Nging...
Pagi-pagi, suara sanyo air yang memekik sampai gendang telinga. Berisik tidak karuan membangunkan semua penghuni rumah. Jika alat itu berbunyi, siap-siap saling berteriak untuk memanggil penghuni rumah satu sama lain.
Seperti biasa Mister Kanzler yang ingin aktivitas untuk persiapan kerja. " Ambilkan handukku!" Perintahnya kepada Freish istrinya yang masih sesekali mengucek mata.
Padahal handuk juga dijemur tidak jauh dari kamar mandi. Namun tetap saja Mister Kanzler tidak mau menyambarnya dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
Lagi-lagi yang dilakukannya adalah melepas ****** ***** di tempat dan meninggalkannya tergeletak di atas lantai begitu saja dimana dia melepas.
Membuat Freish terdiam, membuatnya terbiasa dengan semua hal aneh yang dilakukan Mister Kanzler selama menjalani rumah tangga dengannya. Mister Kanzler lantas pergi mandi dengan melingkarkan handuk menuju kamar mandi. Sementara ****** ********, Freish yang harus tabah dan sabar dalam mengahadapi sikapnya.
Lagi-lagi Freish bertanya?
" Apa rumah tanggaku normal?"
Tidak!
Bukannya aku tidak mau yang hanya sekedar mengambil ****** ******** untuk aku taruh ke tempat cucian kotor yang tempatnya juga tidak jauh dari kamar mandi. Aku mau. Tidak masalah. Toh pada akhirnya aku juga yang meletakkan benda ini di bak cucian kotor. Tapi...Mengapa dia tidak melakukan hal sepele itu sendiri? Mungkin, lagi-lagi Freish menganggap jika suaminya sedang memberi pahala besar untuknya di kemudian hari. Dengan melakukan pekerjaan baik kecil maupun besar sebagai ibu rumah tangga, tentulah Tuhan dan semesta akan mengganjarnya pahala berlipat.
" Jangan matikan keran dapur!" Teriak mister Kanzler dari dalam kamar mandi.
" Jangan matikan. Trus terbuang sia-sia gitu airnya?" lirihnya bermonolog.
Mister Kanzler keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju keran dapur dan membukanya. " Kan aku sudah bilang, jangan dimatikan. Kenapa tetap dimatikan?" Ucapnya dengan nada tinggi oktaf paling akhir.
Freish yang kasarnya tidak tahu menahu urusan seperti ini. " Ya kan air nya jadi terbuang sia-sia. Makanya aku tutup." jawab Freish pelan dengan berdiri di depan Mister Kanzler.
" Kamu itu dasar bodoh. Ini kalau dimatikan sanyo nya bisa jebol. Biarkan aja airnya mengalir terbuang setiap Sanyo menyala." Mister Kanzler yang kemudian berlalu meninggalkan Freish yang matanya sudah berkaca-kaca. Freish masih mematung. Pagi-pagi sudah dapat sarapan umpatan dari Mister Kanzler. Dikatai dirinya bodoh. Istrinya sendiri dikatai bodoh. Suami macam apa itu?
Mister Kanzler yang masih sibuk mengeringkan badannya dengan handuk merah tebal besar yang kemudian dia layangkan di udara dan terjatuh di atas tempat tidur miliknya.
" Freish, ambilkan kemejaku!" Perintah Mister Kanzler yang sama dengan hari-hari sebelumnya.
" Kemeja yang mana?" Tanya Freish balik memastikan warna kemeja yang akan dikenakan nya.
" Ya kemeja kerja, apa lagi emangnya?" Mister Kanzler yang pagi-pagi sudah memberi sarapan bentakan setiap saat dia rumah.
" Ya kemejanya kan motif warnanya banyak, ada lengan pendek dan lengan panjang juga. Jadi kemeja yang mana?" ujar Freish sembari menjelaskan.
" Terserah! pokok kemeja kerja. Jangan lupa sekalian celana jeans nya." Mister Kanzler yang sibuk menggunakan pewangi ketiak andalannya.
Freish yang bergegas memilihkan kemeja dan juga celana jeans di dalam lemari pakaian stainless steel. Mengambil kemeja kantor berlengan panjang dan celana jeans berwarna biru senada dengan kemeja kantornya. " Ini." Freish yang meletakkan kemeja tergantung hanger hitam dan juga celana lipat yang kemudian dia letakkan di atas ranjang sedang miliknya.
Mister Kanzler yang mengambil kemeja kantor. " Lho, kok lengan panjang. Yang lengan pendek ajalah. Ambilkan! Gerah soalnya kalau lengan panjang." Mister Kanzler yang tidak henti-hentinya menguji kesabaran seorang Freish.
Freish hanya geleng-geleng kepala. Tadi katanya terserah. Sekarang minta lengan yang pendek. Kenapa tadi nggak jawab aja kemeja lengan pendek. Selesai kan. Ya sudah lah. Turuti aja apa maunya.
Freish kembali membawa kemeja lengan panjang masuk ke dalam lemari stainless steel dan mengambil kemeja kantor pendek untuk dibawa ke Mister Kanzler.
Setelah memberikan kemeja lengan pendek, Freish lantas bergegas menyiapkan sarapan pagi yang kali ini adalah tumis kangkung dan lagi-lagi lauknya adalah tongkol goreng. Bukan tanpa alasan mengapa tongkol goreng menjadi lauk andalan. Memang Mister Kanzler menyukainya dan memang itu yang sanggup Freish beli dengan uang belanja yang sengaja di pas atau memang benar pas-pasan.
