"Harus menemukan cara untuk kabur dari sini. Aku tidak mengambil uangnya sepeser pun, seharusnya tak masalah, kan, jika aku pergi?" Dhira terus mondar mandir tak karuan, memikirkan cara bagaimana agar dia bisa keluar tanpa mengundang perhatian orang-orang.
Matanya mengarah ke jendela, berpikir sejenak lalu mendekat ke sana.
"Hanya tiga lantai saja, harusnya aku bisa menuruninya, kan?" Setelah berpikir cukup lama, ia pun memutuskan untuk nekat memilih jalur yang berbahaya.
...****...
Sekertaris Jo melihat Tuan Hexa tampak tak tenang, lantas memberanikan diri untuk bertanya. "Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan, Tuan muda?"
Hexa pun menatapnya cukup lama, hingga Sekertaris Jo segera menunduk, mungkin ia sudah salah bicara hingga membuat kesal Tuan Hexa.
"Kirim beberapa makanan dan plaster untuk wanita itu, jangan sampai dia sakit sebelum aku menggunakannya." Tiba-tiba Tuan Hexa bicara setelah menatap sekertarisnya begitu lama.
"Baik, Tuan." Sekertaris Jo pun berbalik badan, keluar dari ruangan dengan sedikit tersenyum.
'Ternyata itu yang membuatnya tampak gelisah dari tadi,' batinnya.
Setelah tak berapa lama ia mengirim orang untuk melakukan perintah Tuan Hexa, tiba-tiba ia mendapat kabar tak enak dari orang suruhannya.
Sekertaris Jo segera berlari masuk ke ruangan Tuan Hexa. "Tuan muda, gawat. Perempuan itu melarikan diri, orang suruhanku telah mengecek cctv, tetapi tidak terlihat bahwa ia melewati pintu utama. Dari penyelidikannya, sepertinya wanita itu kabur lewat jendela." Sekertaris Jo menjelaskan dengan terburu-buru hingga napasnya pun tersendat-sendat.
"Kerahkan orang-orangmu untuk mencarinya, harus ketemu malam ini juga." Hexa sama sekali tidak panik, ia tak berpikir bahwa Dhira bisa kabur jauh dari sana, selama masih berada di negara ini, bukan hal sulit baginya untuk mendapatkan wanita itu kembali.
Satu jam kemudian, Dhira berhasil di temukan dan kembali dibawa ke hotel yang sama.
Lagi-lagi ia dilempar masuk ke kamar itu hingga bersimpuh di lantai, tepat di bawah Hexa yang kini duduk dengan tenang menatap betapa menyedihkannya keadaan Dhira sekarang.
Dhira tak berani mendongakkan kepala menatap pria itu, melihat ujung sepatunya saja sudah membuat seluruh tubuhnya gemetar.
"Wanita berotak sempit. Itulah julukan yang pas untukmu," ujar Hexa dengan suara khasnya.
"Kau berpikir aku tidak akan bisa menemukanmu setelah kau melarikan diri dari sini?"
Dhira masih tak berani menjawab, apalagi menatapnya.
"Sepertinya kau butuh wawasan yang luas mengenai siapa diriku di negara ini, agar kau tidak berulah dengan orang yang salah." Hexa bangkit dari kursinya dan mendekati Dhira, lalu meraih pergelangan tangan wanita itu dan membawanya ke arah jendela.
Dhira begitu takut ketika Hexa memegangi tangannya, seperti ingin dieksekusi oleh pria itu.
"Angkat kepalamu dan lihatlah ke luar sana," ujarnya dengan nada suara yang kecil, tapi jelas.
Dhira tak berani membantah, perlahan ia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela.
"Apa di sini tempatnya?"
Dhira tak mengerti hingga ia secara refleks menoleh ke arah pria itu, saat Hexa juga menatapnya, ia segera sadar dan mengalihkan pandangan dengan tertunduk.
"Kau melarikan diri lewat sini, bukan?" tanyanya lagi.
"M-maaf, Tuan." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Dhira, bahkan hanya sekedar maaf saja begitu sulit untuk terucap.
"Sebagai wanita yang smart, seharusnya kau berpikir lebih panjang untuk melarikan diri."
"Percaya atau tidak, aku akan melemparmu dari sini dan kau akan terjun bebas ke bawah sana jika sampai berani mengulangi kesalahanmu. Itu pasti, aku tidak pernah main-main akan ucapanku." Ancaman yang cukup mengerikan bagi Dhira, ia tak menyangka pria di sampingnya bisa sekejam itu pada seorang wanita.
Hexa menyentuh ujung rambut Dhira yang hitam tergerai lurus, mendekati Dhira perlahan hingga wanita itu dapat merasakan napasnya. Dhira sedikit bergidik, ia takut Hexa akan melakukan hal yang di luar kendalinya.
"Patuhlah jika kau ingin hidup dengan waras di negara ini, aku bukan orang baik yang bisa bersabar. Jangan membuat masalah jika tak ingin dirimu terjebak dalam masalah itu sendiri," bisiknya tepat di telinga Dhira.
Napas Dhira seketika melaju dengan kencang setelah mendengar ucapan Hexa. Kali ini ia benar-benar percaya bahwa pria itu tidak semudah yang ia bayangkan.
Ada sebuah jarak besar di antara dirinya dan Hexa dan sampai kapan pun mungkin ia tak bisa dan tak akan pernah bisa menandingi pria itu.
Dari segi harta dan kekuatan, Hexa jauh lebih unggul darinya, hanya seorang wanita biasa yang tak memiliki apa pun.
Setelah merasa cukup memberi peringatan pada Dhira, Tuan Hexa pun tak membuang waktunya lebih lama di ruangan itu, ia segera melangkah pergi meninggalkan jejak langkah yang mengintimidasi.
"Bagaimana jika kita pindahkan ke tempat yang jauh lebih aman, Tuan? Mungkin dia tidak akan melarikan diri lagi." Sekertaris Jo segera memberi saran ketika Hexa keluar dari kamar.
"Tidak perlu," jawab Hexa dengan yakin, ia percaya bahwa Dhira tidak akan berani mengulangi itu setelah mendapat ancaman darinya.
Sementara di dalam kamar, Dhira merasa tak tenang, ia masih belum tahu bagaimana kehidupan kedepannya akan berjalan, membayangkannya saja terasa mengerikan.
Matanya tertuju pada dua kantong plastik yang ada di atas meja, rasa penasarannya mulai bangkit karena sebelumnya tidak ada apa pun di sana.
Setelah dilihat, ternyata ada makanan dan juga plaster, bibirnya seketika tersenyum tipis. "Ternyata dia masih tak ingin aku mati begitu cepat," benaknya merasa bersyukur.
Dhira pun segera mengganti plaster yang masih melekat di dahinya, luka itu ia dapat saat ditabrak mobil, meski tidak parah, tapi cukup perih.
...****...
"Selamat pagi, Tuan muda." Sekertaris Jo memberi hormat dengan cepat ketika melihat majikannya keluar dari rumah.
"Barang yang kuminta, kau sudah menyiapkannya?"
"Sudah, Tuan. Semua aman terkendali." Dengan senyum tipis Sekertaris Jo menjawab. Itu bahkan tak dapat menggugah hati Tuan Hexa, ia tetap berwajah datar tanpa ekspresi sedikit pun.
Mereka segera berangkat menuju ke hotel di mana Dhira berada.
"Mungkin Nona Dhira masih tidur, Tuan," ujar Sekertaris Jo setelah begitu lama mengetuk pintu, tapi tidak ada respon dari Dhira.
"Apa yang kau tunggu, langsung buka saja," jawab Tuan Hexa tak sabaran.
Dengan cepat Sekertaris Jo membuka pintu tersebut dengan kunci cadangan yang ia pegang, setelah pintu terbuka, Dhira tampak masih terbaring di atas ranjang dengan wajah pucat, plus beberapa memar di wajahnya.
Dahi Hexa mengerut, ia membuka selimut yang menutupi tubuh Dhira, dan luka memar lainnya pun terdapat di beberapa bagian tubuh wanita itu.
Jelas-jelas malam itu memar tersebut tidak ada, kenapa setelah pagi tiba-tiba penuh dengan luka.
"Apa yang sudah terjadi padanya?" Tuan Hexa tampak menatap sekertarisnya dengan murka.
"M-maaf, Tuan muda. Ini salahku yang kurang teliti menyelidiki tentang Nona Dhira, maaf." Sekertaris Jo tertunduk takut, ia tak berani untuk menatap majikannya.
"Bawa dokter ke sini sekarang!" titahnya dengan suara bentakan yang cukup keras, membuat Sekertaris Jo kalang kabut dan berlari keluar untuk melaksanakan perintah.
Hexa mengangkat tangan kirinya melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. "Ck, tak berguna, menyusahkan sekali," gumamnya dengan rasa kesal yang hanya bisa ia pendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments