Setengah jam kemudian Sekertaris Jo masuk kembali bersama seorang dokter yang ia hubungi dan berkata, "Di sana, Dokter. Tolong Anda periksakan keadaannya."
Beberapa menit kemudian, dokter pun memberikan resep obat pada Sekertaris Jo. "Ini resep obat yang bisa beliau minum, dilihat dari memar di tubuhnya, sepertinya kekerasannya terjadi semalam, tubuhnya tidak sanggup menahan rasa sakit hingga ia demam dan pingsan, nanti jika ia belum juga sadar, obatnya dihancurkan saja lalu minumkan perlahan, dia akan merasa lebih baik setelah bangun nanti."
"Baik, Dokter. Terimakasih. Saya akan kembali menghubungi Anda jika ada sesuatu yang lain terjadi padanya. Mari, saya antar." Sekertaris Jo mempersilahkan dokter keluar dari ruangan itu sekaligus ia pergi untuk membeli obat sesuai resep.
Hexa menghentakkan tangannya di atas meja semakin kesal, waktu semakin berjalan, ia tak ingin terlambat tiba di sana. Bisa mendapat kesan buruk jika itu terjadi. "Haish."
Hexa bangkit dan mendekati tubuh Dhira yang masih belum sadar.
"Hei, wanita. Dengarkan baik-baik ucapanku ini, percaya atau tidak jika dalam waktu 30 menit kau belum juga bangun, maka aku akan benar-benar melemparmu ke jendela sana." Beberapa saat setelah menatap Dhira yang masih belum memberi respon, ia pun berpaling seperti orang bodoh berbicara dengan orang yang tak sadarkan diri.
"Tuan, ini obatnya, apa mau diminumkan sekarang?" tanya Sekertaris Jo dengan napas yang tersengal-sengal, ia berlari sepanjang koridor agar bisa secepatnya tiba.
Hanya dengan melihat tatapan Hexa, ia sudah tahu jawabannya. Segera memberikan Dhira obat bubuk yang bercampur air dan diminumkan perlahan.
"Hampir 30 menit dia tak kunjung sadar, angkat dia dan buang ke jendela sana, aku tak butuh wanita yang tak berguna." Memberi perintah tanpa berprikemanusiaan.
"Tapi, Tuan Muda. Ini sama saja dengan melakukan tindak kriminal, kita akan diintrogasi oleh pihak berwenang." Sebagai manusia yang tak pernah membunuh sesama makhluk hidup, tentu saja Sekertaris Jo tak ingin melakukan perintah Tuan Hexa, walau bagaimanapun, Dhira masih bernyawa, itu sama saja dengan membunuh.
"Kau lihat wajahku baik-baik, apa aku terlihat seperti orang yang sedang bercanda atau takut?" Sekertaris Jo masih diam.
"Johan," panggil Hexa, dan Sekertaris Jo pun menoleh padanya dengan raut wajah datar.
"Kau lupa siapa aku? Atau kau ingin aku yang melakukannya sendiri?"
"Baik, Tuan Muda. Akan saya lakukan." Dengan terpaksa Sekertaris Jo mengangkat tubuh Dhira ke arah jendela yang sudah terbuka lebar.
Ia menghembuskan napas dengan berat sembari mengedar pandangan ke luar jendela. "Bangunlah jika Anda tak ingin mati," gumamnya.
"Apa maksud Anda bicara seperti itu, Tuan?"
Tiba-tiba Sekertaris Jo terbelalak menatap Andhira, sedikit terkejut di detik terakhir Dhira menyelamatkannya dari aksi pembunuhan serta menyelamatkan dirinya sendiri dari kematian.
Tanpa kata, Sekertaris Jo segera meletakkan tubuh Dhira kembali ke atas kasur.
"Tuan Muda, harusnya masih sempat, saya berjanji akan membawa Anda tepat waktu tanpa terlambat sedetik pun." Sekertaris Jo tampak yakin dengan janjinya..
"Aku tunggu di mobil, tidak lebih dari 30 menit ia harus turun tanpa luka memar di wajahnya, kau mengerti?"
"Mengerti, Tuan muda. Saya sudah menyewa penata rias, Nona Dhira akan tampil sesuai dengan yang Anda inginkan."
Tanpa menjawab ucapan Sekertaris Jo, Hexa langsung meninggalkan ruangan itu bahkan tanpa menoleh sedikit pun.
Dhira yang tak mengerti dengan apa yang sudah terjadi, masih terdiam dengan bingung.
Sesuai perintah atasannya, Sekertaris Jo tiba di mobil bersama Dhira tepat 30 menit waktu yang diberikan.
"Kita jalan sekarang, Tuan Muda," izin Sekertaris Jo sebelum ia menyalakan mobil.
