakan baksonya.

Dert...

Dert...

Ponsel murahnya berdering. Lagi-lagi hasil dari sisa-sisa uang belanja yang sebenarnya tidak ada sisa namun dia perjuangkan supaya tersisa.

S U A M I K U

nama Mister Kanzler dalam daftar kontak Freish. Seketika matanya membulat. Terkejut karena tidak biasanya Mister Kanzler menghubunginya siang-siang ini. Freish lantas memencet tombol hijau sebagai tanda panggilan diterima.

Baru menempelkan ponsel untuk lebih dekat dengan telinganya. Suara kencang bernada tinggi kasar itu sudah memecah gendang telinga.

" Kamu dimana?" Tanya pendek Mister Kanzler.

" A-aku lagi makan bakso, di tengah kota." Sedikit terbata Freish menjawab namun kemudian lancar jaya.

" Pulang!" Teriak Mister Kanzler dari balik ponsel.

Freish yang menjauhkan ponselnya dari telinga, karena terdengar amarah Mister Kanzler yang memekak.

" Sebentar ya, lagian cuma ingin makan enak. Aku bosan dengan masakan ku sendiri bertahun-tahun. Sesekali aku ingin makan enak di luar." Jawab Freish jelas singkat padat.

" Aku suruh pulang ya pulang!" Tut...Tut...

Kata terakhir perintah yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh Freish.

Freish kalang kabut menghabiskan semangkok bakso dengan tergesa. Yang inginnya menikmati makan bakso enak di tengah kota sambil menyeruput es teh manis saja tidak muluk-muluk sampai Es miliknya hotel bintang lima sudah kacau balau. Gagal total yang akhirnya makan tidak nyaman dan diperut juga tidak kenyang.

Alhasil dia pulang. Belum sampai tujuan rumah, dia sudah diikuti mobil milik Mister Kanzler yang memandunya di belakang sepeda motornya.

Raut wajah marah tergambar jelas dari balik kaca jendela mobil yang dibuka lebar olehnya.

Freish.

Entah akal sehatnya tertutup bongkahan segunduk tanah liat atau bagaimana. Dia lagi-lagi patuh dan tidak mengulanginya lagi.

Sesampainya di rumah, yang sudah pasti berjarak bekisar 5 menit sampai 10 menit mereka bersamaan datangnya dengan kendaraan masing-masing.

Mister Kanzler sudah memampang wajah serius dan ekspresi marah yang sudah pasti membuat Freish sedikit bergetar.

" Kamu kenapa keluar nggak pamit?" Bentak Mister Kanzler yang berdiri di ruang tamu karena tidak memiliki kursi.

Freish yang masih menunduk tanpa kata.

" Kenapa nggak dijawab?" nada tinggi datar yang masih sama keluar dari mulut Mister Kanzler.

" Ya kalau pamit, apa iya boleh? nggak boleh kan." Jawab pelan Freish.

" Trus ngapain? makan bakso jauh-jauh di tengah kota. Beli di depan kan bisa! Nanti siang juga banyak penjual bakso yang lewat." Ketus Mister Kanzler.

" Iya maaf, besok tidak mengulanginya lagi." Freish yang tidak bisa lepas dari sepasang mata yang berkaca-kaca. Bentakan nada kerasnya Mister Kanzler benar-benar merontokkan keberaniannya, kemandiriannya selama ini.

Selama ini dia bahkan bisa dikatakan wanita mandiri. Sejak memutuskan bekerja dan tidak ingin melanjutkan ke jenjang universitas. Menghasilkan uang dari jerih payahnya sendiri untuk membiayai segala kebutuhannya sendiri. Namun harus patuh memilih jalan yang sudah dia pilih anggaplah sebuah konsekuensi dari pilihan asal dan salahnya dalam memilih pasangan hidup. Namun sampai di detik itu, Freish masih juga belum menyadari orang sepert apa Mister Kanzler suaminya itu.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Sarini Sadjam

Sarini Sadjam

nyimak dulu, klo dah kebangetan baru komen

2023-08-09

0

Winsulistyowati

Winsulistyowati

Waduh dpt Patner Kasar gini..Kasihan Freis Thor

2023-02-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!