Mengapa over thingking menjadi sengaja di buat pas? karena kalau dipikir-pikir, Seorang karyawan seperti Mister Kanzler pasti memiliki gaji lebih dari cukup karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan swasta yang cukup memiliki nama di Jakarta.
Tapi sudahlah, lagi-lagi Freish hanya bisa gigit jari. Alih-alih bisa setiap Minggu family time, sekedar makan cilok di alun-alun kota atau menyeruput kopi di dekat bantaran saja, nyaris tak pernah dia lakukan. Apalagi sok ingin bergaya bagai superstar yang menghabiskan dana bulanan untuk perawatan ke salon impian. Please jangan mimpi! Itu terlalu ketinggian.
Freish yang menimpa nasi putih dalam piring dengan satu sendok sayur tumis kangkung dengan sedikit kuah dan juga dia timpa lagi dengan tongkol goreng. Berjalan memberikan piring nasi lengkap dengan lauknya di atas telapak tangan Mister Kanzler yang sudah menjadi kebiasaannya.
" Hah, tongkol lagi. Bisa-bisa wajahku seperti tongkol." Gerutu Mister Kanzler.
Freish terdiam. Memangnya kamu kasih aku uang belanja berapa? Sudah syukur ada sayur, tongkol, plus buah pepaya lagi. Apa dia tidak mikir, buah pepaya berapa? kangkung berapa? dan tongkol berapa? gumam Freish dalam hati yang lagi-lagi hanya menggerutu kesal dengan suaminya. Berjalan masuk ke dalam rumah dan hanya bisa diam tanpa bisa menjelaskan.
" Ini." Mister Kanzler dengan mengulurkan piring yang tak tersisa sedikitpun nasi dan tumis kangkung beserta tongkol goreng yang tadinya memenuhi piring.
Freish yang mengambil piring dari tangan Mister Kanzler dan menaruhnya ke dapur belakang sembari berucap Alhamdulillah di dalam hatinya. lega, karena ternyata masakannya pagi ini habis tak tersisa dan bisa dikatakan jika bumbunya pas di lidah Mister Kanzler.
" Aku berangkat. Sepatu!" Dengan telunjuk jari yang dia arahkan ke sepatu pantofel hitamnya yang berada tidak jauh dari posisi duduknya.
Freish kemudian mengambilkan sepatu kerja milik Mister Kanzler dan menaruhnya tepat di telapak kaki Mister Kanzler.
" Ambilkan sikat sepatu!"
" Aku lupa menaruhnya dimana?" jawab Freish.
" Lain kali jangan asal mindahin barang. Biar saja disitu. Kan tidak mengganggumu." Mister Kanzler yang entah begitu saja menuju mobil yang terparkir di luar pagar.
Sementara Freish hanya bisa menarik nafas panjang dan harus kuat menghadapi sifat mister Kanzler yang Freish sendiri tidak bisa menjelaskan. Bagaimana bisa? barang-barang akan dibiarkan tergeletak di sembarang tempat. Apakah harus begitu solusinya? Untuk jangan memindahkan barang yang biasa di pakainya dan terlihat di depan mata supaya bisa terlihat dan dengan cepat dia ambil ketika dia memerlukan.
" Jangan lupa di kunci pagarnya!" titah Mister Kanzler yang langsung bergegas Freish mengunci pagar rumahnya.
Freish kemudian kembali masuk ke dalam rumah. Pikirannya tak tenang. Ingin merubah nasibnya lebih baik. Ingin memiliki rumah tangga yang normal pada kebanyakan orang diluar sana. Namun entahlah. Angan nya hanya sebatas impian. Dia tidak benar-benar bisa sepenuhnya pergi dari kehidupan Mister Kanzler yang seperti membelenggunya.
Sulit sekali menerjemahkan apa maksud dari Mister Kanzler menikahinya. Terkadang dia hanya berpikir jika dia hanya sebagai tempat pelariannya dari kegagalan rumah tangga dari Mister Kanzler.
Freish tidak ingin berlarut lama-lama untuk urusan hati. Dia lantas menyambar handuk yang tergantung mandiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di dalam kamar mandi, air matanya tumpah ruah. Sesak dadanya dengan rumah tangga yang entah bagaimana menyebutnya. Terlintas jika sosok Mister Kanzler bukanlah sosok suami yang tepat untuk dia jadikan panutan dengan kata suami yang mengayomi istrinya. Suami yang menghargai istrinya. Tentu karena usianya yang terpaut jauh, membuat Mister Kanzler menyepelekan dan berbuat semena-mena kepada dirinya. Lalu untuk apakah Freish dinikahi? Apa hanya untuk diperintah-perintah dan dijadikan bahan pelengkap saja. Ketimbang dia harus hidup sendiri tanpa ada yang mengurusi.
Entahlah.
Dert...
Dert...
Ponsel murahnya Freish bergetar. " Hallo." Kata pertama yang terlontar keluar dari mulut Freish.
" Hallo, bagaimana keadaanmu?" tanya ibu Freish.
" Syukurlah Bu, aku baik-baik saja. Hanya saja..." kata terakhir Freish yang menggantung di udara.
" Ada apa?" desak ibu Freish.
" Entahlah, Mister Kanzler berubah 360%. Dia sudah tidak sama dengan Mister Kanzler yang dulu aku kenal. Sepertinya aku akan bercerai Bu."
Duar...Telinga ibu Freish bagai tersambar petir. Mengingat kelihatan rumah tangga putrinya itu adem ayem baik-baik saja.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Sarini Sadjam
ga fi ceritain anak sambung nya..critanya cuma kekerasan suami nya doang
2023-08-09
0