"Ke mana sebenarnya orang ini mau membawaku? Pakaian yang kukenakan, seperti ingin menghadiri sebuah pesta."
"Namun, kenapa juga terlalu cepat mengenakannya, ini akan tampak kusut sebelum waktunya tiba," batin Dhira, sembari terus melirik pria di sampingnya yang dari tadi lebih banyak diam, bahkan gerakan tubuhnya masih dapat dihitung setelah berlalu berjam-jam lamanya di dalam mobil.
'Apa dia seorang maniak suara? Dia begitu sensitif bahkan tak mengizinkan aku untuk mengeluarkan bunyi sedikit pun. Ck, ini membuatku gila, bernapas saja aku harus mengaturnya dengan baik agar tak mengganggunya.' Dhira tampak cemberut, seluruh tubuhnya terasa pegal karena tak bisa bergerak leluasa di dalam mobil, semua itu karena Hexalah yang menjadi penyebabnya.
"Maaf, Tuan. Berapa lama lagi kita berada di mobil?" Sudah hampir malam, Dhira tak tahan lagi untuk bertanya.
"Sebentar lagi, Nona. Anda hanya perlu bersabar," jawab Sekertaris Jo.
'*Apa? Bersabar*?' Dhira mengulangi ucapan pria itu dalam hati.
'*Aku sudah mau mati karena terlalu banyak bersabar*?' celetuknya kesal.
"Apa aku boleh tidur sebentar? Ini membuatku lelah duduk seharian." Jujur ia sangat mengantuk, ditambah lagi dengan efek samping obat dokter yang ia minum, itu membuatnya gelisah menahan kantuk yang kian memberat.
Hexa yang selalu diam sepanjang perjalanan, tiba-tiba berkata, "Tidurlah."
"Sungguh?" tanya Dhira penuh semangat, akhirnya ia dapat melepaskan rasa kantuknya.
"Jika kau tak ingin bangun lagi," lanjut Tuan Hexa dengan nada yang begitu dingin.
Dhira terbengong mendengarnya, tubuhnya terasa lunglai seketika, baru saja ada harapan, tetapi ternyata hanya sebuah harapan palsu.
Untungnya kekebalan tubuhnya bisa dibilang lebih kuat dibandingkan orang-orang pada umumnya, setidaknya dia masih bisa bertahan dalam perjalanan dengan keadaan demam.
Tepat pukul tujuh malam, akhirnya mobil yang dikendarai memasuki halaman di sebuah vila yang cukup besar.
Dhira dapat merasakan aura tempat itu seperti tidak menyenangkan, tampilan yang megah dan mewah, biasanya selalu ada konflik berat di dalamnya, belum lagi ketika melihat banyak orang yang masuk ke sana dengan penampilan yang glamour.
"Tiba di sana kau tak perlu banyak bicara, tapi bukan berarti memintamu tunduk pada siapapun selain aku, paham?" ujar Hexa dengan tegas, menggurui Dhira sebelum wanita itu membuat masalah untuknya.
Tiba di pintu utama, ada begitu banyak orang yang hadir di sana, tapi mereka hanya sebagai tamu undangan yang tidak begitu penting bagi Hexa.
"Angkat kepalamu, jangan menunjukkan diri seakan kau orang yang penakut," titahnya dengan suara yang pelan, matanya tetap memandang lurus ke depan.
Dhira seketika mengangkat kepalanya, dibandingkan dengan orang-orang di sana, sepertinya ia lebih takut pada pria yang membawanya ke tempat itu. Pria yang sedang berada di sampingnya ini, sungguh sangat menakutkan. Satu kalimat yang ia ucapkan saja selalu berhasil membuat Dhira jadi penurut.
Mereka langsung menuju ke lantai dua di mana para keluarga berada di sana.
Kedatangan Hexa kali ini cukup mengundang perhatian keluarga, sebab ini adalah kali pertama bagi mereka melihat pria itu membawa wanita asing menghadiri acara ulang tahun sang kakek.
"Ada perubahan pada anak ini, tapi kenapa baru sekarang?" ujar pamannya dengan sunggingan bibir yang seakan menertawakan Hexa.
"Kenapa? Ada yang salah?" timpal Hexa dengan nada yang tak serius menanggapi ucapan pamannya.
"Sangat disayangkan sekali, kakek sudah mengundang calon istrimu malam ini, jika latar belakang wanita yang kau bawa itu tidak cukup kuat, sungguh kau tak bisa mempertahankannya." Sang paman kembali berucap dengan nada yang mengejek.
'*Keluarga kaya benar-benar tidak mudah, penuh dengan konflik yang begitu sulit*,' batin Dhira,
Tubuhnya terasa semakin tegang serta keringat dingin yang mulai menyapa ketika semua orang menatap ke arahnya, seakan mereka ingin mengadilinya detik itu juga dengan segala pertanyaan yang menakutkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments